Apa jadinya jika dua orang sahabat memiliki perasaan yang sama, tapi sama-sama memilih untuk memendam perasaan itu daripada harus mengorbankan persahabatan mereka? Itulah yang saat ini dirasakan oleh dua orang sahabat, Bulan dan Bintang.
Bulan, sahabat sejak kecil seorang Bintang, menyukai pemuda itu sejak lama tapi perasaan itu tak pernah terungkap. Sementara Bintang, baru menyadari perasaannya terhadap gadis cantik itu setelah dirinya mengalami kecelakaan.
Keduanya terjebak dalam perasaan yang tak terungkap. Mereka tidak tahu harus melakukan apa. Keduanya hanya tahu bahwa mereka saling membutuhkan satu sama lain. Tapi, akankah persahabatan itu berubah menjadi sesuatu yang lebih?
---------------------------------------------------------------------------
"Lo keras kepala banget! Lo gak tau apa gue khawatir, gue sayang sama lo." gumam gadis itu lirih, bahkan hampir tak terdengar.
"Lo ngomong apa tadi?"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon NdahDhani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 17: Diary Bulan: Rahasia hati
Sepulang dari sekolah, kini Bulan dan Bintang sudah kembali ke rumah Bulan. Mereka duduk di taman belakang setelah berganti pakaian. Bintang sedari tadi hanya diam dan mendengarkan cerita Bulan, tentang kekesalannya terhadap Reva dan teman-teman Bintang. Ia sama sekali tidak mengatakan apa-apa, terlihat jelas bahwa ia sedang tidak bersemangat.
"Nyebelin banget tuh temen-temen lo. Bisa-bisanya lo gak sadar kalo lo dimanfaatin sama mereka!" Ujar Bulan yang terus-terusan mengomeli Bintang.
Bintang hanya menggeleng singkat, lalu ia mendekatkan wajahnya ke wajah Bulan. Bulan langsung terdiam dan perasaannya tidak menentu, ia langsung salah tingkah ketika Bintang bereaksi seperti itu.
"Iya, bawel!" Ujar Bintang sambil menyentil kening Bulan.
Bulan merasa kesal dan langsung menggosok keningnya yang terasa cenat cenut karena ulah Bintang. Dalam situasi seperti ini pun Bintang sempat-sempatnya mengusili dirinya, padahal Bulan pun tahu bahwa Bintang juga marah setelah kejadian di sekolah tadi.
"Yee, sakit tau! Usil banget!" Ujar Bulan sambil melemparkan tatapan tajam ke arah Bintang.
"Lagian lo gak bisa diam. Dari di sekolah kesal mulu, gue aja enjoy kok." Ujar Bintang yang terlihat santai, meskipun sebenarnya sangat jauh dari kenyataan.
Bulan hanya mendengus kesal, ia sangat sulit memahami sikap Bintang yang berubah-ubah. Ada kalanya Bintang cuek dan acuh tak acuh pada dirinya, ada kalanya juga Bintang membuat Bulan terdiam bahkan kesal dengan tindakannya yang tidak terduga.
Tapi, bagaimanapun sikap Bintang padanya, Bulan justru semakin menaruh hati kepada sahabatnya itu. Meskipun ia mencoba untuk melupakan tentang perasaannya tapi tetap saja tidak bisa.
"Dasar, ngeselin lo!" Ujar Bulan sambil beranjak pergi.
"Lo mau kemana?" Tanya Bintang ketika sahabatnya itu berdiri.
"Mau belajar," sahut Bulan yang sudah berjalan menjauh.
Bintang hanya menggelengkan kepalanya, ia merasa bahwa mood Bulan memang suka berubah-ubah. Bintang hanya mengangkat bahu, ia berpikir mungkin Bulan sedang dalam fase menstruasi saat ini.
Ting!
Tiba-tiba saja ponselnya bergetar, menandakan adanya pesan masuk. Bintang pun mengambil ponselnya yang ia letakkan di atas meja, ternyata pesan dari Alvian.
"Bintang, motor lo udah gue bawa ke bengkel. Cukup parah juga kerusakannya."
"Oh, thanks ya. Sorry banget jadi ngerepotin." Balas Bintang merasa tidak enak.
"Gak repotin kok, lo juga habis kecelakaan. Sebagai teman udah sepantasnya gue bantuin lo." Balas Alvian.
Bintang tersenyum tipis ketika Alvian menganggapnya sebagai teman, padahal Bintang sendiri tidak begitu dekat dengan teman Bulan itu. Bintang pun mengetikkan balasan terima kasih, setidaknya ia masih memiliki teman walaupun ketiga teman dekatnya kini sudah terasa asing.
Sementara itu, di kamarnya, Bulan sedang membaca ulang materi hari ini. Ia sebenarnya tidak mood ketika belajar karena rasa kesalnya terhadap Bintang. Bulan memang sedang merasa kesal dengan Bintang, tapi ketika mengingat sentuhan singkat pemuda itu membuatnya tersenyum sendiri di kamarnya.
Bulan mengingat-ingat lagi setiap kontak fisik Bintang padanya, mulai dari merapikan anak rambutnya, mengacak pucuk kepalanya, mencubit hidung bahkan menyentil keningnya. Semua itu terasa seperti sebuah bentuk ungkapan rasa sayang Bintang terhadapnya.
Baper? Jelas saja Bulan baper dengan semua itu. Normal saja jika Bulan menyukai Bintang, bahkan gadis lain pun jika berada di posisi Bulan kemungkinan akan merasakan hal yang sama juga. Terlebih sikap Bintang terhadap sahabatnya justru terlihat seperti pasangan, bukan sahabat.
Bulan pun melirik buku diary nya yang tergeletak di atas meja. Ia pun langsung meraihnya dan membukanya. Ia membuka lembar demi lembar buku pribadinya itu. Ia pun baru menyadari bahwa hampir semua halamannya berisi tentang ungkapan perasaan dirinya untuk Bintang.
Bulan terkekeh sendiri ketika membaca curhatannya pada halaman-halaman itu. Terasa alay, tapi begitulah faktanya yang ia curahkan pada diary nya itu.
Bulan melihat masih ada halaman yang kosong, ia pun mengambil pulpen dan menuliskan sesuatu lagi di dalamnya. Ia mencurahkan segalanya dengan hati, bahkan tersusun seperti sebuah puisi yang hanya dirinya sendiri yang paham akan maknanya.
“Dear Bintang... Gue gak tau kenapa rasanya semakin hari semakin suka gue sama lo. Lo itu jauh lebih indah daripada bintang-bintang di langit. Lo mungkin selalu ngerasa bahwa diri lo enggak sempurna. Tapi, satu hal yang harus lo tau... Lo itu udah lebih dari kata sempurna di mata gue."
Setelah menulis kalimat-kalimat itu, tanpa sadar Bulan pun terlelap dalam tidur. Ia tidak tahu berapa lama ia tertidur, ia terbangun ketika ibunya yang membangunkannya dengan lembut. Ibunya tidak tega melihat Bulan tertidur di atas meja belajar dengan posisi terduduk. Oleh karenanya ibunya membangunkannya agar pindah tidur ke atas kasur.
"Bulan, pindah nak... Jangan tidur di sini." Ujar suara lembut dari ibunya.
"Eh, bunda?" Ujar Bulan yang mencoba mengumpulkan nyawa yang belum terkumpul sepenuhnya.
"Ntar sakit pinggangnya tidurnya kayak gitu, tiduran di kasur aja." Titah ibunya yang masih memegangi punggung Bulan dengan lembut.
Bulan tidak langsung menjawab, ia mengambil ponselnya untuk melihat jam. Ternyata sudah menunjukkan pukul empat sore. Ia tidak menyadari bahwa dirinya tertidur cukup lama.
"Hmm, udah sore Bun. Bulan langsung mandi aja." Ujar Bulan pada akhirnya. "Oh, Bintang lagi dimana Bun?"
"Bintang katanya pamit ke taman, mau cari udara segar katanya. Tadinya Bintang mau ajak kamu, tapi di liatnya kamu tidur jadinya dia pergi sendiri." Ujar ibunya menjelaskan.
Bulan mengangguk pemahaman, sementara ibunya hanya tersenyum. Setelahnya ibunya pun langsung keluar dari kamar Bulan, meninggalkan gadis itu sendirian.
Bulan menoleh ke arah buku diary nya, ia berharap bahwa ibunya tidak membaca tulisan di dalamnya. Bukannya karena takut, Bulan hanya merasa malu jika diary nya itu dibaca oleh siapapun, tak terkecuali ibunya sendiri.
Cukup lama terdiam di tempat, Bulan pun akhirnya memutuskan untuk mandi. Setelahnya, ia pun menyusul Bintang ke taman. Firasatnya kembali tidak enak, seakan ada sesuatu yang akan terjadi dengan Bintang.
Bulan keluar dari kamarnya setelah memastikan meja belajarnya rapi. Ia pun menyimpan buku diary nya itu di dalam laci, ia tidak ingin siapapun membacanya termasuk keluarganya sendiri.
Setibanya di taman, Bulan mengedarkan pandangannya ke segala arah. Ia mencari-cari Bintang, tapi tidak menemukan sahabatnya itu di sana.
Bulan kembali melangkahkan kakinya di sekitar area taman. Hingga akhirnya ia menemukan Bintang di ujung taman dengan tatapan kosong ke kejauhan, seperti sedang merenungi sesuatu.
Bulan pun melangkahkan kakinya perlahan, menghampiri Bintang yang duduk sendirian. Bintang belum menyadari kehadiran Bulan di sana, hingga akhirnya Bulan menepuk pundaknya lembut.
"Bintang? Lo ngapain sendirian di sini?" Ujar Bulan lembut dan berdiri di sampingnya.
"Oh," Bintang yang terkejut langsung menoleh, ia pun mendapati Bulan yang berdiri tepat di sebelahnya. "Gapapa." Ujar Bintang singkat.
"Gue gak habis pikir aja, kenapa nasib gue kayak gini. Mama yang pergi, Papa yang kasar, sekarang gue dijauhi karena lumpuh." Ujar Bintang sebelum Bulan sempat mengatakan apa-apa.
Bulan menghela nafas pelan, sebelum akhirnya ia berbalik dan duduk di sebuah batu besar tepat di hadapan Bintang. Ia mengerti, sangat mengerti apa yang dirasakan oleh Bintang saat ini.
Bulan meraih tangan Bintang, mengelusnya dengan lembut. Ia berusaha untuk menenangkan Bintang, meskipun ia tahu bahwa Bintang tidak akan bisa tenang begitu saja.
"Lo gak sendirian, Bintang. Banyak orang yang sayang sama lo, ada gue juga di sini." Ujar Bulan lembut.
Bintang menghela nafas panjang, tapi pada akhirnya ia pun tersenyum. Ia mulai mencoba untuk menerima kenyataan secara perlahan. Bintang pun mengangguk, membenarkan perkataan Bulan.
"Apa yang lo bilang ada benernya. Thanks ya," ujar Bintang hanya diangguki singkat oleh Bulan dengan seutas senyum.
Bulan pun melepaskan tangannya. Keduanya menjadi hening tanpa kata, tapi mereka bisa merasakan bahwa mereka saling mendukung dan menguatkan satu sama lain. Beberapa menit berlalu, akhirnya Bintang pun kembali memulai percakapan.
"Lo tau? Tadinya gue hampir nyerah, bahkan ingin akhiri hidup. Tapi setelah dipikir-pikir, gak ada gunanya. Terlebih sahabat gue itu ngandelin gue banget, takutnya nangis kalo gue pergi." Ujar Bintang santai yang sempat-sempatnya bercanda.
Pantas saja firasat Bulan merasakan tidak enak terhadap Bintang, ternyata Bintang sempat berpikiran untuk mengakhiri hidupnya. Tapi yang lebih tidak habis pikirnya, Bintang justru terlihat sangat santai ketika mengatakan kalimat itu.
"Ih, lo gak boleh gitu tau! Enteng banget mulut lo ngomong! Lo gak tau apa, pikiran kayak gitu mempengaruhi hidup lo!" Ujar Bulan kesal dan langsung mengomeli.
Bintang hanya menggelengkan kepalanya, ia suka sekali mengusili Bulan sampai kesal seperti itu. Tanpa aba-aba, Bintang mengacak rambut Bulan, membuat Bulan langsung terdiam.
"Berisik," ujar Bintang dengan nada santainya. "Orang cuma bercanda, lo nanggepin nya serius. Lo pikir gue sebodoh itu untuk akhiri hidup?" Ujar Bintang yang terdengar lembut di telinga Bulan, sangat jauh berbeda dengan Reva saat Bintang marah tadi.
Bulan tidak tahu harus mengatakan apa, jujur saja jantungnya berdegup kencang saat ini. Bulan hanya menatap Bintang dengan tatapan pura-pura kesal, mencoba untuk tidak menunjukkan perasaan yang sebenarnya.
"Candanya gak lucu!" Ujar Bulan dengan nada kesal.
Bintang hanya tersenyum tipis, setiap Bulan yang kesal membuatnya merasa gemas. Meskipun ia sendiri tidak memiliki perasaan lain untuk sahabatnya itu. Bintang sendiri tidak tahu mengapa ia suka melihat sifat Bulan yang terasa seperti kenakan di matanya. Bahkan saat ia bersama Reva pun ia hanya merasa biasa saja jika Reva ngambek ataupun kesal.
"Ya udah, sorry-sorry." Ujar Bintang pada akhirnya.
"Iya gak papa. Asal jangan lo beneran ngelakuin hal itu aja." Ujar Bulan. "Ya udah, yuk balik. Udah sore juga."
Bintang hanya mengangguk singkat, terlebih ia juga sudah menghabiskan waktu lama berada di taman itu. Bahkan sebelum Bulan menghampirinya. Bulan pun membantu Bintang melajukan kursi rodanya, mereka berjalan santai sembari menikmati waktu sore.
^^^Bersambung...^^^