 
                            Berkisah tentang seseorang yang terkena kutukan 'Tanpa Akhir' di kehidupan pertamanya. Pada kehidupan ke 2020 nya, sang Trasmigrator yang sudah tidak tahan lagi dengan kutukannya, memohon kepada Tuhan untuk membiarkannya mati.
 
Akan tetapi, seolah Kutukan Tanpa Akhir' menertawakannya. Sang Trasmigrator yang mengira kehidupan ke 2020 nya ini adalah yang terakhir. Sekali lagi jiwanya terbangun didalam tubuh orang lain. Kali ini adalah kehidupan seorang Nona Muda Bangsawan manja bernama Rihana Ariedny yang meninggal karena keracunan. 
Sang Trasmigrator yang berhenti mengharapkan 'Kematian'  memutuskan untuk menghibur dirinya dengan memulai kehidupan baru yang damai di sebuah wilayah terpinggirkan bernama Diamond Amber.
Namun siapa sangka banyak masalah mulai muncul setelahnya. Musuh bebuyutan dari banyak kehidupannya, sesama Transmigrator, yang baru saja ia temui setelah sekian lama malah ingin menghancurkan dunianya.
Yuuk ikuti kisahnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon NATALIA SITINJAK, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
P. D. A
"...."
Berkedip.
Sang Raja kerajaan Serafim masih terlihat bingung memutuskan untuk tetap diam sampai wanita di atas lantai berbicara lagi.
Hening.
Keheningan terjadi cukup lama sampai-sampai Rihana yang masih lelah pun mulai berbicara.
Apa dia benar-benar akan diam seperti itu selamanya.
"Bisa katakan sesuatu Baginda Raja."
"Eh? Sesuatu?."
"Bukan katakan sesuatu, tapi bertanyalah atau buat percakapan, kecanggungan ini tidak menyenangkan untukku."
Rihana yang masih terbaring di lantai menopang kepalanya dengan tangan kanan supaya dia bisa melihat sang raja di atas tempat tidur. Sebuah tindakan lancang tak beretika di hadapan sang penguasa negri.
Menatap.
"Ha-."
Menatap.
"Um...Um."
"Hum?."
Berkeringat.
"AP- Huhhff.... Tenanglah Right tunjukan martabatmu sebagai seorang raja." Sang raja berbicara pada dirinya sendiri mengunakan suara yang sangat pelan namun masih bisa didengar oleh Rihana.
"...."
"Glup... Begini... Nona penyihir-."
"Aku bukan penyihir."
"Benar! Anda bukan penyihir. Jadi... Siapa anda?."
"...," tersenyum. "Aku rakyatmu yang berdedikasi Baginda Raja Right yang terhormat."
Seluruh tubuh raja Right merinding, dia gemetar ketakutan serta hampir saja kencing di celana tidurnya. Ba-bagaimana dia bisa tahu namaku!!!.
"...."
Dasar bodoh, dia pasti bertanya-tanya bagaimana aku tahu namanya, lagi pula orang bodoh macam apa yang tidak tahu nama penguasa negerinya.
"Tsk, saya tahu nama anda ketika anda menggerutu dengan diri anda sendiri tadi."
"Ah! O-Ohhh... Jadi begitu hahaha... Ma-maafkan aku." Perlahan Right menyeka keringat di tubuhnya. Dasar bodoh, aku bertingkah memalukan di depan penyihir Agung seperti ini.
"Eumm... Penyihir A-."
"Sudah kubilang aku ini bukan penyihir, apa lagi Penyihir Agung, dulunya si pernah tapi tidak lagi sekarang."
"M-Maksud anda... Anda yang terhormat ini sebelumnya adalah mantan penyihir Agung!"
Raja Right tiba-tiba bersemangat.
Penyihir biasa saja di kerajaan timur sangat sulit ditemukan apa lagi penyihir Agung!. Bahkan di benua lain sekalipun masih belum pernah terdengar kemunculan Penyihir Agung, tapi di benua kami! Sekarang ini!.
"Jangan terlalu banyak berpikir, tahukah anda bahwa penyakitmu itu dimulai dari kebiasaan buruk menumpuk beban pikiran. Kalau orang bumi bilang Over Thinking bahasa gaulnya."
"Hah?? Over apa?."
"Over thinking, kebiasaan memikirkan sesuatu secara berlebihan, anda bahkan sudah terkena meningitis, sensor medis ku sudah tidak bagus sejak awal karena aku memang bodoh dalam hal medis, jadi tolong dimaklumi tindakan kasar ku."
Sang Raja mendengarkan penjelasan yang aku ucapkan tanpa berbicara, dia mendengarkan semuanya seperti pasien yang sedang di diagnosa oleh dokter.
Bedanya posisiku menyamping di lantai dengan pakaian berdarah sedangkan dia berada di atas ranjang emas mengenakan piyama mewah.
"Mulai sekarang anda tidak boleh terlalu over thinking, sesekali lakukan peregangan atau libur panjang."
"Baiklah."
"Jangan lupa makan buah dan sayuran setiap hari, olahraga teratur serta kurangi aktifitas malam anda."
"Baik ... Baiklah ... Saya akan lakukan semua perintah anda."
Huum... Sebelumnya Dia melihatku seperti musuh besarnya, tapi setelah Dia sembuh, sikapnya jadi berubah seratus delapan puluh derajat.
"Jangan hanya mengatakan akan dilakukan tapi nanti tidak dilakukan," aku menatapnya tajam, seolah memperingatinya jika dia tidak melakukan apa yang aku katakan maka aku akan datang lagi dan membuatnya menderita.
"Sa-saya mengerti! Saya akan lakukan seperti yang anda katakan sumpah! Aku bersumpah atas nama leluhurku dihadapan dewa Amira, jika aku tidak melakukanya maka kerajaanku akan kehilangan ke-.
"Husss... Cakap kotor saja, jangan buat sumpah yang tidak bisa kau tanggung, kau si enak bisa pindah ke benua lain karena hartamu banyak, sayangnya di rakyatmu idiot."
"Ha? Oh... I-iya saya minta maaf, saya minta maaf Penyihir Agung saya minta maaf—."
"Sudah kubilang aku bukan penyihir Agung."
"Maafkan Saya, Maafkan Saya Penyihir Agung," ucapnya penuh hormat sambil menundukkan kepalanya.
"...."
"Maafkan Saya! Maafkan Saya Penyihir Agung!!!."
Emangnya bisa seorang raja menundukkan kepalanya kepada orang dengan status rendah sepertiku?.
"Aisss... Sudahlah." Aku bangkit dari atas lantai lalu berdiri dengan benar, tubuhku sudah membaik serta energi sihir dalam diriku telah membantai semua penyakit yang masuk di dalam tubuhku.
Aku sudah sembuh sepenuhnya dan sekarang saatnya bagiku keluar dari tempat in-.
"Oh iya, hampir saja lupa."
Saat aku mengucapkan kata buka, sub ruang tanpa batas yang hanya dapat dilihat olehku terbuka. Sejenak, ku masukkan tangan kananku kedalamnya dan mengambil satu kotak racikan obat.
"Ambil ini."
Racikan obat itu ku lempar dan di tangkap oleh sang raja, sejenak dia bingung melihat kertas putih di tangannya.
"Apa ini?."
"Itu obat mujarab, minumlah setiap hari sampai semuanya habis. Anda mungkin tidak suka rasanya tapi tetaplah minum sampai habis."
"Um-uum... Saya akan habiskan."
"Anak pintar. Kalau begitu aku akan pergi-."
"Penyihir Agung... Tunggu!."
Mengerutkan kening. "Hai... Sudah ku bilang aku bukan-."
Sebelum aku selesai berbicara, sang raja terlebih dahulu menyela ku. "Apa Yang Agung Menginginkan Sesuatu Dariku Sebagai Imbalan!."
Rasanya sangat tak nyaman di sanjung sebegitu hormatnya. Hahh... lupakan saja.
"Yah, aku memang menginginkan sesuatu darimu tapi tidak akan ku minta sekarang," balasku singkat, kemudian berjalan menuju pintu jendela yang ternyata telah di kepung oleh ratusan prajurit.
".... Hmmm, sebelumnya itu tidak ada disana."
"Yang Agung."
"Ya ampun ... Kau keras kepala sekali. Sudah kubilang jangan panggil aku-."
DUBRAK.
GDUBRAK.
Aku pikir mereka sudah menyerah karena tidak ada lagi suara, tapi ternyata mereka datang kembali dengan jumlah yang jauh lebih banyak.
"...."
Sepertinya energi sihirku sedikit memudar selama proses penyembuhan.
Raja Right sadar dengan ketidak nyamanan ku sehingga diapun berkata. "Sa-saya akan segera memerintahkan para penjaga supaya tidak menganggu anda, tolong tunggu sebent-."
"Sudahlah, aku akan berteleportasi saja. Ngomong-ngomong soal pembayaran pengobatan."
"Yah?!."
"Aku ingin anda......."
***
DUBRAK...
BRAK...
BRAAK.
BRUUU-
TERBUKA.
BRAK.
Pintu raksasa yang terbuat dari puluhan kilo emas terbuka lebar setelah benda tumpul menyerupai pilar berhasil menembus masuk kedalam kamar.
"BAGINDA RAJA!!!."
"YANG MULIA."
"AYAH!!!."
Ratusan orang masuk kedalam kamar raja dengan seluruh perlengkapan lengkap, bahkan beberapa prajurit telah mengunakan zirah perang dan langsung mengambil posisi aman untuk melindungi sang raja.
"Yang Mulia, Apa Anda Baik-baik Saja? Apa Anda Terluka Di Bagian Tubuh? Lari Kemana Bajingan Sial Yang Mencoba Membunuh Anda!"
"...."
"Ayah!."
Putri mahkota bernama Mahar berlutut di depan raja sambil menancapkan pedangnya di lantai. "Permohonan maaf saya Baginda Raja, saya pantas mati karena membiarkan penyusup masuk kedalam kamar Baginda raja saat saya sedang berada di ruangan lain!."
"...."
"Baginda... Lebih baik kita pindah tempat yang lebih aman, kami akan melakukan investigasi sege-."
"Naahhh... Kalian terlalu berlebihan."
"Hah???."
"Apa???."
""""????????""""
Seluruh prajurit serentak melihat kesatu arah, kearah Raja Right yang terlihat sangat santai dalam situasi genting berbahaya itu. Sang raja tidak banyak berbicara, dia hanya menepuk dua kali pundak sang kapten kesatria lalu berjalan pelan menuju bilik pakaian sambil membawa sebuah benda aneh di tangannya.
"Yang Mulia."
Sang putri mahkota merasa aneh dengan tindakan tenang sang Raja. Dan memutuskan untuk mengikutinya masuk kedalam bilik pakai.
"Apa baginda yakin sudah baik-baik saja."
"Putriku, Ayah sudah bilang jangan gunakan gelar dnantara kita saat sedang berdua saja."
"Jawab saja pertanyaanku."
"Hahh... Baiklah, Ayah mu ini benar-benar sudah baik-baik saja."
"Sungguh."
Mengangguk. "Sungguh."
"...."
"Ngomong-ngomong bagaimana dengan situasi di pengadilan saat ini?."
"Pengadilan, Ayah serius disaat-saat seperti ini?."
"Ya."
"Hahhh."
Putri mahkota bernama Mahar menyeka wajahnya frustasi, bahkan belum lewat sepuluh menit mereka masuk kedalam kamar.
Sejenak kembali ke 30 menit yang lalu.
DUBRAK.
Begitu pintu kamar Raja mulai di dobrak mengunakan kayu Apen yang terkenal akan kekerasannya, tiba-tiba saja pintu emas kamar itu berubah menjadi sebuah penghalang kokoh tak tertembus.
"In- Ini...! Ini adalah sihir tingkat tinggi!," ucap tabib dari kuil Dewa.
"Apa!"
Pada saat itu, sang Putri mahkota, Mahar KaAnarika langsung menarik kuat kerah baju pendeta muda itu.
"Bagaimana bisa ada penguna sihir tingkat tinggi di Kerajaan Serafim!."
Sudah jadi pengetahuan umum di seluruh benua, bahwasannya sangat sulit untuk menemukan keberadaan seorang penyihir di benua Timur. Kalaupun ada, palingan hanya penyihir tingkat rendah yang kemampuannya hanya sebanding dengan seorang tabib dari kuil para Dewa.