Luna tak pernah bermimpi bekerja di dunia hiburan, ia dipaksa pamannya menjadi manajer di perusahaan entertainment ternama.
Ia berusaha menjalani hidup dengan hati-hati, menaati aturan terpenting dalam kontraknya. Larangan menjalin hubungan dengan artis.
Namun segalanya berubah saat ia bertemu Elio, sang visual boy group yang memesona tapi kesepian.
Perlahan, Luna terjebak dalam perasaan yang justru menghidupkan kembali kutukan keluarganya. Kejadian aneh mulai menimpa Elio, seolah cinta mereka memanggil nasib buruk.
Di saat yang sama, Rey teman grup Elio juga diam-diam mencintai Luna. Ia justru membawa keberuntungan bagi gadis itu.
Antara cinta yang terlarang dan takdir yang mengutuknya, Luna harus memilih melawan kutukan atau
menyelamatkan orang yang ia cintai.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Cerita Tina, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Argh!
Luna hari itu tampak lebih riang dari biasanya. Setelah mendapat kabar baik dari Veronica, ia langsung menuju ruangan Pak Zaki sambil membawa berkas proposal di tangannya.
Dengan penuh semangat ia menjelaskan tentang tawaran dari stasiun itu, dan bagaimana ia bisa mengajukan Neonix sebagai peserta.
Pak Zaki sempat terdiam, menatap Luna dengan kening berkerut.
“Jadi, kau yang mengajukan nama mereka?” tanyanya tak percaya.
Luna mengangguk mantap.
“Kenapa kau yakin mereka bisa?” lanjut Pak Zaki, suaranya tenang namun sarat keraguan.
Luna tersenyum penuh keyakinan.
“Pak, mereka itu berbakat. Hanya saja... mereka perlu sedikit tekanan untuk tumbuh, dan ruang promosi yang lebih luas. Saya yakin mereka akan bersinar.”
Pak Zaki menghela napas panjang, lalu menatap Luna lama. Ia melihat gadis itu tampak bersemangat dan entah mengapa semangat itu jadi seperti menular padanya.
Akhirnya ia tersenyum. “Baiklah. Mari kita beri mereka kesempatan.”
Luna hampir berteriak kegirangan. “Terima kasih banyak, Pak. Saya yakin mereka tidak akan mengecewakan.”
Tak lama kemudian, ia dan Pak Zaki memanggil seluruh tim perencanaan serta anggota Neonix ke ruang rapat.
Satu per satu mulai masuk, memenuhi meja panjang yang bisa menampung dua puluh orang.
Kebetulan Luna duduk di seberang Rey. Dengan tidak sengaja mereka bertatapan langsung. Entah mengapa mereka sama-sama merasa kikuk mengingat kejadian semalam.
Rey terlihat tersipu di tatap oleh luna. Ia segera menoleh ke arah lain, namun telinganya tampak memerah seperti tanda tak sanggup menahan rasa gugup.
Luna yang melihat itu menahan tawa kecil, lalu bergumam lirih tanpa sadar, “Dia lucu sekali.”
Elio, yang duduk tepat di sampingnya, menangkap interaksi kecil mereka. Ia mencondongkan tubuh sedikit, lalu berbisik pelan, “Kau menyukainya?”
Luna refleks menoleh cepat. “Apa maksudmu?” bisiknya balik.
Elio tersenyum kecil, suaranya menurun rendah di dekat telinganya. “Seingatku kau memilihku sebagai pasangan yang cocok denganmu. Bagaimana bisa kau langsung berubah haluan?”
Luna menarik napas panjang dan menatapnya datar. “Itu kan hanya game." dengusnya. Tak disangka Elio mengingat dan menganggapnya serius.
Senyumnya samar tapi tatapannya tajam kepada Luna. "Aku benar-benar tak menyangka." lanjut Elio lagi.
"Diam dan fokuslah Elio, kita sedang rapat penting." ucap Luna tegas.
Elio terkekeh kecil, lalu menegakkan tubuhnya kembali.
Rapat dimulai, Pak Zaki menjelaskan dengan tenang mengenai proyek survival. Semua mata langsung tertuju pada layar presentasi ketika logo Neonix muncul di sana.
“Selamat,” ujar Pak Zaki. “Kalian terpilih mewakili AXL untuk tampil di acara survival itu.”
Beberapa detik hening. Lalu suara riuh kecil mulai terdengar. Noel menatap Rei dengan mulut terbuka, sementara Han langsung memeluk Adrian di sebelahnya.
“Serius, kita lolos?” seru Shine tak percaya.
Pak Zaki melanjutkan, "Ini berkat bantuan Luna, karena dia ingin menunjukkan bakat kalian kepada publik lebih luas."
Luna mengangguk sambil tersenyum. "Hadiah untuk pemenangnya adalah promosi besar-besaran untuk album terbaru dan juga dapat program TV khusus."
Mereka semua terperanjat senang, "Benarkah itu?"
Mereka terlihat antusias dan gembira. Luna menatap reaksi mereka dengan mata berbinar. Ada campuran bahagia dan haru.
Namun ia tahu perjuangan anak-anak itu nanti tidak akan mudah.
Pak Zaki melanjutkan pembagian tugas. Luna ditunjuk menjadi koordinator pendamping Neonix selama masa persiapan.
“Jadi, kau akan bekerja langsung dengan mereka di lapangan,” jelas Pak Zaki.
Luna mengangguk mantap.
Rey tersenyum samar. Ia menatap Luna dari seberang meja kali ini tanpa canggung, hanya dengan sorot mata yang hangat. Namun momen itu terputus ketika Elio juga melirik ke arahnya.
Mereka mulai merundingkan langkah-langkah yang akan diambil. Mulai dari konsep, pilihan musik, hingga koreografi utama untuk audisi pertama nanti.
Seluruh anggota Neonix tampak bersemangat, terutama Adrian, yang bahkan sudah mengajukan beberapa ide.
“Aku rasa, kali ini kita benar-benar bisa tampil dengan baik,” katanya dengan senyum yakin.
Menjelang akhir rapat, Pak Zaki berdiri sambil merapikan berkas di tangannya.
“Baik, sebelum kita akhiri, apa ada yang ingin disampaikan? Mungkin pertanyaan ataupun Gagasan tambahan?” tanyanya ramah.
Semua menatap ke arah satu sama lain, ragu-ragu. Hanya Elio yang terlihat santai, menopang dagunya masih sambil melirik ke arah Luna.
Tatapannya menggoda seolah masih ingat percakapan kecil mereka tadi. Luna yang sadar diperhatikan seperti itu menarik napas dalam. Matanya berputar kesal.
Dan tanpa banyak pikir, 'Tuk!' tumit sepatunya mendarat tepat di kaki Elio di bawah meja.
Elio terperanjat. “Argh!” serunya tertahan.
Pak Zaki yang mendengar reaksi Elio itu segera menoleh. “Ya, Elio, kau sepertinya punya sesuatu untuk disampaikan?”
Semua kepala langsung menoleh ke arah Elio.
Elio menelan ludahnya, wajahnya sedikit memerah menahan sakit. Dia berdehem gugup.
“Saya.. Eh kami akan berusaha memberikan yang terbaik,” ujarnya kaku, berusaha tersenyum.
Suasana seketika pecah dengan tawa kecil. Bahkan Pak Zaki tersenyum puas.
“Bagus. Itu yang ingin saya dengar,” katanya menutup rapat.
Rey sejak tadi memperhatikan Elio yang mencoba menggoda Luna, matanya tajam mengarah ke Elio, lalu bergeser sebentar pada Luna yang sibuk membereskan catatan.
Ada sesuatu di sorot matanya, semacam naluri protektif yang belum ia pahami sepenuhnya.