Di istana yang berkilauan, kebohongan adalah mata uang dan darah adalah harga dari kesetiaan. Seorang pelayan setia menyaksikan dosa tak terampuni yang dilakukan sang Permaisuri—dan dibungkam selamanya.
Atau begitulah yang Permaisuri pikirkan.
Langit yang menjadi saksi pilu mengembalikan Takdir si pelyan setia, mengembalikannya dari gerbang kematian, memberinya wajah baru, identitas baru—tubuh seorang selir rendahan yang terlupakan. Dengan jiwa yang terbakar dendam dan ingatan yang tak bisa dihapus, ia harus memainkan peran sebagai wanita lemah, sambil merajut jaring konspirasi paling mematikan yang pernah ada di istana. Tujuannya bukan lagi sekadar bertahan hidup, melainkan merenggut keadilan dari singgasana tertinggi.
Setiap bisikan adalah pertaruhan. Setiap senyuman adalah topeng. Di tengah intrik berdarah antara selir dan para menteri, mampukah ia meruntuhkan kekuasaan sang Permaisuri dari bayang-bayang sebelum identitas aslinya terungkap dan ia mati untuk kedua kalinya
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Black _Pen2024, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 17: Api yang Tak Terduga
Kecurigaan, seperti racun yang perlahan menyebar, telah mencapai urat nadi Raja Tien Long. Kalimat yang disalin Selir Xia—sebuah petunjuk tentang "tembok timur" menggantung di benaknya seperti pedang Damocles. Raja Long membanting gulungan laporan keuangan yang sedang ia telaah. Kecantikannya, yang selalu ia anggap lembut dan rapuh, kini memiliki dimensi baru yang gelap dan memikat.
“Siapkan kereta kuda!” perintah Raja Long kepada Kasim Agung Kim, suaranya mengandung badai yang tertahan. “Kita kembali ke Istana Dingin. Sekarang.”
Kasim Kim, yang berpengalaman dalam mood Raja, segera bergerak. Ini bukanlah kunjungan resmi; ini adalah interogasi yang disamarkan sebagai kunjungan malam. Raja Long tidak mencari kehangatan seorang selir; ia mencari kebenaran yang diisyaratkan oleh Selir Xia yang baru bangkit.
Di Istana Dingin, Xia sudah siap. Dia tidak terkejut. Pesan kriptiknya dirancang untuk memastikan Raja kembali, karena hanya dengan mendekat, Xia dapat mengukur seberapa jauh benih keraguan itu telah berakar di hati Raja.
Ketika Raja Long memasuki Istana Dingin untuk kedua kalinya dalam dua hari, auranya jauh lebih mendominasi dan agresif. Dia tidak repot-repot duduk. Dia berjalan lurus ke arah Xia, yang sedang menuangkan teh herbal dengan ketenangan yang dibuat-buat.
“Kau mengirimiku teka-teki, Xia'er,” Raja Long memulai, suaranya rendah dan berbahaya. “Kau bicara tentang pengkhianat dan tembok timur. Istana ini dijaga oleh pengawal terhebat. Siapa yang kau maksud?”
Xia meletakkan cangkir teh itu perlahan, uap hangat mengepul ke udara. Dia menatap Raja Long dengan mata yang memantulkan cahaya lilin, matanya kini tampak lebih gelap dan lebih dalam dari biasanya.
“Yang Mulia, hamba tidak mengirim teka-teki. Hamba mengirimkan peringatan,” jawab Xia, memilih kata-katanya dengan hati-hati. Dia harus bersikap seperti seorang visioner yang cerdik, bukan pelayan yang menyimpan dendam. “Hamba tidak menuduh siapa pun secara spesifik, tetapi hamba memiliki mimpi yang sangat jelas. Mimpi di mana hamba melihat tembok timur—tempat yang paling rentan—dilompati oleh bayangan yang membawa pisau.”
Raja Long mengerutkan kening. “Mimpi? Kau memanggilku kembali dari tugas kenegaraan hanya untuk menceritakan mimpi seorang wanita?” Nada suaranya penuh rasa tidak percaya, namun ada keraguan yang terselip di sana. Rasa bersalahnya terhadap selir Hong membuatnya rentan terhadap cerita tentang bahaya tersembunyi.
Xia mendekat selangkah, mendekati zona bahaya Raja. Kehadirannya kini begitu dekat sehingga ia bisa merasakan panas tubuh Raja Long dan aroma wewangian kayu cendana.
“Seorang Raja yang agung harus mendengarkan semua suara, Yang Mulia. Bahkan suara dari tempat yang paling sunyi, seperti Istana Dingin ini,” bisik Xia, mengangkat tangan dengan gerakan dramatis. Dia menunjuk ke salah satu sudut ruangan yang gelap. “Ketika Yang Mulia datang kemarin, hamba berpikir. Mengapa Istana Dingin? Mengapa Yang Mulia mengizinkan tempat ini menjadi begitu sunyi? Bukankah kesunyian adalah ruang yang sempurna bagi kejahatan untuk bersembunyi?”
Raja Long terdiam. Dia tidak tertarik pada Selir Xia yang dulu. Tetapi Selir Xia yang ini, dengan matanya yang tajam dan lidahnya yang berbisa, adalah tantangan yang memabukkan. Dia memegang pergelangan tangan Xia, tarikan yang tiba-tiba dan kuat, menyeretnya mendekat.
“Kau tidak menjawab pertanyaanku. Kau berbicara seperti filsuf, bukan selir. Dari mana kau mendapatkan keberanian dan kecerdasan ini?” tuntut Raja Long, matanya menyala. “Apakah kau mencoba merayuku dengan misteri, Selir?”
Xia tidak gentar. Dia menggunakan sentuhan Raja Long sebagai penguat emosional. Tubuhnya gemetar sedikit—bukan karena ketakutan Xiao Ling, tetapi karena strategi Selir Xia.
“Hamba hanya menyadari bahwa hidup di istana ini, Yang Mulia, adalah sebuah permainan catur. Hamba adalah pion. Jika hamba tidak bergerak, hamba akan dihancurkan. Hamba telah belajar dari sejarah,” kata Xia, membiarkan suaranya menjadi lebih rendah, hampir seperti dengungan. “Hamba belajar bahwa pengkhianatan tidak selalu datang dari luar tembok. Seringkali, ia bersembunyi di bawah sutra yang paling indah, di tempat yang paling kita percayai.”
Dia mencondongkan tubuh sedikit ke depan, mendekat ke telinga Raja Long, meniru keintiman yang intim namun menyampaikan ancaman politik. Disertai embusan nafas tipis yang menebarkan godaan. Memancing gairah yang tertidur dalam kesedihan dan rasa bersalah....
“Bahkan seekor naga, ketika ia tertidur, rentan terhadap tikus yang menggigit dari dalam, Yang Mulia. Dan tembok timur, itu hanyalah metafora untuk titik terlemah dalam keamanan Yang Mulia. Apakah itu harta karun, atau... hati yang rentan?”
Raja Long menarik napas tajam. Dia melepaskan pergelangan tangan Xia, hanya untuk memegang dagunya. Dia memaksanya menatap matanya. Dia tidak meragukan bahwa wanita di depannya adalah Selir Xia, tetapi jiwa di dalamnya terasa asing—kuat, dingin, dan cerdas. Ini bukan hanya tentang dendam; ini tentang ambisi dan pengawasan.
“Kau berani menyiratkan adanya bahaya di bawah atapku sendiri?” tanya Raja Long. Dia menguji batasnya. Jika dia mundur sekarang, dia hanyalah selir biasa. Jika dia bertahan, dia adalah sekutu yang berpotensi berbahaya.
Xia tersenyum kecil, senyum yang sama sekali tidak pernah dikenali Raja Long pada Selir Xia yang lama. Senyum yang penuh dengan rahasia dan kepastian yang dingin.
“Hamba hanya menyiratkan bahwa setiap orang memiliki titik buta, Yang Mulia. Dan hamba, yang pernah hidup di dalam bayangan, dapat melihat apa yang tidak dapat dilihat oleh cahaya Yang Mulia. Pria asing yang hamba lihat dalam mimpi itu... dia memakai jubah yang tidak dikenakan oleh orang-orang istana. Itu bukan tentang cemburu, Yang Mulia. Itu tentang ancaman yang lebih besar dari sekadar seorang selir yang kesepian.”
Ini adalah risiko terbesar Xia. Menggunakan kata-kata yang ia temukan dari catatan Selir Xia yang asli, tetapi mengemasnya sebagai 'mimpi' dan 'peringatan'. Jika Raja Long percaya, itu adalah pintu gerbang menuju investigasi yang lebih besar.
Raja Long mundur selangkah, rasa dingin menjalari tulang punggungnya. Pria asing. Tembok timur. Tuduhan pengkhianatan yang dilemparkan dengan anggun dan dingin.
Dia membiarkan keheningan yang megah menyelimuti mereka. Kekuatan politik keluarga Xiu Feng sangat besar, tetapi jika ada indikasi pengkhianatan, itu akan melebihi perlindungan apa pun.
“Aku akan mengirim pengawal pribadiku untuk menyelidiki tembok timur, dan mengamati siapa saja yang keluar masuk istana secara tidak sah,” kata Raja Long akhirnya, keputusannya terdengar tegas. “Kau telah menarik perhatianku, Xia'er. Bukan hanya sebagai seorang wanita, tetapi sebagai seorang penasihat yang berpotensi. Ini adalah bahaya yang kau ciptakan sendiri.”
“Hamba menerima bahaya itu, Yang Mulia,” jawab Xia, membungkuk dalam-dalam. Di dalam hati, Xiao Ling bersorak. Raja sudah mulai bergerak, tidak hanya karena nafsu, tetapi karena ketakutan politik.
Raja Long memandangnya untuk waktu yang lama, matanya menyiratkan penghargaan yang baru ditemukan. Dia merasa lega karena ia memiliki seseorang yang begitu cerdik dan tampaknya setia. Cantik dan menawan alami. Dia telah membuat kesalahan besar terhadap selir Hong; dia tidak akan membuat kesalahan yang sama dalam mengabaikan peringatan ini.
“Mulai hari ini, Istana Dingin tidak akan lagi dingin,” ucap Raja Long, mengakhiri suasana tegang itu dengan sebuah janji. “Aku akan memberimu hadiah. Aku akan memberimu hak istimewa yang hanya dimiliki oleh permaisuri dan selir tingkat atas: hak untuk memanggil audiensi denganku kapan saja kau inginkan, tanpa melalui Kasim Agung. Dan kau akan menerima pelayan pribadi yang baru, bukan pelayan lama yang gila, tetapi seorang pelayan tepercaya dari Balai Pelayanan Istana. Gunakan hak ini dengan bijak, Selir Xia. Jangan membuang waktu kerajaanku dengan mimpi yang tidak berarti.”
Pemberian hak istimewa untuk memanggil audiensi secara langsung adalah hal yang luar biasa, memotong hierarki yang dikendalikan oleh Xiu Feng. Ini adalah pernyataan publik bahwa Selir Xia kini berada di bawah perlindungan dan perhatian langsung Raja. Dan pastinya telah menjadi perhatian di tempat, Selir tingkat tinggi.
Xia mendongak, matanya bersinar. “Hamba tidak akan mengecewakan Yang Mulia. Hamba hanya akan memanggil ketika hamba memiliki kebenaran yang tidak bisa ditunda.”
Raja Long tersenyum, senyum yang langka dan menawan. “Kalau begitu, aku menantikan kebenaranmu, Xia'er.”
Saat Raja Tien Long meninggalkan Istana Dingin, diikuti oleh para pengawal yang tergesa-gesa, Xia berdiri di ambang pintu, merasakan kemenangan pertama yang manis. Raja telah menerima umpannya. Dia telah mengamankan akses langsung ke pusat kekuasaan, melompati Permaisuri Xiu Feng. Selangkah lebih dekat singgasana.
Xia tahu bahwa kabar tentang hak istimewa ini akan sampai ke telinga Xiu Feng sebelum Raja Long tiba di kamarnya. Dan hal itu akan memancing kemarahan Permaisuri. Xia telah melemparkan batu pertama ke kolam yang tenang, dan kini riak air itu akan segera berubah menjadi ombak besar.
Malam itu, di Istana Kehangatan, Permaisuri Xiu Feng menerima laporan dari mata-matanya. Selir Xia, wanita yang selalu gemetar di hadapannya, kini telah mendapatkan akses langsung kepada Kaisar. Wajah Xiu Feng menjadi pucat pasi karena amarah dan penghinaan. Ini bukan hanya tentang Raja; ini adalah tentang otoritas yang dicuri darinya.
“Selir Xia?” desis Xiu Feng, menghancurkan cangkir teh porselen di tangannya. Darah menetes dari jarinya, tetapi matanya lebih tajam dan dingin daripada darah itu. “Dia hanya sampah yang baru saja dibersihkan. Aku akan memastikan, dia tidak akan pernah mendapatkan kesempatan kedua di istana ini.”
Xiu Feng tahu, dia harus bertindak. Dia harus mengirim seseorang, bukan mata-mata biasa, tetapi seorang profesional, untuk menguji batas Selir Xia. Dia akan mengirim seseorang yang tahu caranya bermain dengan api.
“Panggil Jenderal Lie,” perintah Xiu Feng, suaranya mengandung janji kematian yang kejam. “Dan suruh dia membawa Selir Ning. Kita akan melihat seberapa kuat Selir Xia yang baru ini.”