Carmila harus menghadapi kenyataan pahit: suaminya membawa selingkuhan ke rumah, yang tak lain adalah sahabatnya sendiri. Pengkhianatan dari dua orang terdekatnya ini menghancurkan hati Carmila yang selama ini telah berjuang menjadi istri dan nyonya istana yang sempurna.
Dalam keterpurukannya, Carmila bertemu dengan Pangeran Kedua Kekaisaran, dan tanpa ragu mengajukan sebuah hubungan kontrak dengannya.
Apakah Pangeran Kedua itu akan menerima tawarannya, atau menolak secara dingin? Keputusannya akan menentukan arah permainan balas dendam Carmila, sekaligus membuka pintu pada skandal dan intrik yang tak terduga.
Revisi berjalan yaa!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon flowy_, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tamparan keras
“Ini ulahmu, Carmilla?”
“Apa?”
Saat melihat Valerian kehilangan kendali, Carmilla tanpa sadar tersenyum kecil. Sayangnya, pria itu melihatnya.
“Ini kau, kan? Kau yang mengirim saksi palsu itu padaku?”
“Aku tidak mengerti apa—”
“Jangan berpura-pura! Memang kau yang melakukannya, Carmilla! Kau sengaja menjebakku!”
Valerian bangkit dari tempat duduknya dan melangkah mendekati Carmilla.
“Kau melakukan semua ini, karena ingin balas dendam, bukan!”
“Aaakh!" Carmilla berteriak kecil sambil menutup kedua telinganya.
Hakim langsung membentak. "Hentikan! Petugas, keluarkan pihak penggugat dari ruang sidang!"
"Ini semua karenamu! Kau yang merusak hidupku, Carmilla!"
Valerian terus berteriak histeris bahkan saat petugas datang dan menyeretnya keluar.
Seraphina menatap tajam ke arah Carmilla, lalu bangkit dan mengikuti Valerian keluar dari ruang sidang.
Ruang sidang yang tadinya ribut kini kembali tenang.
Hakim memijat kepalanya yang pusing dan menatap Liam.
“Baik, izinkan kami melanjutkan pembelaan.”
......................
Setelah kejadian itu, sidang berjalan jauh lebih lancar.
Liam dengan tenang melanjutkan penjelasannya, menjabarkan satu per satu betapa tidak bertanggung jawabnya Valerian selama pernikahan mereka. Termasuk tuduhan mengenai pencurian nama untuk bisnis kosmetik. Semua bukti telah disiapkan secara lengkap dan rapi.
Jika Valerian hanya mengandalkan pernyataan dari kenalan biasa, Carmilla dan Liam membawa surat pernyataan dari para investor bisnis terdekat. Dokumen-dokumen itu berisi pandangan jujur mereka tentang hubungan Carmilla dan Valerian, serta pandangan mereka terhadap bisnis tersebut.
Setelah mendengarkan semua argumen dengan tenang, para hakim saling memandang dan mengangguk.
Hakim yang duduk di kursi utama berkata kepada mereka, “Terima kasih atas semua keterangan hari ini. Silakan kembali. Putusan akan keluar dalam satu minggu.”
“Terima kasih, Yang Mulia Hakim.”
Carmilla, Liam, dan Alistair memberi hormat sebelum melangkah keluar dari ruang sidang.
Ketika mereka masuk tadi, hari masih pagi. Kini, matahari sudah tinggi dan waktu makan siang bahkan hampir terlewat.
"Melihat momentum persidangan hari ini, sudah jelas. Kita pasti akan menang. Bukti-bukti kita juga jauh lebih kuat."
Carmilla menarik napas panjang. “Jadi… semuanya benar-benar akan segera berakhir. Aku bisa bercerai darinya.”
Hanya membayangkan akan meninggalkan kediaman Duke Hamilton saja sudah membuat hati terasa lega.
Sekarang, ia harus kembali ke kediaman itu dan mulai mempersiapkan kepergiannya. Ia juga harus mengucapkan salam perpisahan—meski berat—kepada para pelayan.
Mereka sudah seperti keluarga selama ini.
Namun tidak mungkin ia tetap tinggal hanya karena perasaan itu.
‘Kalau pergi tanpa berpamitan… apa mereka akan merasa kecewa?’
Saat ia berjalan sambil memikirkan hal itu, terdengar suara langkah sepatu hak seorang wanita yang keluar dari gedung yang sama.
Itu adalah Isolde, pengacara berambut merah muda yang menangani pembelaan pihak Valerian hari ini.
“Hey.”
Liam melihatnya lebih dulu dan melambaikan tangan. Isolde yang tampak kelelahan menghentikan langkahnya, lalu mendekati mereka.
"Liam.”
Ia membawa tas berisi berkas-berkas, kemudian membungkuk sopan kepada Carmilla dan Alistair.
"Senang bertemu Anda. Saya Isolde, pengacara dari pihak suami Anda yang tadi Anda temui."
"Persidangannya luar biasa. Anda benar-benar pandai berbicara. Tanpa sadar, saya begitu terbawa suasana saat menyaksikannya."
"Terima kasih..." Isolde menjawab pelan.
Dari jarak dekat, Isolde tampak mungil. Namun ukuran tubuhnya sama sekali tidak mencerminkan keberadaannya. Ia adalah tipe perempuan yang memancarkan wibawa dan energi ke mana pun ia melangkah
Mungkin karena persidangan baru saja berakhir, sorot matanya hari ini terlihat lelah.
“Isolde, aku tidak menduga kau yang menjadi pengacara dalam kasus ini.”
“Aku sendiri pun tidak menduganya.”
"Tapi kenapa hari ini kau terlihat menerima kekalahan begitu saja?" Liam bertanya sambil memiringkan kepala. "Biasanya di kasus lain kau penuh tekad, ada apa hari ini?"
Isolde terdiam sejenak, lalu nada suaranya berubah serius.
“Kau tahu siapa klien terburuk untuk seorang pengacara?”
Liam tidak menjawab, ia hanya menunggu kelanjutannya.
“Yaitu orang-orang yang berbohong.”
"Kau juga tahu, kan? Aku selalu membela klienku sebaik mungkin berdasarkan perkataan mereka. Tapi jika mereka berbohong, aku tidak bisa berbuat apa-apa." Isolde menggelengkan kepalanya dan melontarkan nada sinis.
"Aku sudah memperingatkannya karena aku melihat gelagatnya, tapi dia bodoh sekali, cih!"
Hawa di sekitarnya menegang saat ia menyeringai getir.
“Kalau dia berani datang padaku untuk mengajukan banding? Coba saja. Akan kusambut dengan sebaskom air panas dan ku tendang ke luar.”
"Haha, kau ini masih sama saja ya..." Liam tertawa canggung. Carmilla juga menggaruk kepala sambil tersenyum, lalu berkata:
“Bagaimanapun, terima kasih untuk kerja keras kalian. Liam… dan juga kau, Isolde. Semua ini tidak mudah, apalagi karena suamiku yang…"
"Tidak, sama sekali tidak. Saya merasa terhormat bertemu dengan Anda, Nyonya Carmila." Isolde menoleh ke arah Carmilla sambil tersenyum, dan mengulurkan tangan seolah mengajak bersalaman.
"Selamat atas kemenangan Anda di sidang ini. Dan juga, selamat karena Anda akan bercerai dari pria bajingan itu."
"Terima kasih..."
Tepat ketika Carmilla hendak menyambut uluran tangan Isolde, terdengar suara teriakan dari kejauhan
CARMILA!
Dengan ekspresi datar, Carmilla melipat tangan dan menoleh ke sumber suara.
Seraphina, dengan rambut hitam dan mata birunya, berlari kencang menghampirinya dengan sorot mata tajam.
Dalam sekejap, Seraphina berhenti tepat di hadapannya dan mengayunkan tangan.
Plaaak!
Kepala Carmila menoleh ke samping karena tamparan keras itu.
"Berani-beraninya kau mempermainkan kami?" Suara penuh kebencian itu bergema keras.
Liam dan Isolde yang berdiri di sana tentu saja terkejut, dan semua pandangan pejalan kaki di sekitar langsung berpusat pada mereka.
Para jurnalis yang sebelumnya berada jauh kini maju tanpa ragu.
Seandainya ini situasi biasa, wanita sekelas Carmila tentu akan memilih menahan diri demi martabat keluarga.
Namun setelah semua penghinaan, tuduhan, dan fitnah selama ini…
hari ini benar-benar menjadi titik akhir kesabaran.
Ayah dan kakaknya saja tak pernah sekalipun mengangkat tangan padanya, tapi Seraphina justru menamparnya tanpa sedikit pun ragu.
Rasa panas dari tamparan itu langsung menyapu seluruh kesabaran yang tersisa. Setelah persidangan yang menguras emosi, provokasi seperti ini sama sekali bukan waktunya.
Menahan diri hanya akan membuat semuanya terasa tidak adil baginya.
Carmila menoleh pelan, lalu membalas tamparan itu tanpa ragu
Plaaak!
"Aaakh!"
"Ini bayaran karena sudah menggoda suamiku."
Seraphina mundur selangkah sambil memegangi pipinya yang ditampar.
Namun, Carmilla melangkah maju dengan langkah besar dan kembali menampar pipinya sekali lagi. Tamparan itu sangat keras hingga membuat telapak tangannya terasa panas.
PLAK!
"Aaakh!"
"Dan ini bayaran karena sudah mengkhianati ku sebagai seorang sahabat." Setelah menerima tamparan kedua, Seraphina terhuyung dan ambruk ke tanah.
Dalam balutan gaun putih, Seraphina yang ambruk terlihat begitu lemah, seolah memancing naluri siapa pun untuk melindunginya. Tetapi, Carmilla sudah tidak tertipu lagi oleh penampilan itu.
“Aku sudah lama ingin menamparmu. Baru sekarang rasanya terbalas,” ucap Carmila santai, seolah insiden barusan hanyalah hal kecil.
Seraphina yang masih terbaring sambil memegangi pipinya, mengangkat kepala dengan sorot mata yang tajam dan marah.
“Carmila… siapa kau sampai berani mempermainkan kami? Dan kau sampai berani mengatur saksi pal—”
“Oh, aku tidak tahu apa yang kau dibicarakan. Mungkin ada seseorang yang membenci diriku dan menyebarkan gosip palsu. Tapi Seraphina…”
Carmila mendekat dan menunduk sedikit, sambil tersenyum dingin di depan wajah lawannya.
“Kau dan Valerian sangat paham siapa yang mengkhianati lebih dulu.”
Mengenai saksi, Carmilla bersikeras berpura-pura tidak tahu sampai akhir.
Seraphina tidak bisa berkata-kata dan hanya merintih. Merasa kesal melihat sikap Carmilla, ia bangkit berdiri dengan mata penuh amarah.
"Awas kau—!"
Seraphina mengangkat tangan hendak menampar kembali.
Namun gerakan itu berhenti begitu saja.
Pergelangan tangannya sudah dicengkeram kuat oleh Alistair, yang sejak tadi memperhatikan dari dekat dan kini mengambil langkah tegas ke depan.
d tggu update nya