NovelToon NovelToon
Ibu Susu Pengganti

Ibu Susu Pengganti

Status: sedang berlangsung
Genre:Ibu Pengganti / Pernikahan Kilat / Pengganti / Kehidupan Manis Setelah Patah Hati
Popularitas:4.6k
Nilai: 5
Nama Author: Irh Djuanda

"Aku akan menceraikan mu!".

DUAR!!!!!

Seakan mengikuti hati Tiara, petir pun ikut mewakili keterkejutannya. Matanya terbelalak dan jantungnya berdebar kencang. Badu saja ia kehilangan putranya. Kini Denis malah menceraikannya. Siapa yang tak akan sedih dan putus asa mendapat penderitaan yang bertubi-tubi.

" Mas, aku tidak mau. Jangan ceraikan aku." isaknya.

Denis tak bergeming saat Tiara bersimpuh di kakinya. Air mata Tiara terus menetes hingga membasahi kaki Denis. Namun sedikitpun Denis tak merasakan iba pada istri yang telah bersamanya selama enam tahun itu.

"Tak ada lagi yang harus dipertahankan. Aju benar-benar sudah muak denganmu!'"

Batin Tiara berdenyut mendengar ucapan yang keluar dari mulut Denis. Ia tak menyangka suaminya akan mengatakan seperti itu. Terlebih lagi,ia sudah menyerahkan segalanya hingga sampai dititik ini.

"Apa yang kau katakan Mas? Kau lupa dengan perjuanganku salama ini?" rintih Tiara dengan mata yang berkaca-kaca.

"Aku tidak melupakannya Tiara,...

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Irh Djuanda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

26

Di bawah, Nancy menatap ke arah tangga dengan pandangan yang tajam dan penuh pikir. Tangannya memainkan sendok di cangkir teh, menciptakan bunyi berdenting kecil yang justru menandakan pikirannya sedang sibuk menimbang sesuatu. Raisa menyadari perubahan kecil itu.

"Nancy, kau kelihatan gelisah. Ada yang salah?" ucap Raisa pelan.

Nancy tersenyum samar, tapi matanya tetap menatap tangga.

"Tidak… aku hanya memikirkan sesuatu." sahutnya lirih.

"Jangan terlalu dipikirkan, kita sudah tua tidak boleh terlalu banyak berpikir." celoteh Raisa dengan senyum tipis.

"Ya, kau benar." singkat Nancy.

"Oh ya, Raisa. Perkenalkan ini Anindya, calon tunangan Denis." lanjutnya.

Anindya tersenyum lembut menatap Raisa sambil tertunduk sopan. Sedang Raisa merasa bingung mendengarnya,

"Maksudmu, Denis akan menikah lagi? Bukankah putramu sudah memiliki seorang istri?" tanyanya heran.

Nancy meletakkan sendoknya,lalu menatap Raisa dengan tatapan datar.

"Denis sudah menceraikannya." ucapnya datar.

Raisa terdiam. Senyum di wajahnya perlahan memudar, digantikan oleh ekspresi terkejut dan iba. Ia menatap Nancy lama, mencoba memastikan apakah ia tidak salah dengar.

"Menceraikannya?" ulang Raisa pelan.

"Aku turut prihatin mendengarnya." lanjutnya lagi.

"Aku sudah tak berharap banyak padanya. Aku sudah kehilangan cucuku dan kau tau satu hal bukan? Orang seperti kita pasti membutuhkan seorang penerus, dia... sudah tak bisa memberikannya." jelas Nancy.

Deg

Raisa membelalak mendengarnya,sendok ditangannya terlepas begitu saja dari pegangan nya. Ia merasa cerita itu sama persis dengan cerita kehidupan Tiara, wanita yang kini berada dibawah atapnya.

"Ada apa, Raisa? Kau terlihat tegang?" tanya Nancy tegang.

"Oh..tidak, Nancy. Aku hanya terkejut mendengarnya." sahut Raisa gugup.

Nancy memiringkan kepala, memperhatikan perubahan raut wajah Raisa yang tiba-tiba tampak canggung.

"Kau yakin? Kau kelihatan seperti baru saja mendengar sesuatu yang tak kau duga." tanya Nancy, alisnya terangkat tipis.

Raisa tersenyum kaku, berusaha menenangkan diri. Tangannya cepat mengambil sendok yang jatuh ke meja, menyembunyikan kegelisahan yang mulai merayap di dadanya.

"Ah, bukan apa-apa, Nancy. Hanya saja… aku tak menyangka saja kalau Denis, anakmu yang begitu setia bisa sampai bercerai."

"Setia? Ya mungkin dulu." sahut Nancy sambil tersenyum samar.

Pertemuan itu pun menjadi terasa canggung, Raisa yang sebelumnya senang melihat sahabat kecilnya itu datang bertamu, kini membuatnya tidak nyaman. Ia tak merasa Tiara dan Nancy terhubung satu sama lain. Ada kesamaan dalam cerita mereka masing-masing. Ditambah sikap Tiara yang berubah setelah melihat kedatangan Nancy, membuatnya semakin curiga.

Nancy menyesap tehnya perlahan, pandangannya tetap tajam dan penuh selidik. Setiap denting sendok yang menyentuh cangkir seperti mengisi keheningan di antara mereka. Raisa hanya bisa duduk diam, berusaha menyembunyikan gelisah yang makin sulit ia kendalikan.

"Raisa... di mana wanita tadi? Aku ingin bertemu dengannya." ucap Nancy.

Raisa menatap Nancy dengan gugup, jantungnya berdetak lebih cepat dari biasanya. Pertanyaan itu datang lebih cepat dari yang ia duga. Ia mencoba tersenyum tenang, tapi nada suaranya terdengar ragu.

"Oh… Tiara? Dia sedang beristirahat di atas. Tadi katanya kurang enak badan."

Nancy menatapnya tanpa berkedip, bibirnya menyunggingkan senyum samar yang entah apa artinya.

"Kurang enak badan, sepertinya wanita itu..."ucapnya pelan.

"Dia baru saja sembuh, Nancy. Mungkin lain kali saja aku memperkenalkannya padamu." potong Raisa cepat.

"Ya sudah. Kalau begitu kami pamit." ucap Nancy sambil membuang nafasnya pelan.

Nancy bangkit dari kursinya perlahan, gerakannya anggun namun dingin. Tatapannya masih sempat naik ke arah tangga sebelum ia menatap Raisa kembali.

"Terima kasih atas jamuannya, Raisa. Seperti biasa, kau selalu tahu cara menyambut tamu dengan baik," ucapnya dengan nada datar namun terselip makna yang sulit diartikan.

Raisa hanya mengangguk kecil, tersenyum canggung.

"Terima kasih sudah datang, Nancy. Hati-hati di jalan, ya. Salam juga untuk Denis."

Nancy tersenyum samar, senyum yang tak sampai ke mata.

"Ya, tentu. Mungkin lain kali aku akan datang lagi. Aku ingin berkenalan dengan wanita yang tinggal di rumahmu itu."

Kata-kata itu membuat dada Raisa terasa menegang. Ia hanya bisa membalas dengan anggukan kecil, menahan napas agar nada suaranya tidak bergetar.

"Baik, Nancy. Sampai jumpa."

Nancy dan Anindya pun berjalan menuju pintu. Namun sebelum benar-benar keluar, Nancy sempat berhenti sejenak di ambang pintu. Ia menoleh sekali lagi ke arah tangga, pandangan itu tajam, penuh tanya, seolah ia tengah mencoba mengingat sesuatu yang tertinggal di masa lalu.

"Nama Tiara… rasanya dia tampak tidak asing." gumamnya lirih, sebelum akhirnya melangkah pergi bersama Anindya.

Begitu pintu tertutup, Raisa langsung menghela napas panjang, seolah baru saja menahan udara terlalu lama. Tangannya bergetar ketika ia meraih cangkir teh yang sudah dingin di depannya.

"Ya Tuhan… kalau benar dugaanku, maka segalanya akan menjadi rumit." batin Raisa.

Ia buru-buru beranjak ke arah tangga, menaikinya dengan langkah cepat namun hati-hati.

Di lantai atas, Tiara masih berdiri di balik pintu kamarnya. Ia tak berani bergerak, wajahnya pucat pasi. Ia mendengar semuanya suara Nancy, nada dinginnya, dan tatapan yang terasa sampai ke balik dinding.

Saat pintu kamar terbuka, Raisa mendapati Tiara berdiri memeluk Reihan erat, matanya sembab dan tubuhnya gemetar.

"Tiara…" panggil Raisa pelan.

Tiara mengangkat wajahnya perlahan, air matanya menetes tanpa bisa ditahan.

"Tiara, ada apa denganmu? katakan padaku apa kau mengenal Nancy?" tanya Raisa pelan.

Tiara tak langsung menjawab. Napasnya tersengal, matanya memandang kosong ke arah lantai, seolah kata-kata Raisa baru saja menembus luka lama yang berusaha ia kubur dalam-dalam. Reihan masih dipeluknya erat, tangan mungil anak itu menggenggam ujung bajunya seolah ikut merasakan ketakutan sang ibu.

Beberapa detik kemudian, Tiara menelan ludah, suaranya bergetar ketika ia akhirnya bersuara.

"Aku… aku tidak menyangka akan bertemu dengannya lagi," ucapnya pelan, hampir seperti bisikan.

Raisa mendekat, memegang bahu Tiara lembut.

"Kau mengenalnya,?"

Tiara mengangguk perlahan.

"Dia… ibu mertuaku dulu."

Raisa tertegun. Napasnya tercekat sesaat, matanya membulat karena tak percaya.

"Jadi… Nancy itu..."

"Ya, Nyonya..." potong Tiara lirih, suaranya nyaris hilang.

Keheningan menyelimuti kamar itu seketika. Hanya terdengar suara hujan yang perlahan mulai turun di luar jendela. Raisa menatap Tiara dengan tatapan campuran antara iba dan kekhawatiran.

"Ya Tuhan…" desahnya pelan.

Tiara menghapus air matanya cepat, mencoba menegakkan tubuhnya meski jelas-jelas masih gemetar. Raisa memeluknya erat membuat Tiara lebih tenang.

"Kalau begitu, ini kali terakhir Nancy datang ke rumah ini. Aku tidak menyangka Nancy, dia wanita yang sangat kejam." ucap Raisa,

"Tidak apa-apa, Nyonya. Anda tidak perlu melakukan hal untukku." sahut Tiara sambil melerai pelukannya.

Raisa menggeleng pelan, menatap wajah Tiara dengan tatapan nanar.

"Tidak, Tiara. Aku tidak akan membiarkan kembali menderita. Aku pastikan kau akan baik-baik saja selama bersama ku."

1
Lisa
Denis baru merasakan kehilangan Tiara
Lisa
Galang menghindari Tiara nih
Lisa
Sekarang Denis baru menyesal
Lisa
Pasti Raisa tahu klo Nancy itu mantan mertuanya Tiara
Lisa
Hati Galang mulai lembut dan dapat menerima Tiara dirmhnya..
Lisa
Pasti lama² Galang suka sama Tiara
Lisa
Puji Tuhan Tiara dipertemukan dgn Raisa..ini adl awal yg baik..yg kuat y Tiara..jalani hidupmu dgn penuh harapan..
Lisa
Ceritanya sedih..
Lisa
Aku mampir Kak
sunshine wings
Ceritanya bagus author..
❤️❤️❤️❤️❤️
⭐️⭐️⭐️⭐️⭐️
❤️❤️❤️❤️❤️
Soraya
ku dh mampir thor lanjut
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!