bagaimana jadinya jika seorang gadis desa yang sering dirundung oleh teman sekolahnya memilih untuk mengakhiri hidup? Namun, siapa sangka dari kejadian itu hidupnya berubah drastis hingga bisa membalaskan sakit hatinya kepada semua orang yang dulu melukainya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mas Bri, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 17
Setelah kembali dari kamar Ayu, William terus mondar-mandir di dalam kamarnya. Hatinya tak tenang, pikirannya melayang kemana-mana. Ucapan orang tuanya yang akan mencarikan jodoh untuk pelayannya terus saja terngiang-ngiang dalam otaknya.
“Aku harus cari cara agar Papa membatalkan acara perjodohan itu. Bagaimanapun caranya dia tidak boleh dekat dengan laki-laki manapun,” gumam William.
Sepertinya malam ini dia tidak akan bisa tidur nyenyak karena pikirannya sendiri. Sudah mencoba duduk tetap saja tak tenang.
Laki-laki tampan itu akhirnya merebahkan tubuh atletisnya di atas tempat tidur king size dengan pikiran yang berkecamuk. Mencoba miring ke kanan tetap tidak bisa memejamkan matanya, ke kiri juga sama saja.
“Si*l! Papa sama Mama dapat ide dari mana sih, pake acara menjodohkan anak orang segala. Lebih baik carikan saja Juan yang suka keluyuran nggak jelas,” gerutunya.
Menyebut nama sang adik, William pun teringat kalau dia akan pergi malam ini berkat bocoran dari Vano. Dia pun bergegas menuju kamar Juan untuk memastikan. Sudah berkali-kali dia mengetuk pintu tapi tidak ada jawaban dari dalam. Willi pun membuka pintu kamar adiknya. “Tidak di kunci?” gumam sang kakak.
Kedua kakinya melangkah memasuki kamar bernuansa hitam sama seperti miliknya. Melihat setiap sudut ruangan, memastikan Juan berada di sana. “Kemana dia?” Gumamnya lagi.
Mata elang itu menelisik setiap sisi ruangan, ada satu benda yang membuatnya begitu penasaran dengan isi di dalamnya. Laki-laki tampan itu mendekat ke laci kecil di samping tempat tidur adiknya. Ada sebuah buku kecil berwarna merah muda dengan gambar hati di bagian depannya.
“Diary? Kenapa dia punya ini?” tanya Willi pada dirinya sendiri. Ini bukanlah milik adiknya, karena dia tahu betul apa yang disukai dan tidak oleh Juan. Tidak mungkin juga jika adiknya menggunakan buku kecil seperti ini untuk menulis agenda.
Karena rasa penasaran yang tinggi, satu tangan itu meraih dan membukanya. “Ay?” cicit William begitu membaca sebuah inisial di depan sampulnya. Hatinya semakin penasaran dengan isi didalamnya. Tangan kekar itu membuka perlahan buku diary.
“Apa yang Kakak lakukan?” terdengar suara dari arah pintu.
William kembali menutup buku itu. “Oh … kakak mencarimu sejak tadi. Sudah aku ketuk berulang kali tapi tidak ada jawaban dan pintu tidak terkunci, jadi kakak langsung masuk saja,” jelas Willi dengan buku yang masih di tangannya.
Juan langsung meraih buku diary berwarna merah muda di tangan sang kakak. “Jangan sentuh barangku,” ucapnya terdengar tidak suka.
“Maaf, aku hanya penasaran. Tidak biasanya laki-laki punya buku seperti milik gadis sekolahan,” jelas William.
“Hanya iseng.”
Melihat tingkah adiknya yang tidak suka entah karena kehadirannya atau karena buku tadi, William pun pergi dari sana. “Tidurlah, ini sudah malam.”
Setelah keluar, William tidak langsung kembali ke kamarnya. Dia pergi ke tempat para pelayan rumahnya beristirahat. Tujuannya ke sana hanya satu, yaitu menemui gadis yang selalu mengusik hidupnya.
“Ayu,” panggilnya pelan takut yang lain terbangun.
“Ayu,” panggilnya lagi.
Sampai tiga kali tetap tidak ada jawaban dari dalam. Merasa putus asa, dia pun kembali menuju kamarnya. Baru beberapa langkah terdengar suara pintu terbuka.
“Tuan.”
Laki-laki itu langsung membalikkan badannya. “Belum tidur?”
“Belum.”
“Apa saya mengganggu kamu?”
“Tidak, Tuan. Ada yang bisa dibantu?” tanya gadis cantik itu. Dia pun berjalan keluar kamarnya agar bisa leluasa bicara.
“Bisa temani saya? Sepertinya penyakit saya kambuh,” ucap William.
“Tuan sakit?” Ayu mulai panik mengetahui tuannya sakit. Kakinya maju beberapa langkah agar lebih dekat dengannya.
William hanya menganggukkan kepalanya.
Tangan kecilnya reflek menempelkannya di kening sang majikan.