NovelToon NovelToon
BAYANGAN DALAM MELODY

BAYANGAN DALAM MELODY

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / BTS / Persahabatan
Popularitas:700
Nilai: 5
Nama Author: JM. adhisty

"Persahabatan adalah ikatan yang tak terpisahkan, hingga cinta datang dan menjadikannya sebuah pilihan."

Kisah ini berputar di sekitar dinamika yang rapuh antara dua sahabat karib yang datang dari kutub kehidupan yang berbeda.

Gabriella, gadis kaya raya dengan senyum semanis madu, hidup dalam istana marmer dan kemewahan yang tak terbatas. Namun, di balik sampul kehidupannya yang sempurna, ia mendambakan seseorang yang mencintainya tulus, bukan karena hartanya.

Aluna, gadis tangguh dengan semangat baja. Ia tumbuh di tengah keterbatasan, berjuang keras membiayai kuliahnya dengan bekerja serabutan. Aluna melihat dunia dengan kejujuran yang polos.

Persahabatan antara Gabriella dan Aluna adalah keajaiban yang tak terduga
Namun, ketika cinta datang mengubah segalanya
Tanpa disadari, kedua hati sahabat ini jatuh pada pandangan yang sama.

Kisah ini adalah drama emosional tentang kelas sosial, pengorbanan, dan keputusan terberat di antara cinta pertama dan ikatan persahabatan.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon JM. adhisty, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

CANDAAN JAKET DENIM

Pagi hari di gerbang utama Kampus Rajawali. Udara masih segar, tetapi bagi Aluna, suasananya terasa berat.

Aluna berjalan kaki menuju gerbang kampus, langkahnya terasa lebih lambat dari biasanya. Semalaman ia tidak bisa tidur, dihantui oleh bayangan Yoga di lorong belakang kafe. Ia membayangkan tatapan dingin Yoga, janji mutlaknya, dan rasa malu yang ia rasakan saat rahasianya terbongkar.

"Bagaimana aku harus bersikap?" Pikir Aluna.

Jika ia bersikap terlalu dingin, Yoga mungkin curiga dan merasa Aluna tidak menghargai janjinya. Jika ia bersikap terlalu ramah, Axel atau Gabriella mungkin akan menyadari ada sesuatu yang berubah. Aluna merasa seperti seorang aktris yang harus memainkan peran sempurnanya hari ini.

Ia menarik napas dalam-dalam, bersiap mengenakan topeng mahasiswa yang ceria dan bebas masalah saat ia melintasi gerbang.

Tepat saat Aluna memasuki area kampus, suara raungan mesin yang familier membelah keheningan pagi.

Sebuah mobil sport mewah berwarna merah cerah berbelok tajam dan berhenti tepat di samping Aluna. Itu adalah Gabriella.

"Aluna! Pagi!" seru Gabriella dengan semangat, menjulurkan kepalanya dari jendela.

Di belakang Gabriella, berderetlah lima motor sport mewah. Big Five—Jhonatan, Kevin, Jay, Axel, dan Yoga—tiba, seperti biasa, mendominasi pemandangan.

Axel adalah yang pertama melepas helm, senyumnya hangat. "Kamu tidak naik bus hari ini, Aluna? Kami bisa mengantarmu ke kelas."

Jay menyengir. "Atau, kamu bisa naik di mobil Gaby. Hari ini Gaby membawa mobil barunya, dia harus pamer sedikit!"

Aluna berusaha tersenyum, menyembunyikan jantungnya yang berdebar kencang. Ia memaksakan pandangannya tertuju pada Gabriella dan Axel.

"Pagi, Gaby! Pagi, semuanya," jawab Aluna, berusaha terdengar normal. "Aku baik-baik saja, terima kasih. Aku suka berjalan kaki di pagi hari."

Aluna tahu, di antara mereka semua, ada satu tatapan yang harus ia hindari. Ia merasakan kehadirannya yang sunyi di ujung barisan.

Yoga masih mengenakan helmnya, hanya melepaskan kaca depannya. Ia diam dan mengamati dari balik bayangan helmnya. Aluna merasakan tatapannya—tatapan yang kini tahu seluruh ceritanya. Itu bukan tatapan menghakimi, melainkan tatapan pengawas yang menegaskan: Aku ingat janjiku, dan aku ingat rahasiamu.

Aluna dengan cepat memalingkan wajahnya ke Gabriella, merasa sedikit tidak nyaman di bawah pengawasan Yoga yang diam.

"Ayo, Aluna! Masuk!" desak Gabriella. "Kita harus cepat. Aku mau cerita rencana pestanya Ariana. Axel bilang musisi yang keren itu akhirnya setuju tampil!"

"Musisi?" tanya Aluna, pura-pura tertarik untuk menghindari tatapan Yoga.

Axel mengangguk penuh semangat. "Ya! Teman Adikku itu akhirnya setuju untuk tampil di pesta Ari. Dia anak yang sangat berharga. Kami harus menjemputnya nanti sore."

Aluna hanya tersenyum, lega karena semua perhatian teralih pada pesta dan musisi misterius itu. Ia naik ke mobil Gabriella, berusaha keras mengendalikan ekspresinya.

Tepat sebelum Gabriella tancap gas, Aluna tanpa sengaja melirik spion, dan Yoga di belakangnya mengangguk kecil—sebuah gerakan samar yang hanya ditujukan untuknya. Itu adalah konfirmasi sunyi dari janji yang mereka buat semalam: Rahasia aman. Aku di sini.

Meskipun hatinya sedikit tenang, Aluna tahu, bermain peran di depan Gabriella dan Axel itu tidak mudah karna Yoga tahu seluruh kebenaran akan menjadi tantangan terbesarnya hari ini.

*Area parkir dan koridor utama Kampus Rajawali.

Mobil sport Gabriella berhenti di area terdepan, dan Aluna turun. Di belakang mereka, lima motor mewah Big Five terparkir sempurna. Pemandangan itu, seperti biasa, menarik semua perhatian.

Aluna merasakan semua mata tertuju padanya, tetapi ia berusaha bersikap biasa saja. Ia tahu ini adalah bagian dari menjadi teman Gabriella.

Tiba-tiba, dari sisi gedung, Alexa muncul. Ia bersama dua temannya dan langsung melihat pemandangan di gerbang. Kebencian di wajah Alexa seketika mengeras.

Di mata Alexa, Aluna adalah pusat perhatian. Ia melihat Aluna turun dari mobil Gaby dengan senyum, dikelilingi oleh Axel yang hangat dan Yoga yang berdiri tegak.

"Dia bahkan tidak menyadari statusnya. "Batin Alexa penuh dendam.

"Dia pikir dia sudah menjadi bagian dari kita hanya karena naik mobil Gaby." Alexa mengepalkan tangannya. Rasa jijik dan cemburu membanjiri dirinya. Ia membenci bahwa gadis beasiswa itu begitu mudah mendapatkan akses ke lingkaran yang selama ini ia idam-idamkan.

Ia melihat Aluna, yang mengenakan jaket denim lamanya, berjalan sejajar dengan Gabriella, sang pewaris. Itu adalah pemandangan yang tak tertahankan.

"Lihat itu," desis Alexa pada temannya. "Dia bahkan tidak berusaha mengganti pakaian lusuhnya. Dia sengaja memamerkan 'kesederhanaan' di depan Axel. Dia menjijikkan."

Alexa terpaksa menahan diri. Ia tidak bisa membuat kekacauan lagi. Ia harus menunggu, tetapi kemarahan itu membuatnya berjanji: Kebahagiaan Aluna akan segera ia hancurkan.

sesampainya di Ruang kelas Kewirausahaan. Mereka semua duduk bersama, menunggu dosen yang terlambat.

Aluna duduk di samping Gabriella, merasa lebih santai sekarang karena ia sudah melewati gerbang. Axel duduk di depannya, dan Jay serta Kevin duduk di belakang.

Jay menyenggol bahu Aluna dengan ujung pulpennya.

Jay: "Aluna, aku ada pertanyaan serius nih. Kenapa kamu selalu pakai jaket denim itu? Apakah itu semacam simbol perlawanan terhadap fashion mewah kami?"

Aluna Tertawa kecil "Tentu saja, Jay. Ini adalah jaket keberuntunganku. Lagipula, ini adalah high fashion di dunia orang biasa."

Kevin Ikut menimpali, nadanya menggoda "Jangan begitu, Aluna. Kami hanya khawatir jaket itu tidak cukup hangat untuk menghadapi dinginnya AC di Markas kami. Mungkin Gaby perlu membelikanmu jaket winter edisi Paris?"

Aluna Memutar bola matanya , tetapi tersenyum "Terima kasih atas kekhawatiran finansialmu, Kevin. Jaket ini sudah membawaku sejauh ini, bahkan sampai bisa duduk di samping orang-orang kaya seperti kalian. Aku rasa ini jaket yang sangat ajaib."

Gabriella menimpali "Dengar tuh! Berhenti mengganggunya, guys! Aku suka jaketnya Aluna. Itu otentik."

Axel Berbalik, memberikan senyum hangat kepada Aluna "Gaby benar. Aluna itu otentik. Tidak perlu mengubah apa pun. Tapi, kalau jaket itu mulai sobek, bilang padaku. Aku akan menyuruh penjahit terbaik memperbaikinya, bukan menggantinya."

Axel sengaja mengatakan 'memperbaikinya,' menghormati nilai emosional benda itu bagi Aluna.

Di sudut, Yoga duduk diam. Ia mendengar semua candaan itu. Ia mengamati Aluna yang tertawa lepas, namun ia juga mencatat kelelahan samar di mata gadis itu.

Meskipun candaan Jay dan Kevin ringan, Yoga tahu betapa sensitifnya Aluna terhadap status sosialnya. Yoga merasa puas dengan tanggapan Axel yang suportif. Namun, ia juga merasakan beban rahasia yang ia pikul—ia tahu jaket itu bukan satu-satunya hal yang dipakai Aluna untuk menutupi kenyataan kerasnya.

Yoga bersyukur atas tawa yang memenuhi ruangan itu. Ia menikmati momen ini, tetapi ia khawatir di tengah kehangatan ini, ada ancaman yang mengintai.

Aluna masih dengan tawa ringan nya , lega karena kehangatan persahabatan mereka terasa nyata, seolah mampu menghapus bayangan dingin Yoga di lorong kafe semalam.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!