Ketika hidupnya diinjak-injak dan harga dirinya dihancurkan, Raka Wiratama menemukan sebuah kekuatan misterius—Sistem Upgrade Emosi.
Semakin besar amarahnya, semakin kuat pula dia menjadi.
Dari seorang pemuda biasa yang diremehkan semua orang, Raka Wiratama perlahan bangkit. Setiap penghinaan, setiap luka, dan setiap pengkhianatan… hanya membuatnya lebih kuat!
Dengan amarah sebagai bahan bakar, Raka Wiratama bertekad untuk membalikkan takdir.
Musuh yang dulu meremehkannya, kini gemetar ketakutan.
Dunia yang menertawakannya, kini dipaksa berlutut di bawah kekuatannya!
💥 Inilah kisah seorang pemuda yang menjadikan amarah sebagai senjata untuk menaklukkan dunia!
[Karya ini hanyalah ide yang muncul tiba-tiba. Jadi kalau tiba-tiba gak update, maaf banget ya]
[Jadwal Update: Setiap hari jam 0.00 WIB]
#Kalau telat berarti belum selesai dan sedang ada kendala.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nocturne_Ink, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 17 - Kabur Dengan Alasan Kebelet
Pagi-pagi buta, sinar matahari menembus jendela dan perlahan menghangatkan bumi.
Saat teman sekamarnya masih terlelap, Raka Wiratama sudah bangun dari ranjang hangatnya.
Demi ngilangin kesan kayak anak cupu yang nggak ada harapan, dia mutusin buat biasain diri bangun pagi tiap hari—belajar di kelas dan latihan nulis rapi.
Meski buku panduannya udah naik level jadi “Kristalisasi Pengetahuan Tingkat Satu”, Raka Wiratama tetap butuh latihan soal tiap hari biar ilmunya nggak luntur.
Dia sadar, meski kemarin sempet keliatan jenius, kalau dibandingin sama Nabila Ayu, dia masih jauh banget.
Jam setengah enam pagi, pedagang sarapan udah mulai buka lapak di depan gerbang sekolah, nunggu murid-murid datang.
Maya Putri sama Nabila Ayu adalah top 3 seangkatan, yang tiap tahun posisinya nggak pernah geser. Wajar aja, mereka tiap hari waktunya habis buat belajar.
Pas Raka Wiratama masuk kelas, Maya Putri udah asik ngapalin kosakata bahasa Inggris.
Meskipun matanya masih keliatan agak sembab, dia tetap angguk singkat waktu Raka Wiratama nyapa, “Pagi!”
“Pagi.” jawab Maya Putri datar.
Ngelihat Maya Putri segigih itu, Raka Wiratama bisa paham kenapa cewek itu selalu nangkring di peringkat tiga besar. Sedangkan Nabila Ayu, lebih gokil lagi—kesannya santai, tapi hasilnya sering juara satu.
'Orang kerja keras pasti ada hasil, sedangkan gue? Kalau bukan karena sistem, mungkin masih tidur mimpi indah sekarang.' pikir Raka Wiratama.
Dia duduk tenang di bangkunya, terus buka buku buat latihan nulis biar tulisannya nggak kayak cakar ayam.
Menurut guru matematika, jawabannya selalu benar. Tapi… kalau tulisan jeleknya dipake pas ujian masuk universitas, bisa-bisa nilainya anjlok ratusan poin karena tulisannya gak kebaca.
Sambil nulis, dia juga buka catatan pinjaman dari Nabila Ayu. Tulisan cewek itu rapi banget, halus, dan enak dilihat.
Raka Wiratama jadi ngerasa, mungkin karena latar keluarganya, Nabila Ayu tumbuh jadi anak yang anggun, polos, dan baik hati.
Pas matanya terus mantengin tulisan itu, pikirannya malah keinget kejadian ciuman beberapa hari lalu. Dia sempet bengong.
Suasana kelas cuma diisi suara Maya Putri ngucap kata-kata Inggris dengan nada jernih. Raka Wiratama tiba-tiba pengen waktu berhenti di momen ini.
Tapi mendadak, suara ribut kedengeran dari pintu.
Ternyata Adi Kuncoro masuk, matanya item kayak panda, bawain dua bungkus sarapan.
Raka Wiratama mendengus, inget kejadian semalam, bikin darahnya masih mendidih.
Adi Kuncoro sendiri kaget lihat Raka Wiratama udah ada di kelas sepagi ini. Dia senyum kecil, terus naruh bungkus sarapan di meja Nabila Ayu dengan santai.
“Nabila, ini gue bawain buat lu.”
Maya Putri langsung nyolot dingin, “Nggak usah, simpen aja buat lu sendiri.”
“Tapi… gue sengaja beliin buat Nabila. Sayang banget kalau nggak dimakan.”
“Nggak sia-sia kok! Gue yang makan!” Raka Wiratama langsung nimbrung, mandang Adi Kuncoro dengan tatapan menantang.
Adi Kuncoro ciut. Dia tahu Raka Wiratama berani ngadepin orang seganas Damar Prasetyo, apalagi cuma dia. Tapi masalahnya, ini sarapan khusus buat Nabila Ayu. Rasanya kayak bawa Nasi Uduk yang isinya komplit terus dilempar ke kucing.
Belum sempet dia protes, Raka Wiratama udah ambil bungkusannya.
"Hmm, bubur ayam lengkap, segelas teh hangat, setengah potong pisang, sama tiga lontong isi." Dia langsung makan tanpa basa-basi.
Sistem tiba-tiba bunyi:
[Ding! Upgrade bubur ayam lengkap membutuhkan 50 poin emosi. Apakah Host yakin untuk upgrade?]
Raka Wiratama langsung pencet confirm, penasaran. Siapa tahu dapat skill kayak kemarin pas upgrade minuman es jeruk.
[Ding! Bubur ayam lengkap berhasil di upgrade, Host mendapatkan 'Bubur Penambah Ginjal Level 1', yang dapat membantu organ dalam Host jadi hangat]
Raka Wiratama ngelus dada, kecewa tapi pasrah. Skill bener-bener datangnya random, nggak bisa dipaksa.
Setelah sarapan selesai, kelas makin rame sama murid-murid lain.
Tiba-tiba Maya Putri nyamperin sambil bawa kertas soal, “Raka, gue buntu di nomor ini. Bisa jelasin nggak?”
Belum sempet jawab, suara kaget nyelonong masuk, “Hei Maya! Kamu ngapain?!”
Ternyata Nabila Ayu.
Maya Putri udah geser Aldi Pratama biar bisa duduk deket Raka Wiratama. Dia pasang muka polos, “Aku cuma nanya soal kok.”
Nabila Ayu ngelotot, “Kalau ada soal, tinggal tanyanya ke aku aja!”
Sambil nyolek Maya Putri, dia bisik-bisik, “Kamu lupa ya kita masih taruhan sama dia?”
Maya Putri manyun, gigit bibir, “Tapi kamu telat dateng, aku harus nanya ke siapa jadinya?”
Raka Wiratama ketawa kecil, “Taruhan apapun, santai aja. Namanya juga teman sekelas, saling bantu nggak masalah.”
Dia liatin soal. Ternyata itu bukan soal biasa, tapi soal tingkat perguruan tinggi—jelas Maya Putri lagi nguji dia.
Raka Wiratama mikir, 'Jadi dia nggak pernah bener-bener damai sama gue ya.'
Sejujurnya, Raka Wiratama beneran nggak bisa jawab. Pengetahuan otaknya masih mentok.
Tapi dia pura-pura santai, geleng kepala sambil senyum, “Maya, masa soal segampang ini aja lu nanya?”
Maya Putri melotot, “Segampang ini?”
“Iya, coba lu pikir lagi. Kalau sore nanti masih buntu, baru ke gue lagi.”
Sebelum Maya Putri sempet balas, Raka Wiratama langsung berdiri, “Udah ah, kebanyakan minum teh anget tadi. Gue ke toilet dulu, kebelet.”
Tanpa nunggu respon, dia kabur pake jurus pamungkas: alasan kebelet pipis.
Kalau nggak, bisa-bisa dia ketauan kalau beneran nggak bisa jawab.
Tinggalah Nabila Ayu sama Maya Putri bengong di tempat. Maya Putri manyun dan balik duduk ke bangkunya dengan bete.
[BERSAMBUNG]