NovelToon NovelToon
Tangisan Di Malam Pertama

Tangisan Di Malam Pertama

Status: sedang berlangsung
Genre:Selingkuh / Cinta Terlarang / Beda Usia
Popularitas:7.9k
Nilai: 5
Nama Author: fania Mikaila AzZahrah

Naia Seora 25 tahun, pengantin baru yang percaya pada cinta, terbangun dari mimpi buruk ke dalam kenyataan yang jauh lebih mengerikan yaitu malam pertamanya bersama suami, Aryasatya, berakhir dengan pengkhianatan.


Naia dijual kepada pria bernama Atharva Aldric Dirgantara seharga dua miliar. Terseret ke dunia baru penuh keangkuhan, ancaman, dan kekerasan psikologis, Naia harus menghadapi kenyataan bahwa kebebasan, harga diri, dan masa depannya dipertaruhkan.


Dengan hati hancur namun tekad menyala, ia bersumpah tidak akan menyerah meski hidupnya berubah menjadi neraka.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon fania Mikaila AzZahrah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab. 17

Kadir langsung menutup mulut Safar dengan telapak tangannya, mata melotot ke arah dokter.

“Sssttt!! Jangan dilanjutin, Far! Kau bikin jantungku hampir copot, stop berfikir yang aneh-aneh. Seharusnya kita berdoa dan berharap semoga Mbak Naia baik-baik saja!”

Dokter menghentikan langkahnya, menatap dua remaja itu dengan alis terangkat. Ia bahkan belum sempat bicara sepatah kata pun keduanya sudah kembali berbicara menebak apa yang terjadi.

Safar perlahan menurunkan tangan Kadir dari mulutnya, wajahnya semakin tegang.

“Tapi lihat ekspresi dokter tadi mukanya serius sekali kayak ada hal-hal jelek terjadi kepada Mbak Naia…” sahutnya Safar dengan raut wajah yang serius.

Kadir menepuk jidat sendiri, lalu berbisik cepat. “Muka dokter memang begitu, Far! Bukan berarti kondisi Mbak Naia semakin drop.”

Dokter akhirnya berdehem pelan, menutup berkasnya, lalu menatap mereka berdua dengan tenang. “Kalian ini kenapa sudah panik duluan? Saya bahkan belum sempat bicara menjelaskan apa yang terjadi kepada teman kalian.”

Safar dan Kadir saling pandang, wajah mereka memerah, lalu serentak menunduk malu. Tapi tubuh keduanya masih kaku, dada naik turun cepat menahan gugup, tegang bercampur perasaan konyol yang tak bisa mereka sembunyikan.

Dokter menutup berkasnya perlahan, lalu menatap kedua pemuda itu dengan ekspresi serius.

“Begini, ya… kondisi pasien, Mbak Naia…” ia berhenti sejenak, membuat Safar dan Kadir menahan napas bersamaan.

“Mbak Naia kenapa Dokter!? Jangan bikin kami ketakutan,” sela Kadir.

“Ya Allah semoga saja Mbak Naia nggak kenapa-kenapa,” cicitnya Safar.

Dokter perempuan itu geleng-geleng kepala melihat tingkah lucu dan absurd kedua remaja tanggung itu.

“Teman kalian insha Allah tidak terjadi hal-hal yang menakutkan malah kalian akan memiliki calon keponakan, Naia Seora sedang hamil. Usia kandungan kira-kira jalan dua bulan.” jelasnya dokter itu sambil tersenyum ramah.

Seolah petir menyambar di ruang tunggu itu. Safar langsung mendongak ke langit-langit puskesmas sambil menepuk jidatnya sendiri.

“Hah!? Hamil!? Jalan dua bulan!? Ya Rabbi, jangan bilang aku yang jadi bapaknya…” ucapnya spontan saking kagetnya sampai mulutnya los kontrol.

Kadir buru-buru menoleh dengan wajah syok, lalu langsung menjitak kepala Safar.

Plak!!

“Weh! Kau jangan ngawur, Far! Baru kemarin kita belajar nyetir pick up, mana sempat bikin Mbak Naia hamil! Lagian Mbak Naia itu sudah punya suami jadi wajarlah dia bunting anak suaminya,” ketus Kadir.

Safar meringis menahan sakit yang memegangi kepalanya sembari tertawa cengengesan. “Aku kan cuma kaget, Dir. Mulutku kepeleset!”

Kadir menghela napas panjang, tapi wajahnya juga masih tegang. Ia menoleh ke arah dokter dengan canggung, lalu berkata cukup lirih, “Tapi, dok apa Mbak Naia dan calon bayinya baik-baik saja? Kami berdua sangat khawatir karena tiba-tiba Mbak Naia pingsan.”

Dokter yang sedari tadi mencatat di berkas pasien tiba-tiba menoleh dengan ekspresi campur aduk antara serius dan geli. Ia mendorong kacamatanya ke atas batang hidung, lalu mengangguk pelan.

“Alhamdulillah, kondisi janin stabil. Cuma ibunya kecapekan, mungkin kurang asupan makan dan istirahat. Jadi tidak ada yang terlalu gawat,” jelasnya tenang.

Namun setelah melihat wajah Safar dan Kadir yang tegang bercampur panik, dokter menahan tawa kecil lalu nyeletuk.

“Eh, tapi tadi saya kaget juga dengar kamu teriak-teriak merasa jangan-jangan jadi bapaknya. Tenang, Nak… tes DNA belum perlu sekarang. Lagian, kalau pun kamu yang jadi bapaknya, biar saya yang pertama kali kasih ceramah sekalian surat rujukan ke KUA.”

Safar langsung melongo, sementara Kadir mendengus sambil geleng-geleng kepala.

“Dokter, sumpah jangan nambah stres aku sudah panik saking paniknya aku lupa kalau mbak Naia sudah menikah,” gumam Kadir kesal.

“Loh, saya bukan bikin stres. Saya cuma latihan humor biar pasien cepat sembuh. Percaya sama saya, ketawa itu juga obat,” sahut dokter sambil senyum tipis.

Naia membuka matanya perlahan. Cahaya lampu puskesmas menusuk pandangan, membuatnya harus mengedip beberapa kali. Kepalanya masih berat, tapi ia sadar ada dua sosok yang duduk kaku di kursi sebelah ranjang.

Safar dan Kadir sontak bangkit begitu melihatnya siuman. “Mbak Naia! Alhamdulillah sudah sadar!” ujar Safar, nadanya setengah lega, setengah panik.

Naia menoleh lemah, lalu melihat ekspresi aneh di wajah keduanya. Bibirnya bergerak pelan, “Kenapa kalian berdua kayak lihat hantu?”

Kadir saling pandang dengan Safar, lalu menunduk ragu. Safar akhirnya berdeham dan maju setengah langkah.

“Ehm jadi begini, Mbak. Kata dokter njenengan itu anu… hamil. Jalan dua bulan.” jawabnya Kadir terbata-bata.

Naia terdiam sebentar. Lalu menarik napas panjang. Wajahnya memucat, tapi bukan karena kaget lebih karena menahan sesak di dada. Ia memandang lurus ke arah mereka berdua.

“Ya Allah, ini anaknya Tuan Muda Atharva, kenapa disaat seperti saat ini aku malah hamil anaknya? Bisa-bisa kalau sampai Tuan Muda Atharva tau kalau aku hamil darah dagingnya hal paling buruk bisa terjadi,” batinnya Naia yang bahagia,cemas, takut dalam waktu bersamaan ketika mendengar kabar gembira berita kehamilannya.

Suasana mendadak hening. Safar dan Kadir yang tadi masih sempat bercanda, kini benar-benar menahan dirinya agar tidak kembali berkomentar aneh. Mereka bisa melihat dari wajah Naia ada luka besar yang belum pernah ia tunjukkan sebelumnya.

Kadir akhirnya duduk kembali, menunduk penuh rasa bersalah. “Maafkan kami, Mbak… kami terlalu banyak ngomong. Kami nggak tahu kalau yang njenengan simpan itu berat sekali.”

Naia terdiam lama setelah kalimat itu meluncur dari bibirnya. Ia hanya bisa menatap langit-langit ruangan, membiarkan tetes air mata jatuh satu per satu.

“Ya Allah…” batinnya merintih, “aku harus bagaimana sekarang? Aku sudah kabur dari kehidupan suamiku, Atharva Aldric Dirgantara. Suami yang tak pernah kupilih suami yang kudapat karena aku dijual oleh Aryasatya Wijaya, lelaki yang dulu kucinta dan kupercaya, tapi tega menukar kehormatanku dengan tanda tangan.”

Dadanya sesak. Ingatan itu kembali menghantam dadanya yaitu pernikahan kilat dengan Arya yang hanya berumur sehari, lalu perceraian yang bahkan belum sempat kering tintanya.

Tak ada waktu untuk bernapas, ia langsung dinikahkan lagi dengan lelaki yang sama sekali tak dikenalnya bernama Atharva seorang pria asing, berusia jauh di atasnya, berwajah dingin, dan berkuasa.

“Menikah hanya dua hari… lalu aku kabur. Aku tinggalkan dia, aku tinggalkan kamar hotel itu, karena aku tahu kalau bertahan, aku hanya akan menjadi tawanan di sangkar emasnya.”

Tangannya meraba perutnya yang masih rata, tapi kini terasa berbeda. Ada kehidupan di dalamnya, bukti dari masa lalu yang tak bisa dihapus.

“Dan sekarang aku hamil anaknya,” pikirnya dengan suara batin memikirkan masa depannya.

“Bagaimana nasib anak ini? Bagaimana jika Atharva tahu aku masih membawa darahnya dalam rahimku? Apakah aku akan kembali ditarik ke dalam jerat obsesinya atau apakah aku harus terus berlari, menyembunyikan rahasia ini untuk selamanya?”

Air matanya tak terbendung lagi. Naia menutup wajah dengan kedua telapak tangannya, tubuhnya bergetar menahan sesal.

Dia tahu, jalan yang dipilihnya penuh duri. Namun satu hal yang pasti, ia tak ingin kembali ke pelukan pria yang selama ini menjadi mimpi buruk dalam setiap tidurnya.

Naia duduk bersandar di ranjang puskesmas, matanya kosong menatap jendela. Tangannya masih menempel di perutnya yang rata, seolah ingin melindungi sesuatu yang belum terlihat. Bibirnya bergetar, lalu pelan-pelan ia berbisik pada dirinya sendiri.

“Aku harus pergi dari sini, aku harus berpamitan pada Bapak Haji Abidin dan Bu Hajah Wahidah. Tempat ini sudah tidak aman lagi bagiku. Selama Lampard, anak buah kepercayaan Tuan Muda Atharva, masih berkeliaran di sekitar villa itu… cepat atau lambat dia pasti akan tahu kalau aku masih di sini.”

Suaranya makin lirih, hampir tenggelam oleh isak kecil. “Dulu Kak Claudia pernah bilang… keempat mantan istri Tuan Atharva semuanya berakhir mengenaskan. Mereka sakit jiwa lalu meninggal satu per satu. Semua karena hamil dan anak-anak yang mereka kandung ditolak, tidak diinginkan. Mereka depresi sampai kehilangan kewarasan.”

Naia menutup wajahnya dengan kedua telapak tangan. Tubuhnya bergetar hebat, air mata menetes deras. “Apa aku juga akan bernasib sama? Ya Allah… jangan biarkan aku jadi seperti mereka.”

Safar dan Kadir yang sejak tadi duduk di bangku panjang dekat pintu, saling pandang dengan wajah cemas. Mereka awalnya ingin pura-pura tidak dengar, tapi suara Naia terlalu jelas untuk diabaikan.

Safar berdehem pelan, mencoba memecah keheningan. “Mbak Naia… kalau njenengan mau pergi, bilang saja. Aku dan Kadir siap bantu. Meskipun kami cuma anak muda, tapi kami nggak tega lihat njenengan ketakutan begini.”

Kadir menimpali dengan nada serius yang jarang ia tunjukkan. “Betul, Mbak. Kami tahu njenengan kuat, tapi bukan berarti harus jalan sendiri. Jangan pikul semua beban sendirian. Kalau memang bahaya itu nyata, kita bisa cari cara bareng-bareng.”

Naia menurunkan tangannya, menatap dua remaja itu dengan mata merah dan bengkak. Senyum tipis muncul, getir sekaligus tulus.

“Kalian ini kenapa selalu ada buat aku, padahal aku sering sembunyiin kebenaran dari kalian?”

Safar menggaruk kepalanya yang tak gatal. “Ya karena… gimana ya, Mbak. Njenengan itu udah kayak kakak buat kami. Kalau kakak kami nangis, ya otomatis hati kami ikut sakit.”

Kadir mengangguk, meski matanya juga berkaca-kaca. “Dan kalau kakak kami lari ya kami siap lari bareng.”

Naia tercekat, dadanya sesak oleh haru. Untuk pertama kalinya, di tengah ketakutan dan ancaman yang terus membayanginya, ia merasa tidak benar-benar sendirian.

Keesokan harinya, Naia melangkah pelan di jalan setapak taman puskesmas. Udara pagi masih basah oleh embun, aroma daun dan bunga liar menyelinap ke dalam hidungnya. Ia mencoba menenangkan diri setelah semalaman penuh pikiran yang tak menentu.

Tiba-tiba, dari balik punggungnya terdengar suara berat dan familiar,

“Lama tak jumpa, Naia Seora.”

Deg.

Langkah Naia langsung terhenti. Jantungnya berdegup begitu kencang, seolah ada palu godam yang menghantam dada. Tubuhnya menegang, kaki yang tadi melangkah terasa seketika membeku di tanah.

Urat-urat di lehernya menegang, bulu kuduknya meremang, napasnya tersendat. Ia tak berani menoleh, seakan hanya dengan memutar kepala, seluruh mimpi buruk yang ia hindari selama ini akan kembali nyata.

Tangannya gemetar halus di sisi tubuh, wajahnya perlahan memucat. Bagai patung, tubuhnya terpaku di tempat, tanpa sepatah kata pun keluar dari bibirnya.

1
Isma Isma
baguss Leni kasih tau niaa biar Ndak timbul masalah baruu 🥰🥰🥰🥰
GeGe Fani@🦩⃝ᶠ͢ᵌ™: kan bagus kalau banyak fans 🤭🤣
total 1 replies
Hana Ariska
gak sabar nunggu kelanjutan nya
GeGe Fani@🦩⃝ᶠ͢ᵌ™: Alhamdulillah makasih banyak.. insya Allah besok double update
total 1 replies
Milla
Pasti nyaaa anak buah tuan muda arthava 🤭 semangat up thorrr🙏🌹
GeGe Fani@🦩⃝ᶠ͢ᵌ™: Belum tentu 🤭🤣
total 1 replies
Hijriah ju ju
sangat bagus menghibur
Marlina Taufik
seru ni di tunngu lanjut y
GeGe Fani@🦩⃝ᶠ͢ᵌ™: makasih banyak kak 🙏🏻🥰

insha Allah besok lanjut soalnya kalau malam mau jualan dulu cari tambahan penghasilan meski dikit ☺️🤗🙏🏻
total 1 replies
Milla
Lanjutt thorrr💪🌹
GeGe Fani@🦩⃝ᶠ͢ᵌ™: insha Allah besok kakak 🙏🏻🥰
total 1 replies
Hijriah ju ju
sungguh miris kisah hidupmu
Rahmi Jo
kenapa nggak dibantu??
Hijriah ju ju
najong loh Arya
Rahmi Jo
kok bisa dahulu bisa jatuh cinta??
Hijriah ju ju
wajar dikasari
Uba Muhammad Al-varo
semoga semua usaha kamu berhasil Naia dan kamu bisa bangkit sementara Artharva menjalani kesembuhan, sebenarnya Artharva orang nya baik tapi caranya salah besar membuat Naia menderita dan kau Arya tunggu detik2 kehancuran mu
GeGe Fani@🦩⃝ᶠ͢ᵌ™: oh ho siap
total 3 replies
Uba Muhammad Al-varo
sungguh memilukan hidup mu Naia, semoga ditempat baru nanti hidup mu akan bahagia
GeGe Fani@🦩⃝ᶠ͢ᵌ™: amin ya rabbal alamin
total 1 replies
Uba Muhammad Al-varo
ayo Naia pergi dari kampung mu,cari daerah/tempat untuk menata hidup mu lebih baik lagi dan bikinlah hidup mu dan anakmu kuat,agar bisa membalas semua perbuatannya si Arya
Uba Muhammad Al-varo
kenapa kejadian tragis hanya terjadi pada Artahrva seharusnya terjadi juga pada si Arya keparat
Siti Aminah
ceritanya bagus
AsyifaA.Khan⨀⃝⃟⃞☯🎯™
semoga bahagia
GeGe Fani@🦩⃝ᶠ͢ᵌ™: amin ya rabbal alamin
total 1 replies
Ana Natsir
setuju
Ana Natsir
semoga nggak gila
Ana Natsir
sedih jdi mewek
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!