Wang Bao pemuda pekerja keras menyelamatkan sepupunya dari sebuah kecelakaan, namun malah tertabrak dan melakukan transmigrasi ke dunia lain memasuki tubuh pemuda yang memiliki nama yang sama dengannya. Di dunia tersebut jiwa Wang Bao masuk ke dalam tubuh tuan muda dari keluarga bangsawan, mengetahui hal tersebut Wang Bao sengat senang hidup dengan kekayaan Wang Bao berpikir akhirnya tiba kesempatan untuknya bersantai tanpa harus bekerja mati-matian untuk mencari uang sayangnya ternyata Wang Bao terjebak ke dalam keluarga seniman beladiri, yang mengutamakan kekuatan membuat Wang Bao berpikir untuk melarikan diri dari dunia bela diri tapi semakin ingin melarikan diri Wang Bao semakin terjebak.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mirna Yuliana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tidak Bernama
Hari dengan cepat telah berganti malam, mereka memilih untuk beristirahat di hutan, Wang Bao duduk di kereta sementara tetua Yingjie dan Yungjie duduk di depan perapian asyik mengobrol.
"Hei kawan! Mau aku lepas ikatanmu?" Tanya Wang Bao karena merasa jenuh dan bosan, kali ini ingin mengobrol dengan anak yang dibawa tetua Yungjie.
Ia mendengus, lalu pelan-pelan menganggukkan kepalanya.
"Sini!"
Wang Bao membuka kain yang masih di sumpalkan di mulutnya, menunggunya mengumpat tapi kali ini anak itu hanya diam menunggu dengan sabara ikatannya dilepas.
"Jangan kabur ya! Tadi saya sudah izin pada kakek Yingjie dan Yungjie katanya kalau kamu kabur tidak akan dikejar paling akan mati dimangsa hewan liar, dan katanya disekitar sini bukan hanya hewan liar tapi juga hewan spritual pemangsa manusia jadi harus hati-hati," tutur Wang Bao sambil membuka ikatannya.
"Kau mau makan?" Tanya Wang Bao lagi, Lawan bicaranya tidak bereaksi hanya merenggangkan sedikit tubuhnya yang terasa kaku.
"Ayolah, makan ini. Kakak ke-duaku ternyata membungkuskanku banyak makanan dalam barang bawaanku," Wang Bao tanpa segan memberikannya satu roti utuh padanya.
Matanya berbinar-binar melihat roti milik Wang Bao, disusul suara keroncongan dari perutnya.
"Kamu lapar kan, cepat makan!" Ucap Wang Bao
Tangannya maju mundur mengambil uluran tangan Wang Bao, Wang Bao tidak sabar dan menyumpulkan begitu saja roti ke mulutnya.
Seketika semua roti langsung habis dimakan, tapi perutnya masih terus berbunyi. Anak itu malu meminta lagi, tapi Wang Bao tahu ia masih lapar dan memberikan beberapa roti lagi untuknya.
Matanya berbinar-binar, melihat tumpukan roti yang diberikan Wang Bao padanya. Rasa roti milik Wang Bao begitu berbeda dengan roti yang sering ia makan, terasa lembut, manis dan beraroma harum benar-benar enak tertelan di tenggorokannya sama sekali tidak tersedak.
"Ini enak!" Gumamnya dengan mulut penuh roti
"Pelan-pelan, kalau lapar nanti akan aku kasih lagi."
Mendengar Wang Bao akan memberi lebih banyak lagi membuat matanya berbinar-binar.
"Siapa namamu?" Tanya Wang Bao lalu duduk disampingnya.
"Tidak ada nama," Jawabnya dengan mulut masih mengunyah roti.
"Tidak ada nama? Berarti tidak ada orang tua? Rumah?"
Anak itu mengangguk membenarkan.
"Berarti kau juga tidak tau berapa usiamu ya?" Gumam Wang Bao.
"Sepuluh," Ucapnya tiba-tiba berbicara tanpa ditanya, "Sepuluh tahun!" Ulangnya lagi.
"Eh? Nama tidak punya, tapi kau ingat umurmu?"
"Kakakku bilang umurku sepuluh tahun, sama dengan waktu kelahiran anak yang punya rumah paling besar dikota," Jawabnya lagi.
"Bagaimana cara mengukur umur seperti itu?" Wang Bao tidak begitu paham.
"Kata kakakku waktu anak itu lahir semua orang bersorak, dan akupun juga ternyata lahir hari itu tapi ibu meninggal karena melahirkanku."
"Ternyata begitu, kupikir kau lebih tua dariku ternyata malah lebih mudah lima tahun, jangan salahkan aku itu karena kau punya tubuh yang besar."
"Jadi dimana kakakmu?" Wang Bao bertanya lagi karena penasaran.
Ia kembali menggelengkan kepalanya, tidak tahu dimana saudaranya berada sekarang sudah lama mereka berpisah untuk menghidupi diri masing-masing.
"Bagaimana kalau kuberikan nama? Saat sampai di sekte nanti kau harus punya nama keren siapa tau sepuluh atau dua puluh tahun nanti kau jadi seniman beladiri yang hebat."
Lawan bicaranya mengangguk setuju dengan usulan Wang Bao.
Wang Bao berfikir, memilih nama yang cocok dengannya.
"Bagaimana kalau Qiaulong?" Tanya Wang Bao meminta pendapat.
Ia mengangguk senang, tapi tiba-tiba Yungjie menyela.
"Terus saat kau memperkenalkan diri semua orang akan tertawa," Celetuknya kemudian tertawa terbahak-bahak.
"Kenapa?" Tanyanya bingung melihatnya tertawa, Wang Bao memang asal memilih nama.
"Kamu tanya kenapa? Dengarkan aku saat orang bertanya siapa namamu terus kamu bilang namaku Qiaulong "Naga keriting dari sekte Zhongnan Hahahaha!"
Yungjie tertawa terpingkal-pingkal.
"Yingjie lihatlah anak yang kau bawa ini benar-benar unik Pftthhahahah!!!!"
"Ah! Kakek berhenti tertawa!" Wang Bao mendengus, kembali berfikir memikirkan nama yang lain.
"Kalau begitu bagaimana dengan Long wei?" Wang Bao meminta pendapat.
Lawan bicaranya kembali mengangguk setuju.
"Baiklah dengarkan aku mulai sekarang namamu Long wei, kelak jika orang bertanya siapa namamu jawab dengan percaya diri seperti ini " Dengarkan namaku Long wei! Petarung sehebat naga!" Wang Bao berdiri sambil memperagakan.
"Jadi siapa namamu?" Tanya Wang Bao mengulang kembali perkenalannya.
"Namaku Long wei, p-petarung sehebat naga!" Long Wei malu-malu memperkenalkan dirinya.
Yungjie kembali tertawa cekikikan takut membuat kedua remaja itu malu.
Semenjak saat itu Long wei menjadi begitu penurut tapi hanya pada Wang Bao.
Setiap lapar Long Wei akan berkeliaran disekitar Wang Bao, setelah diberikan makanan Long Wei berterimakasih dengan membawa barang-barang Wang Bao kadang-kadang mengendong Wang Bao jika medan tidak bisa dilalui kereta.
"Long Wei apa kau ini anak anjing? Terus mengekori kemanapun Wang Bao pergi? Lakukan apapun yang ingin kau lakukan jangan menunggu perintah orang lain." Yingjie menegurnya memberikan sedikit nasehat, tapi Long Wei tidak begitu peduli.
"Benar Long Wei, jangan mau diperintah orang lain ya!" Wang Bao menambahkan lalu dibalas anggukan oleh Long Wei.
"Setelah keluar dari hutan ini, di depan sana kita akan memasuki kota Huzhou kemudian barulah kita sampai di wilayah Zhongnan," Yungjie menjelaskan, lalu Wang Bao dan Long Wei mendengar dengan baik, dalam perjalanan mereka juga banyak diberi nasehat sebelum resmi menjadi murid dalam sekte Zhongnan.
Kereta mereka telah keluar dari hutan, melewati perbatasan kota lalu mulai masuk ke dalam kota Huzhou.
Mereka beristirahat sejenak di kedai makan, sebelum melanjutkan kembali perjalanannya.
Sementara tetua Yingjie dan Yungjie, pergi sebentar untuk mengurus sesuatu.
"Nah Long Wei pesanlah, katakan pada pelayan makanan yang ingin kau makan."
"Roti." Jawab Long Wei singkat.
"Tidak, tidak, jangan roti terus. Kau pasti bosan makan roti terus selam tiga hari maka lah yang lain."
"Roti enak." Long Wei menjawab dengan begitu polos.
"Iya, iya, akan aku berikan roti lagi nanti lagipula aku masih punya banyak roti yang dibungkus kakak ke-duaku, tapi untuk sekarang makanlah yang lain."
Long Wei lama berfikir, terlihat malu dan ragu-ragu saat pelayan menunggu pesanannya.
"Wang bao, saya hanya tau roti saja." Ucapnya malu-malu.
Wang Bao tertegun sejenak, mengerti kenapa selama ini Long Wei tidak banyak bicara dan hanya senang mendengar serta memilih untuk diperintah orang lain. Ternyata karena Long Wei benar-benar tidak tahu apa-apa.
"Baiklah, kalau begitu mari kita pesan semuanya. Pelayanan bawakan semua menu hari ini."
...***...