Ayunda Anindita, seorang gadis yatim piatu yang hidup menderita di kota Bandung. ia memiliki bibi dan sepupu yang jahat kepadanya. suatu saat ia bertemy dengan pria tampan yang kaya raya. mampu kah Ayunda hidup bahagia dengan seorang pria kaya atau justru ia hanya di jadikan asisten?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ella ayu aprillia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
17
Di cafe kubu...
Seorang wanita paruh baya dengan penampilan elegan dan anggun memasuki cafe kubu. Tak lama seorang waiters menghampiri dan mempersilahkan duduk di salah satu meja kosong.
"Saya kesini tidak untuk makan, tapi saya kesini mau mencari anak saya. Kamu pegawai baru di cafe ini?" Tanya nya sambil melihat penampilan Ayunda dari bawah sampai ke atas. Seolah mencari - cari hal yang menarik dalam diri sang gadis.
"Iy... Iya bu. Maaf ibu mau mencari siapa ya?"Tanya Yunda dengan sopan.
"Saya mau mencari Taufik, apa dia masih ada di sini?"
"Oh.. Mas Taufik masih ada di ruangan yang bu. Silahkan langsung saja ke atas."
"Hmmm..." Namun sebelum bu Nina, mama Taufik itu melangkah pergi. Ia menatap dalam ke arah Ayunda.
"Saya tidak suka anak saya dekat - dekat karyawannya apalagi gadis miskin seperti kamu. Jadi cukup hari ini saja kamu membuat masalah dengan calon menantu saya, Melisa. Kalau saya tahu kamu masih mendekati anak saya, kamu akan tahu akibatnya."
Ayunda hanya menunduk mendengar ucapan ibu dari bosnya itu. Ia tidak menyangka jika kejadian siang tadi telah sampai di telinga ibu sang pemilik cafe. Ia dapat menduga kalau Melisa telah memberi tahu masalah ini dengan ibu Nina.
Melisa yang melihat itupun lantas mendekati Ayunda dengan senyum liciknya.
"Kamu lihat Yunda, bagaimana tante nina begitu percaya kepadaku. Kamu tidak akan mampu bersaing dariku untuk mendapatkan Taufik karena dia itu hanya milikku."
"Kamu salah mengira mbak, aku sama sekali tidak berniat untuk mendekati mas Taufik. Saya tidak memiliki perasaan sedikitpun dengannya. Saya di sini berniat untuk bekerja gak lebih. Jadi kalau kamu anggap aku adalah saingan kamu untuk mendapatkan mas Taufik kamu salah besar."
Tanpa mengatakan apapun lagi Ayunda bergegas pergi kebelakang bergabung dengan karyawan yang lain.
***
Bu Nina sudah berada di depan ruangan putranya. Tanpa mengetuk pintu, beliau langsung masuk dan memasang wajah penuh amarah dan kecewa. Sedangkan Taufik yang kaget karena pintu ruangannya tiba - tiba terbuka tanpa diketuk pun langsung mendongakan kepalanya.
Taufik melongo menatap sang mama yang datang tanpa mengetuk pintu terlebih dulu.
Melihat kedatangan sang mama, Taufik pun berdiri dari kursinya dan mendekati sang mama sambil memeluknya.
Lalu Taufik mengajak mama Nina untuk duduk di sofa yang berada di dalam ruangannya.
"Mama.. Kenapa datang tanpa memberi tahu Taufik?"
"Oh.. Jadi sekarang kalau mama mau datang ke cafe anak mama sendiri harus lapor dulu sama kamu?"
"Eh.. Bukan gitu maksut aku ma.. Aku yakin mama kesini tanpa alasan."
"Tadi Melisa telepon mama sambil nangis, katanya ada karyawan baru yang membuat kamu memarahi dia habis - habisan. Apa yang sudah kamu lakukan dengan Melisa? Kamu tahu kan kalau Melisa itu anak dari sahabat mama. Mama gak enak kalau sampai sahabat mama tahu kamu menyakiti anak kesayangan nya. Melisa rela kerja di cafe ini agar bisa dekat dengan kamu. Padahal kalau dia mau, ia bisa saja membuka cafe untuk dirinya sendiri."
"Maa sudahlah, jangan terlalu membela dia. Dia yang salah karena sudah membuat karyawan baru disini terkena masalah. Mama jangan selalu mendengarkan cerita dia yang belum tentu benar.
Kalau mama nggak percaya mama bisa lihat sendiri rekaman CCTV nya."
Taufik memutar ulang rekaman CCTV tersebut dan hal itu membuat Nina syok.
"Astaga Fik, jadi ini kerjaan Melisa? Aduh mama terlanjur memarahi karyawan baru itu dan mengancamnya untuk menjauhi kamu."
"Apaaa... Mama sudah ketemu sama ayunda dan sudah mengancamnya?"
Mama Nina hanya tersenyum kecut.
"Mama mama.. Taufik sudah sering bilang sama mama kalau harus mendengar kedua pihak dulu kalau mau menyelesaikan masalah."
"Maaf nak, mama terlalu percaya sama Melisa. Tapi nanti mama akan temui lagi gadis itu dan mama akan minta maaf sama dia."
"Syukurnya kalau mama sadar. Ayunda itu gadis yang baik dan tulus ma.."
Mama Nina tersenyum mendengar hal itu, pasalnya sang putra memang tidak pernah memuji gadis manapun. Tapi sekarang? Dia jelas memuji gadis yang baru ditemuinya.
"Hmm.. Sepertinya mama mencium bau bau orang yang sedang jatuh cinta nih."ucapnya sambil tersenyum jahil.
"Apa sih mama.. Nggak kok Tufik cuma bilang apa adanya." balasnya sambil tersenyum penuh arti.
"Aahhh... Akhirnya putra mama yang ganteng ini merasakan jatuh cinta. Dengan siapapun kamu dekat, asal dia adalah orang yang baik mama akan setuju sayang."
Senyum manis kembali terbit di bibir Taufik.
***
Jam sudah menunjukkan pukul 4 sore. Ayunda, Tika dan Putri pun memutuskan untuk pergi ke supermarket setelah pulang dari cafe. Sesuai rencana tadi pagi kalau mereka akan membeli kebutuhan dapur dan berbagai sayur mayur. Hampir satu jam mereka habiskan waktu untuk memilih barang - barang yang mereka butuhkan. Tika dan Putri sedang antri di kasir sedangkan Ayunda akan pergi ke kamar mandi karena ingin buang air kecil.
Ayunda berjalan sambil memainkan ponsel ditangannya sampai tak sadar jika didepannya ada seorang pria yang sedang berdiri memunggunginya dan akhirnya ia pun ia menabrak orang tersebut.
Ayunda kaget sampai ponsel yang dipegangnya pun terjatuh.
Dengan cepat ia mengambil ponselnya kembali kemudian menatap sosok ya g telah berdiri didepannya dengan sorot mata yang dingin dan tajam.
Ayunda terpaku melihatnya, ia tidak menyangka akan selalu bertemu denganya dengan segala kejadian yang memalukan.
"Maaf Pak.. Eh kak.. Aku gak sengaja."
"Kamu selalu saja ceroboh, jalan itu lihat ke depan bukanya lihat ke ponsel."
"I.. Iya Pak maaf," ucapnya sambil menundukkan kepalanya.
"Kamu pikir saya bapak kamu.."
"Ehh.." Bingung sudah Ayunda kalau begini.
"Hmm kak.. Maaf sekali lagi kak.."
Dari arah belakang tika berteriak memanggil namanya..
"Ayunda kamu sudah belum, ini kita sudah selesai bayarnya." teriak Tika dengan suara melengking.
Ayunda dan Nathan pun kompak menutup telinga mereka masing - masing..
"Maaf kak saya harus pergi, sekali lagi saya minta maaf."
***
"Maa.. Ini gimana aku besok sudah harus bayar uang study tour. Kalau besok aku gak bayar aku gak akan bisa ikut study tour." Eka tampak gelisah dan murung. "Mama juga bingung Ka, besok juga kita harus bayar tagihan bank. Ini semua gara - gara Yunda yang pergi dari kota ini. Hidup kita jadi berantakan dan hutang hutang kita semakin menumpuk. Lagipula bisa gak sih kamu itu rubah gaya hidup kamu. Jangan suka nongkrong dan beli barang yang tidak dibutuhkan. Kita itu harus hemat Eka."
"Eka gak bisa ma, nanti Eka dibully sama temen Eka. Eka malu kalau temen temen aku tahu kalau aku orang miskin."
Tiba ; tiba saja Eka mendapatkan sebuah ide. Eka tersenyum smirk dan berkata pada bi Yati.
"Maa bagaimana kalau kita jual saja rumah ayunda itu. Lumayan kan bisa kita pakai buat mencukupi kebutuhan kita."
Senyum mengembang sempurna di wajah wanita paruh baya itu.
"Benar juga kamu, bagaimana kalau kita besok kerumah itu."
"Aku setuju ma.."
Mereka pun kemudian tertawa bersama..
Bisakah mereka menjual rumah peninggalan orang tau Ayunda?