Lyra hanyalah gadis biasa yang hidup pas-pasan. Namun takdir berkata lain ketika ia tiba-tiba terbangun di dunia baru dengan sebuah sistem ajaib!
Sistem itu memberinya misi harian, hadiah luar biasa, hingga kesempatan untuk mengubah hidupnya 180 derajat. Dari seorang pegawai rendahan yang sering dibully, Lyra kini perlahan membangun kerajaan bisnisnya sendiri dan menjadi salah satu wanita paling berpengaruh di dunia!
Namun perjalanan Lyra tak semudah yang ia bayangkan. Ia harus menghadapi musuh-musuh lama yang meremehkannya, rival bisnis yang licik, dan pria kaya yang ingin mengendalikan hidupnya.
Mampukah Lyra menunjukkan bahwa status dan kekuatan bukanlah hadiah, tapi hasil kerja keras dan keberanian?
Update setiap hari bisa satu episode atau dua episode
Ikuti perjalanan Lyra—dari gadis biasa, menjadi pewaris terkaya dan wanita yang ditakuti di dunia bisnis!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Madya_, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
17. Lyra marah
Pagi itu, sinar matahari masuk melalui jendela besar kamar Lyra, membuatnya terbangun perlahan. Ia menarik napas dalam, merasa tubuhnya ringan setelah tidur nyenyak.
“Masuk,” ucapnya sambil merapikan rambutnya.
(Ding, hadiah hari ini: 5 poin dan keterampilan berenang. Level sistem bertambah. Fitur baru terbuka.)
“Eh? Berenang? Pas banget, aku hari ini mau berenang sama Hera dan Gea,” gumamnya senang.
(Ding, benar. Selain itu, levelmu bertambah, sehingga fitur Ruang Belajar kini aktif. Waktu di sana berjalan 1 banding 10. Ada kulkas yang waktunya berhenti, untuk menyimpan makanan tanpa basi atau kadaluarsa.)
Lyra terpaku sesaat, lalu tersenyum lebar. “Serius? Jadi aku bisa belajar dan latihan sepuasnya tanpa buang waktu? Itu luar biasa, Zen!”
(Ding, benar. Ini langkah besar untuk meningkatkan kemampuanmu.)
Lyra mengambil ponselnya, membuka status datanya, lalu memasukkan kelima poin yang baru didapat ke IQ.
“Lumayan,” gumamnya puas.
...----------------...
Resort Mewah
Beberapa jam kemudian, Lyra sudah tiba di resort mewah tempat mereka janjian. Hera melambai ceria dari kursi santai, sementara Gea hanya tersenyum malu-malu.
“Lyraaa! Sini cepat!” seru Hera.
Lyra melangkah anggun, namun tatapannya sempat menangkap sekelompok gadis yang menatapnya aneh. Di antara mereka ada Sindy, gadis berambut cokelat panjang dengan ekspresi sinis.
Siapa dia sampai bisa dekat sama Hera secepat ini? pikir Sindy kesal. Aku bertahun-tahun berusaha menjilat Hera, tapi nggak pernah sedekat itu. Anak baru ini seenaknya saja masuk lingkarannya.
Tatapan tajam Sindy tidak luput dari Lyra. Namun, Lyra hanya mengangkat satu alis lalu kembali bercanda dengan Hera dan Gea, menunjukkan bahwa ia tidak peduli.
Ketika Lyra hendak mengambil minum, Sindy mendekat. Senyumnya manis, tapi matanya menyimpan niat jahat.
DOR!
Tanpa aba-aba, Sindy mendorong Lyra hingga jatuh ke kolam sedalam lima meter.
BYUUURR!
Air dingin menyelimuti tubuh Lyra. Ia menahan napas, tubuhnya refleks berputar di bawah air. Karena tidak siap, sempat ada rasa panik sesaat.
“LYRAAA!” Hera menjerit panik.
Gea berdiri dengan wajah pucat, ingin menolong tapi bingung harus apa.
Namun, sebelum Hera meloncat, Lyra muncul ke permukaan dengan tatapan tajam. Rambutnya basah menempel di wajahnya, sorot matanya menusuk seperti bilah pisau.
Ia berenang ke tepi, naik dengan gerakan mantap, dan melangkah tegap menuju Sindy.
PLAK!
Tamparan keras mendarat di pipi Sindy. Semua orang terdiam.
“Beraninya kamu—!” sindy bersuara bergetar.
“Aku paling benci dua hal.” Suara Lyra datar namun dingin. “Ditunjuk sembarangan, dan… orang yang mencoba berbuat jahat padaku.”
PLAK!
Kali ini, Hera yang menamparnya. Wajahnya merah penuh amarah. “Aku nggak nyangka kamu segitu kejinya, Sindy!”
Gea hanya menatap tajam, namun sorot matanya menusuk lebih daripada kata-kata.
Kerumunan mulai bersorak, beberapa bahkan merekam kejadian itu. Sindy menunduk, wajahnya merah karena malu, sebelum berbalik dan lari terbirit-birit.
...----------------...
Setelah Insiden
Di restoran resort, Hera masih merasa bersalah.
“Aku… aku minta maaf banget, Lyra. Kalau aku tahu bakal ada Sindy…”
Lyra tersenyum kecil, menyuap makanan dengan santai. “Hera, jangan salahin diri sendiri. Ini bukan salahmu. Orang seperti dia cepat atau lambat akan menunjukkan sifat aslinya.”
Gea menatap Lyra dengan kagum. “Kamu keren banget… Aku nggak bisa segitu beraninya.”
Lyra terkekeh ringan. “Aku cuma nggak suka diinjak-injak. Kalian berdua itu baik itulah alasan aku mau temenan sama kalian.”
Hera menghela napas lega, akhirnya ikut tersenyum.
...----------------...
Jalan Pulang
Lyra menyetir pulang dengan santai. Jalanan cukup lengang, membuatnya sedikit bersenandung pelan.
Namun, suara Zen tiba-tiba terdengar serius.
(Ding, Lyra… ada mobil hitam yang mengikuti kita. Sudah 10 menit.)
Lyra memegang erat kemudi. “Apa?”
Jantungnya mulai berdetak cepat. Ia menekan pedal gas, mencoba mempercepat mobil. Mobil di belakang ikut melaju, tetap menjaga jarak.
“Zen, arah kanan atau kiri?”
(Ding, kanan, ada jalan kecil untuk mengecoh.)
Lyra membanting setir. Ban berdecit keras, meninggalkan jejak hitam di aspal. Namun, mobil hitam itu tetap mengikuti.
BRUK!
Tiba-tiba, sebuah batu besar menghantam kaca depan.
CRAAAK!
Kaca pecah, serpihannya beterbangan.
“Aghhh!” Lyra menutup wajahnya, tapi serpihan kaca melukai tangannya. Darah merah segar mulai mengalir, terasa panas dan perih.
“Zen! Aku—”
(Ding, tenang, terus melaju!)
Lyra menggigit bibirnya, mencoba tetap fokus. Mobil hampir kehilangan kendali, rodanya sedikit tergelincir ke pinggir jalan sebelum ia berhasil menarik kembali ke jalurnya.
Dari arah berlawanan, mobil sport hitam Roy melaju kencang. Begitu melihat keadaan Lyra, ekspresinya berubah total—mata merah menyala, wajah dingin tanpa emosi.
Roy keluar dari mobilnya, berdiri tegap seperti bayangan maut.
“Nona Lyra.” Suaranya datar. “Serahkan pada saya.”
Lyra menatapnya, matanya masih menyimpan kemarahan. “Cari tahu siapa dalangnya. Balas mereka… tanpa ampun.”
Roy hanya mengangguk. “Baik.”
Ia kembali ke mobilnya, melesat dengan kecepatan mematikan mengejar para penyerang.
Mobil hitam Roy melaju seperti peluru. Tatapannya dingin, kedua tangannya mantap memegang kemudi. Tidak ada rasa ragu sedikitpun di wajahnya.
Mobil para penyerang mulai kehilangan kendali ketika Roy memotong jalurnya. Ia memutar setir dengan presisi, memaksa mereka berhenti di jalanan sepi yang dikelilingi pepohonan lebat.
Roy turun dengan langkah perlahan, tetapi penuh tekanan yang membuat udara terasa berat.
“Siapa… siapa kau?” salah satu penyerang berteriak gugup.
Roy tidak menjawab. Ia hanya menatap mereka dengan mata merah menyala, seperti predator yang baru saja menemukan mangsa.
Dalam sekejap, tubuhnya bergerak cepat.
PRAAANG!
Suara kaca mobil pecah ketika Roy memukulnya dengan tangan kosong.
“Aaargh!” salah satu pria ditarik keluar, dilempar ke tanah dengan brutal.
Roy menekan bahu pria itu dengan kakinya, wajahnya tetap tanpa ekspresi.
“Berani menyentuh nona Lyra?”
Pria itu meronta ketakutan. “A-aku cuma disuruh! Jangan—JANGAN!!”
Namun, Roy tidak peduli. Dengan gerakan cepat, ia mematahkan tangan pria itu. KRRAKK!
Jeritan kesakitan menggema di tengah hutan sunyi.
Pria kedua mencoba kabur, tetapi Roy menariknya dengan kekuatan tak manusiawi.
“Lari?” suara Roy serendah bisikan, tapi mengerikan. “Tidak ada yang bisa lari setelah mengancam nyawa tuanku.”
Dengan sekali hantaman, Roy membuatnya pingsan.
Setelah memastikan semua penyerang lumpuh, Roy berdiri tegak, napasnya tetap stabil.
Beberapa menit kemudian, para pria itu sudah buta dan bisu, tindakan dingin yang dilakukan Roy dengan keahlian mengerikan yang bahkan tidak meninggalkan jejak medis.
Roy menarik tubuh mereka ke belakang mobil, memasukkannya satu per satu seperti sampah tak berguna.
Ia melajukan mobil menuju sebuah hutan yang terkenal penuh dengan binatang buas, serigala liar, beruang, dan ular berbisa.
Tanpa berkata apa-apa, Roy membuang mereka di sana, lalu menatap gelapnya hutan.
“Semoga kalian cukup kuat untuk bertahan hidup… kalau tidak, itu masalah kalian.”
Roy kembali ke mobil, wajahnya tetap tanpa emosi. Di matanya, mereka sudah bukan manusia hanya ancaman yang pantas dihapuskan.
...----------------...
Villa Lyra
Lyra buru-buru masuk ke kamar, menutup pintu rapat-rapat agar Bi Asih dan Bi Reni tidak melihat lukanya.
Dengan tangan gemetar, ia membersihkan darah di lengannya, menahan perih yang menusuk. Walau tampak tenang, matanya menyala penuh dendam.
“Zen… kalau aku terus begini, aku akan jadi korban lagi.”
(Ding, dunia ini tidak ramah untuk orang yang terlalu baik, Lyra. Kamu harus jadi lebih kuat.)
Beberapa saat kemudian, Roy masuk dengan ekspresi datar.
“Mereka sudah saya lumpuhkan,” katanya pelan namun dingin. “Sekarang mereka buta dan bisu. Saya lempar mereka ke hutan yang penuh binatang buas.”
Lyra menatap Roy. Bukannya takut, ia justru merasa lega. “Bagus. Mereka pantas mendapatkannya."
Zen muncul, suaranya berat.
(Ding, aku sudah menemukan dalangnya. Ini semua perbuatan Lina Kandiswara… bersama Sindy. Mereka bersekongkol.)
Jemari Lyra mengepal kuat. “Lina… Sindy… Baiklah. Kalian pikir bisa menyingkirkanku?”
Senyum dingin muncul di wajahnya.
“Aku pastikan kalian akan menerima balasan yang jauh lebih kejam.”
Jangan lupa like, subscribe dan komen agar author semangat update. Terima kasih