NovelToon NovelToon
Asmaraloka

Asmaraloka

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Reinkarnasi / Time Travel / Kehidupan di Sekolah/Kampus / Naik Kelas
Popularitas:991
Nilai: 5
Nama Author: ryuuka20

Ketika Romeo dan Tina mengunjungi sebuah museum desa terpencil, mereka tidak pernah menyangka bahwa patung kuno sepasang Dewa Dewi Asmara akan membawa mereka ke dunia lain—Asmaraloka, alam para dewa yang penuh kemegahan sekaligus misteri. Di dunia ini, mereka bukan lagi manusia biasa, tapi reinkarnasi dari Dewa Kamanjaya dan Dewi Kamaratih—penguasa cinta dan perasaan.
Terseret dalam misi memulihkan keseimbangan cinta yang terkoyak akibat perang para dewa dan iblis, Romeo dan Tina harus menghadapi perasaan yang selama ini mereka abaikan. Namun ketika cinta masa lalu dan masa kini bertabrakan, apakah mereka akan tetap memilih satu sama lain?
Setelah menyadari kisah cinta mereka yang akan berpisah, Sebagai Kamanjaya dan Kamaratih mereka memilih hidup di dunia fana dan kembali menjadi anak remaja untuk menjalani kisah yang terpisahkan.
Asmaraloka adalah kisah epik tentang cinta yang melintasi alam dan waktu—sebuah petualangan magis yang menggugah hati dan menyentuh jiwa.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ryuuka20, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

17. Keputusan Dewa dan Dewi Asmara

Di tengah langit keemasan Asmaraloka yang bersinar hangat, menara-menara istana agung menjulang tinggi dikelilingi oleh cahaya yang tak pernah redup. Burung-burung berwarna permata berputar di langit, dan udara dipenuhi harum melati dan bunga kamboja abadi. Di aula megah itu, Tina dan Romeo berdiri berdampingan, mengenakan pakaian kebesaran mereka sebagai Dewa Kamanjaya dan Dewi Kamaratih—pakaian yang bersinar seiring detak hati mereka yang semakin dalam terhubung.

Di hadapan mereka, berdiri Sang Brahmana Agung, berjubah putih yang memantulkan cahaya langit.

“Ananda Kamanjaya, Ananda Kamaratih,” suara sang brahmana bergema lembut namun penuh kuasa.

“Kalian telah menunaikan tugas-tugas Asmaraloka. Menghidupkan cinta yang padam, mengobati luka lama, dan menyuburkan kembali ladang hati yang kering di dunia fana. Kini... tiba waktunya memilih.”

Tina menunduk. Hatinya gelisah. Ia melihat tangannya sendiri—yang tak lagi bergetar oleh ragu, tapi kini terisi kekuatan cinta yang ia pelajari lewat perjalanan mereka.

“Kalian boleh tinggal di Asmaraloka,” lanjut sang brahmana, “menjadi dewa-dewi cinta selamanya, menjaga dunia dari atas langit. Atau... kembali ke dunia manusia. Tapi jika kalian kembali, semua kenangan akan hilang. Kalian akan lupa siapa kalian di sini. Kalian akan mulai dari awal—sebagai dua manusia biasa. Tapi... mungkin, kalian akan bertemu kembali.”

Romeo menggenggam tangan Tina perlahan. Tak ada kata, hanya tatapan. Tatapan yang bicara lebih dari apapun yang bisa diungkapkan oleh lidah fana.

Tina berbisik, “Kalau kita tinggal di sini... kita akan abadi. Tapi kita bukan Romeo dan Tina lagi. Kita cuma bayangan dari kisah lama.”

Romeo menatap jauh ke langit Asmaraloka. “Tapi kalau kita kembali... dan benar-benar jatuh cinta sebagai manusia… mungkin cinta itu akan lebih nyata.”

Sang Brahmana menunggu. Tak ada desakan. Hanya waktu yang berjalan perlahan.

Tina menatap mata Romeo, penuh keberanian.

“Kalau aku harus lupa, asal kamu tetap ada di dunia itu... aku rela.”

Romeo tersenyum. “Dan kalau aku harus mulai dari nol... asal kamu tetap ada di sana... aku akan cari kamu seribu kali.”

Sang Brahmana mengangkat tangannya, dan cahaya turun dari langit, menyelimuti mereka.

“Maka, pergilah. Biarlah dunia manusia menyambut kalian kembali. Mungkin kalian akan lupa semuanya... tapi cinta sejati tak akan pernah benar-benar hilang. Ia akan menemukan jalannya.”

Dan begitu, Tina dan Romeo menghilang dari Asmaraloka, meninggalkan cahaya keemasan terakhir.

Di tengah ruang utama museum tua itu, tempat segala kisah dimulai, suasana sunyi menyelimuti. Debu-debu halus menari dalam cahaya temaram yang menembus kaca patri. Di sana, dua tubuh terbaring, saling berdekatan di lantai dingin, di depan patung pasangan Dewa Kamajaya dan Dewi Kamaratih—patung yang konon menyimpan aura cinta abadi.

Tina membuka matanya perlahan. Pandangannya buram, napasnya tersendat sesaat. Ia menoleh, dan di sampingnya, Romeo juga mulai mengerjapkan mata.

“Apa… yang barusan terjadi?” gumam Tina, sambil memegangi kepalanya.

Romeo mengerutkan kening. “Gue gak tahu… rasanya kayak mimpi aneh banget. Tapi… kok… aku ngerasa… damai, ya?”

Mereka duduk perlahan. Pandangan mereka beralih ke arah patung itu. Patung yang sama seperti saat mereka terakhir berdiri di hadapannya—tapi kini, entah kenapa, terasa lebih hidup.

Tina terdiam.

“Aneh ya, waktu kita lihat patung itu pertama kali… kayak ada yang narik hati kita.”

Romeo mengangguk pelan. “Iya. Dan sekarang… entah kenapa, gue ngerasa sedih pas lihat mereka.”

Tina tersenyum tipis. “Kayak pernah kenal ya... tapi lupa namanya.”

Mereka tak tahu bahwa mereka pernah menjadi bagian dari kisah suci itu, menjadi wujud cinta sejati yang menyeimbangkan dunia. Segala memori tentang misi, tawa, luka, dan kehangatan itu… terhapus.

Namun hati…

Hati tak pernah lupa.

Romeo menatap Tina, samar-samar ada sesuatu yang berkedip dalam dirinya—sebuah keinginan untuk selalu melindungi, selalu berada di sisinya.

“Tina…”

“Hm?”

“Lo percaya cinta itu hidup dalam jiwa yang sama, walau berkali-kali lahir?”

Tina menatapnya. Lama.

“Gue gak tahu. Tapi kalau iya… semoga jiwa itu ketemu lagi dalam hidup gue.”

Mereka tersenyum… tanpa alasan yang bisa dijelaskan.

Di balik patung Kamajaya dan Kamaratih, di ukiran kecil yang selama ini tak terbaca oleh siapapun, sebuah cahaya redup menyala perlahan.

Cinta sejati tak pernah mati. Ia hanya menunggu… untuk ditemukan kembali.

Langkah tergesa-gesa terdengar menggema di aula museum yang sepi. Dinar, dengan wajah panik dan napas memburu, berlari masuk ke ruang utama—tepat di mana dua sahabatnya, Romeo dan Tina, terbaring tak sadarkan diri.

“Romeo! Tina!” teriak Dinar, lututnya jatuh berlutut di antara keduanya.

Tangannya gemetar saat mencoba mengguncang bahu Tina, lalu Romeo.

“Astaga... kalian ke mana aja? Kalian ngilang! Tiga hari! TIGA HARI KALIAN GAK ADA!”

Tina terbatuk pelan, lalu membuka mata. Tatapannya kosong sejenak, lalu menoleh pelan ke arah Dinar. Romeo mengikuti tak lama kemudian.

“Tiga… hari?” bisik Tina, matanya membelalak.

Dinar mengangguk cepat.

“Udah lapor polisi, cari ke mana-mana. CCTV terakhir nunjuk kalian masuk ke museum ini, terus hilang begitu aja!”

Romeo memegangi kepalanya. “Kita gak ke mana-mana. Kayaknya baru beberapa jam...”

Dinar memandang mereka berdua dengan bingung dan khawatir.

“Kalian masih sadar gak sih? Kalian barusan pingsan di depan patung itu!”

Tina memutar kepala. Patung Kamajaya dan Kamaratih berdiri megah di belakang mereka, tatapannya terasa dalam… hampir seperti hidup.

Romeo dan Tina saling berpandangan. Ada kehampaan yang aneh, seperti kehilangan sesuatu yang penting—namun tak bisa dijelaskan dengan kata-kata.

“Kami... gak tahu apa yang terjadi, Din,” ucap Romeo pelan.

“Tapi kami baik-baik aja,” Tina menambahkan, walau suaranya ragu.

Dinar membantu mereka berdiri, menyeka peluh dari kening Tina.

“Kita keluar dari sini dulu, ya. Tempat ini… makin aneh aja.”

Mereka berjalan pelan keluar dari museum, meninggalkan patung dewa dan dewi cinta yang kembali diam. Tapi entah kenapa, saat melangkah pergi, dada Romeo dan Tina terasa berat… seolah mereka meninggalkan rumah.

Dan di dalam museum yang kini sunyi, patung Kamajaya dan Kamaratih tersenyum samar.

Cinta mereka belum berakhir.

Hanya sedang tertidur.

Matahari mulai tenggelam di ufuk barat, mewarnai langit dengan semburat jingga keemasan. Bus studi tour yang membawa rombongan siswa perlahan meninggalkan museum, kembali menuju penginapan tempat mereka menginap selama perjalanan belajar.

Tina duduk di samping jendela, menatap langit yang berubah warna. Di sampingnya, Romeo meregangkan tangan, menguap kecil, lalu melirik Tina.

“Kita ngapain aja sih di museum tadi?” gumam Romeo, nada suaranya ringan, tapi matanya menyimpan kebingungan.

Tina menggeleng pelan. “Gue juga gak tahu… Rasanya aneh. Kayak baru bangun dari mimpi yang terlalu nyata.”

Dinar, yang duduk di depan mereka, menyibak tirai kursi dan menoleh ke belakang.

“Yang penting kalian berdua gak apa-apa. Tapi serius deh, kalian itu kayak... ilang dari dunia nyata sebentar.”

Romeo tersenyum tipis. “Mungkin kami cuma terlalu lelah.”

Tina memeluk tas kecilnya erat. Di dadanya, ia merasa ada sesuatu yang hilang. Sebuah perasaan… hangat, kuat, dan tak bisa dijelaskan. Seolah-olah ia pernah sangat mencintai seseorang. Seseorang yang… sekarang duduk tepat di sampingnya.

Begitu pula Romeo. Ia merasa dadanya kosong, tapi juga penuh pada saat bersamaan. Dan ketika matanya bertemu mata Tina—ada kediaman. Ada kedekatan yang tidak bisa dijelaskan oleh waktu tiga hari, atau bahkan tiga tahun.

Sore itu, rombongan siswa kembali ke rumah masing-masing. Tak ada yang menyadari bahwa dua jiwa yang pernah menjadi Dewa Kamajaya dan Dewi Kamaratih kini berjalan kembali di bumi, dalam wujud manusia biasa.

Mereka melupakan segalanya…

Tapi hati mereka belum sepenuhnya lupa.

Setelah perjalanan studi tour yang melelahkan, rombongan siswa SMP itu kembali ke penginapan. Suasana ramai dipenuhi suara canda, tawa, dan keluh kesah karena lelah. Tapi di antara mereka, dua anak tampak lebih diam dari biasanya—Tina dan Romeo.

Mereka masih SMP. Masih duduk di bangku kelas 8. Tapi… ada sesuatu yang berubah.

Saat baru turun dari bus, Dinar langsung menghampiri keduanya yang sempat "menghilang" di museum.

"Eh gue penasaran deh ya sama kalian!" Dinar penasaran, Tina menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Ia juga bingung, yang di ingat hanya mereka masuk ke dalam museum itu.

“Kita... ke bagian belakang museum, terus pingsan gitu aja.”

Romeo menambahkan, “Kayaknya karena bau ruangan... lembap banget kan.”

Dinar menatap mereka curiga, tapi lalu menghela napas. “Pokoknya jangan bikin ulah lagi. Besok pulang, oke?”

Malam itu di penginapan, Tina memandang langit-langit kamar. Ia tidur sekamar dengan teman-teman perempuannya. Tapi pikirannya entah melayang ke mana. Di tangannya, ia menggenggam brosur museum yang tadi sempat ia simpan diam-diam.

Gambar patung Kamajaya dan Kamaratih di pojok kertas itu seakan memanggilnya, namun juga terasa asing.

Romeo, di kamar laki-laki, juga menatap brosur yang sama. Entah kenapa, ia tak bisa berhenti menatap patung itu. Bukan karena wujudnya, tapi karena… rasanya ia pernah mengenalnya. Bahkan pernah memeluk… seseorang.

“Tina...” gumam Romeo pelan, tanpa sadar tersenyum kecil.

Teman sekamarnya melempar bantal. “Lo naksir Tina ya?”

“Hah? Gak!” jawab Romeo buru-buru, mukanya merah. Tapi jantungnya berdetak lebih cepat dari biasanya.

Mereka berdua, masih anak SMP. Belum mengerti sepenuhnya tentang cinta. Tapi benih itu sudah ada. Telah tumbuh di dunia yang tak mereka ingat—namun meninggalkan jejak di hati mereka.

Sebuah jejak bernama Asmara.

Dan meski mereka telah lupa kisah cinta agung para dewa… Hati mereka belum sepenuhnya berhenti mencintai.

1
sjulerjn29
" kita beneran dewa"😂
sjulerjn29: ya ampun thor suasana kerajaan tp gk ngebosenin .
thor mampir di episode baru ceritaku😊🤭
total 1 replies
HNP
semangat, jangan lupa follback.💪
iqbal nasution
semangat
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!