NovelToon NovelToon
The Path Of The Undead That I Chose

The Path Of The Undead That I Chose

Status: sedang berlangsung
Genre:Iblis / Epik Petualangan / Perperangan / Roh Supernatural / Kontras Takdir / Summon
Popularitas:326
Nilai: 5
Nama Author: Apin Zen

"Dalam dunia yang telah dikuasai oleh iblis, satu-satunya makhluk yang tersisa untuk melawan kegelapan… adalah seorang yang tidak bisa mati."



Bell Grezros adalah mantan pangeran kerajaan Evenard yang kini hanya tinggal mayat hidup berjalan—kutukan dari perang besar yang membinasakan bangsanya. Direnggut dari kematian yang layak dan diikat dalam tubuh undead abadi, Bell kini menjadi makhluk yang dibenci manusia dan diburu para pahlawan.

Namun Bell tidak ingin kekuasaan, tidak ingin balas dendam. Ia hanya menginginkan satu hal: mati dengan tenang.

Untuk itu, ia harus menemukan Tujuh Artefak Archelion, peninggalan kuno para dewa cahaya yang dikabarkan mampu memutuskan kutukan terkelam. Dalam perjalanannya ia menjelajah dunia yang telah berubah menjadi reruntuhan, menghadapi para Archfiend, bertemu makhluk-makhluk terkutuk, dan menghadapi kebenaran pahit tentang asal usul kekuatannya sendiri.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Apin Zen, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Lembah Tirai Kelam

Langkah Bell, Eryndra, dan Lythienne semakin berat seiring lorong yang mereka lalui terasa menyempit. Udara di sekitar seperti menekan tubuh, membuat napas terasa berat. Dari jauh, terdengar suara… samar, seperti bisikan, namun bukan dalam bahasa yang mereka kenal.

“Berhenti.” Bell mengangkat tangan, matanya menyapu sekitar. “Kita sedang diperhatikan.”

Bisikan itu tiba-tiba berubah menjadi teriakan nyaring di dalam kepala mereka—dan seketika, lantai batu di bawah kaki mereka retak, membentuk celah hitam yang menganga.

“Bell!” Eryndra mencoba meraih tangannya, tetapi pijakannya hilang. Ia terjatuh, diseret oleh pusaran bayangan yang muncul dari retakan itu.

“Eryndra!” Lythienne berusaha melompat, namun seutas tangan berwarna abu-abu muncul dari dinding, menahan langkahnya. Tangan itu dingin dan keras, seperti batu, namun berdenyut seolah hidup.

Bell menebas tangan itu dengan pedangnya, tapi saat ia menoleh kembali, Eryndra sudah menghilang ke dalam kegelapan.

Suara tawa lirih bergema di lorong, rendah dan penuh nada mengejek.

—Tidak semua yang kau lindungi akan bertahan, Abadi.

Bell menggeram, tapi sebelum ia sempat menjawab, sosok bertopeng muncul kembali di ujung lorong. Kali ini, ia membawa sesuatu di tangannya—sepotong rantai hitam yang berdenyut, seolah diambil dari mimpi buruk Bell sendiri.

“Dia membawanya pergi…” gumam Lythienne, matanya membesar. “Kalau kita tidak segera menyusul, kita tidak akan melihatnya lagi.”

Bell melangkah maju, tatapannya membeku. “Maka kita harus memutus permainannya sebelum ia memutuskan nyawa Eryndra.”

Namun setiap langkah menuju lorong tempat sosok bertopeng itu berdiri, dinding di sekitar mereka berubah… menjadi cermin kusam yang memantulkan bayangan masa lalu Bell—wajah-wajah orang yang ia biarkan mati, dan di ujungnya, dirinya sendiri… berdiri seperti mayat.

Lorong itu bukan sekadar jalan. Itu adalah ujian… dan mereka baru saja melangkah ke dalamnya.

Udara berubah ketika Bell dan Lythienne akhirnya keluar dari lorong penuh cermin itu. Kegelapan pekat yang tadi menelan mereka perlahan memudar, digantikan oleh cahaya redup yang berasal dari retakan-retakan di langit. Cahaya itu bukan cahaya matahari, melainkan kilau kebiruan yang menyelinap dari balik awan kelabu—dingin dan asing.

Di bawah tebing tempat mereka berdiri, terbentang sebuah lembah luas, namun tertutup kabut hitam yang bergulung seperti ombak. Dari sela kabut, terlihat bayangan menara patah, reruntuhan gerbang batu, dan sungai yang berkilau merah gelap seperti darah beku.

“Tempat apa ini?” bisik Lythienne, suaranya hampir tenggelam oleh hembusan angin.

Bell memandang tajam ke arah lembah. “Lembah Tirai Kelam… aku pernah mendengarnya. Tempat ini hanya muncul ketika ‘pintu’ tertentu dibuka. Dan jika dia membawanya ke sini…” ia menghela napas berat, “itu berarti kita sedang berhadapan dengan penjara yang bahkan para iblis pun enggan memasukinya.”

Dari kejauhan, terdengar gema rantai yang menyeret di atas batu. Suara itu bergema lama, diikuti dengan tangisan samar—lembut, namun menusuk hati. Bell tahu itu suara Eryndra, meski Lythienne terlihat ragu.

“Kau yakin itu dia?” tanya Lythienne.

“Aku yakin,” jawab Bell tanpa menoleh. “Tapi di tempat seperti ini, suara bisa menipu. Kita harus bergerak cepat… dan tetap waspada.”

Saat mereka menuruni lereng, kabut hitam mulai mengalir di sekitar kaki mereka, dingin seperti es yang merayap ke tulang. Dari dalam kabut, muncul siluet makhluk-makhluk tinggi dengan wajah terlilit kain, matanya bersinar redup seperti bara yang hampir padam. Mereka tidak menyerang—hanya mengikuti dari kejauhan, seolah mengawasi.

Lythienne meraih busurnya. “Mereka membiarkan kita lewat?”

Bell menggeleng. “Tidak. Mereka hanya menunggu waktu yang tepat untuk menutup jalan pulang.”

Setiap langkah di lembah itu terasa seperti memasuki mimpi buruk yang tak berujung. Dan di ujung pandangan Bell, di balik kabut, terlihat sosok bertopeng berdiri di depan gerbang hitam raksasa… dengan Eryndra terikat rantai di sampingnya.

Bell menggenggam pedangnya lebih erat.

Petualangan di lembah ini baru saja dimulai—dan dia tahu, mereka harus menaklukkan gerbang itu jika ingin keluar hidup-hidup.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!