Mila, seorang gadis modern yang cerdas tapi tertutup, meninggal karena kecelakaan mobil. Namun, takdir membawanya ke zaman kuno di sebuah kerajaan bernama Cine. Ia terbangun dalam tubuh Selir Qianru, selir rendah yang tak dianggap di istana dan kerap ditindas Permaisuri serta para selir lain. Meski awalnya bingung dan takut, Mila perlahan berubah—ia memanfaatkan kecerdasannya, ilmu bela diri yang entah dari mana muncul, serta sikap blak-blakan dan unik khas wanita modern untuk mengubah nasibnya. Dari yang tak dianggap, ia menjadi sekutu penting Kaisar dalam membongkar korupsi, penghianatan, dan konspirasi dalam istana.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon inda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 17
Langit yang Mendung
Hari itu, langit Kerajaan Cine diselimuti awan kelabu. Hawa sejuk pagi terasa lebih dingin dari biasanya. Seolah langit tahu bahwa sebuah badai besar akan segera pecah.
Qianru berdiri di balkon kamarnya, memandangi halaman istana yang mulai ramai. Para dayang lalu lalang, namun bisik-bisik mereka tak lagi sekadar gosip ringan. Ketegangan menggantung di udara.
Hari ini, Kaisar dijadwalkan mengadakan pertemuan tertutup dengan para pejabat tinggi. Sesuatu yang jarang dilakukan... kecuali ada hal genting yang harus dibahas.
Qianru menarik napas dalam-dalam. Ia tahu, ini mungkin awal dari segalanya—atau akhir jika ia salah langkah.
Di luar istana, iring-iringan kuda mendekat. Empat pengawal berpakaian serba hitam turun, diikuti oleh seorang wanita dengan jubah abu-abu.
Dia mengenakan cadar, namun sorot matanya tajam. Tubuhnya kurus, namun tegap. Di tangannya, sebuah liontin giok tua yang pernah menjadi tanda kebesaran seorang selir utama.
“Selir Lianhua…?” tanya salah satu dayang pengawal dengan tak percaya.
Wanita itu hanya mengangguk pelan.
Setelah setahun lebih dianggap mati, ia kembali ke istana.
Sementara itu, Kaisar Liu duduk di ruang utama bersama Menteri Dalam, Panglima Pasukan Timur, dan Kepala Penjaga Istana. Di tengah meja, tumpukan dokumen dan surat-surat salinan dari Qianru.
Kaisar membuka satu surat bersegel merah.
“...Selir Lianhua dibuang secara rahasia dengan alasan tidak loyal kepada Permaisuri. Tidak melalui sidang istana. Perintah ditandatangani dengan cap palsu.”
“Apakah Selir Lianhua sudah tiba?” tanya Kaisar tenang.
“Sudah, Yang Mulia. Dia berada di ruang peristirahatan dan siap bersaksi.”
Menteri Dalam menunduk. “Ini cukup untuk memulai penyelidikan resmi terhadap Permaisuri dan keluarga Jenderal Gu.”
Panglima mengetuk meja pelan. “Tapi jika kita gagal... akan terjadi pemberontakan dari faksi loyalis mereka. Kita perlu rencana cadangan.”
Kaisar mengangguk. “Dan kita sudah punya seseorang yang bisa mengendalikan badai... jika dia siap.”
Qianru Dipanggil
Seorang utusan datang ke kediaman Qianru. “Selir Qianru, Yang Mulia memanggil Anda ke ruang pertemuan istana. Sekarang.”
Jantungnya berdetak lebih cepat. Ia mengenakan jubah biru tua dan menyanggul rambutnya dengan sederhana. Tapi sorot matanya tajam. Tak ada lagi Qianru yang penakut.
Saat ia memasuki ruangan, keheningan menyambutnya.
Kaisar berdiri. “Qianru, kami telah melihat semua bukti. Dan kamu akan menjadi saksi utama dalam sidang rahasia besok.”
“Apakah Yang Mulia yakin? Jika Permaisuri tahu saya yang memulai semua ini... nyawa saya tak akan aman,” kata Qianru jujur.
“Aku tahu,” jawab Kaisar, “karena itu mulai hari ini, kamu akan dijaga oleh Penjaga Bayangan Kekaisaran.”
Kaisar menoleh pada para menterinya.
“Dan jika semua berjalan sesuai rencana, Qianru bukan hanya selir yang tak dianggap lagi. Tapi pelindung kehormatan istana.”
Sementara itu, Permaisuri Li Mei menerima kabar bahwa Selir Lianhua telah kembali.
Wajahnya pucat. Tangannya gemetar saat mencengkeram cangkir teh hingga retak.
“Bagaimana bisa... dia sudah mati. Aku pastikan itu sendiri. Aku kirimkan orang untuk—” Ia terdiam.
“Lianhua... tidak mungkin bertahan.”
Ia menoleh pada pelayannya. “Panggil Jenderal Gu. Sekarang juga. Kita perlu mempercepat rencana.”
Malam itu, Qianru bertemu dengan Selir Lianhua secara pribadi. Mereka duduk di ruang kecil di balik Perpustakaan Kekaisaran, hanya ditemani oleh Ling Yue.
Selir Lianhua menatap Qianru lama, lalu berkata lirih, “Aku kira aku akan mati di biara itu. Tapi kau... kau membuatku kembali.”
“Tidak. Anda harus kembali. Karena banyak wanita setelah Anda mengalami hal serupa. Dan mereka tak punya suara. Tapi sekarang… kita bisa bersuara bersama.”
Selir Lianhua tersenyum. “Kalau begitu, aku akan berdiri di sampingmu, Qianru.”
Istana kini seperti api dalam sekam. Diam, namun siap meledak kapan saja. Permaisuri mulai terdesak, Jenderal Gu dipanggil untuk berperang, dan Qianru... berdiri di ujung perubahan besar.
...----------------...
Cahaya pagi menembus kabut yang menggantung di atas atap-atap istana. Istana Kerajaan Cine masih tampak tenang dari luar, tetapi di dalamnya, denyut kekuasaan berdegup kencang. Hari ini, keputusan penting akan diambil. Hari ini, kebenaran akan diuji.
Qianru mengenakan jubah formal berwarna putih mutiara, rambutnya disanggul tinggi dengan hiasan giok Kaisar. Hari ini, dia bukan hanya selir yang bangkit dari kehinaan, melainkan saksi utama dalam sidang yang bisa mengguncang struktur istana.
Ling Yue mendampinginya, menggenggam tangannya erat.
“Jika sesuatu terjadi padaku... jaga para dayang, dan lindungi Selir Lianhua,” bisik Qianru.
Ling Yue menunduk. “Hari ini, bukan kau yang harus takut. Hari ini, mereka yang salah yang seharusnya gemetar.”
Di sebuah aula luas yang tersembunyi di belakang aula utama, para petinggi kerajaan telah duduk berjajar. Menteri Dalam, Menteri Hukum, Kepala Hakim, dan beberapa penasihat rahasia. Di tengah ruangan, berdiri kursi khusus untuk saksi.
Kaisar Liu duduk di kursi tertinggi, jubah emasnya memancarkan wibawa. Sorot matanya tajam namun tenang.
“Sidang rahasia dimulai,” ujar Kepala Hakim.
“Yang pertama dipanggil, Selir Qianru.”
Qianru melangkah masuk, setiap langkahnya menggema. Ia berdiri tegak, menatap langsung ke hadapan Kaisar dan para pejabat.
“Sebutkan nama dan statusmu,” perintah hakim.
“Aku, Qianru, selir istana dari Kaisar Liu bertugas di Istana Giok Putih.”
“Apakah kau bersedia bersumpah atas kejujuran seluruh kesaksianmu hari ini?” tanya hakim
“Aku bersumpah,” jawabnya mantap.
Kesaksian Qianru dimulai, dengan suara lantang dan jelas, Qianru menceritakan semuanya, bagaimana ia menemukan dokumen rahasia, penyelundupan ramuan ilegal, penghilangan Selir Lianhua secara paksa, serta campur tangan keluarga Jenderal Gu.
Ia bahkan menunjukkan salinan surat yang ditandatangani dengan cap palsu, perintah pengusiran Selir Lianhua yang mengatasnamakan Kaisar, padahal ditandatangani oleh Permaisuri.
“Ini bukan hanya masalah pribadi,” ujar Qianru tegas. “Ini adalah pengkhianatan terhadap hukum dan kehormatan Kekaisaran.”
Ruangan hening. Beberapa pejabat saling pandang.
Selanjutnya, Selir Lianhua dipanggil. Ia muncul dengan penampilan sederhana, namun wajahnya tenang dan penuh luka pengalaman.
“Saya diusir tanpa pengadilan, dibuang ke Biara Wuji di utara. Saya tidak tahu apa kesalahan saya, sampai saya mendengar sendiri dari biarawati tua bahwa saya dianggap mengkhianati Permaisuri.” jelas Selir Lianhua
“Apa yang sebenarnya terjadi?” tanya hakim
“Saya pernah mendengar rencana rahasia untuk menyingkirkan beberapa selir yang terlalu dekat dengan Kaisar. Saya melapor, tapi setelah itu... saya dibungkam.” jawab Selir Lianhua
Kata-katanya seperti palu yang menghantam dinding istana.
Sebagai bukti terakhir, dibawa seorang pria tua, kepala pelayan lama dari Istana Phoenix yang sudah pensiun dan diam-diam dilindungi oleh para penjaga rahasia Kaisar.
Ia bersaksi bahwa pernah melihat Permaisuri menerima kotak-kotak dari luar istana yang tidak melewati jalur resmi.
“Di dalamnya, saya pernah mengintip... ada ramuan dengan lambang keluarga Gu.”
Kepala Hakim berdiri.
“Dengan tiga saksi utama dan bukti tertulis, pengadilan ini menemukan adanya dasar kuat untuk menyelidiki secara resmi tindakan Permaisuri Li Mei dan aliansinya dengan Jenderal Gu.”
Tidak lama, suara derap kaki terdengar. Permaisuri Li Mei melangkah masuk, diapit oleh dua pengawal. Wajahnya tetap tenang, namun matanya penuh murka.
“Kau sungguh menakjubkan, Qianru,” katanya dengan senyum tipis. “Dulu kau hanya seorang tikus kecil, kini kau menggonggong seperti singa.”
“Aku hanya bicara kebenaran,” balas Qianru. “Sesuatu yang mungkin sudah lama hilang dari hatimu.”
Kaisar berdiri. “Permaisuri Li Mei, berdasarkan laporan dan saksi, kau ditahan untuk penyelidikan lebih lanjut. Jabatanmu akan dinonaktifkan hingga proses selesai.”
“Berani kau—!” teriak Permaisuri, namun para penjaga sudah membawanya pergi.
Setelah sidang selesai, Qianru kembali ke kediamannya dengan langkah berat, tapi hatinya tenang. Ia tahu semuanya belum selesai, namun ia telah melewati gerbang paling berbahaya.
Kaisar mengunjunginya malam itu. “Mulai hari ini, kamu bukan hanya selir biasa, Qianru.”
Ia mengeluarkan sebentuk giok bersimbol naga dan phoenix.
“Mulai sekarang, kamu adalah Pelindung Kehormatan Istana, satu-satunya wanita yang punya hak untuk duduk dalam sidang istana dan mengawasi jalannya keadilan.”
Qianru menatap giok itu lama, lalu mengangguk.
“Aku akan menjaga istana ini. Tapi bukan karena ambisi. Karena banyak yang tidak bisa bersuara, dan aku… telah dipilih untuk menjadi suara mereka.” jawab Qianru
Qianru kini telah menjadi simbol perubahan. Namun, konspirasi keluarga Gu belum berhenti. Dan jauh di perbatasan utara, kekuatan asing mulai bergerak...
Bersambung