Penyesalan memang selalu datang terlambat, itulah yang dialami gadis cantik bernama Clara.
Efek mabuk dan ketampanan seorang pria bernama Dean, ia sampai kehilangan kesuciannya di malam itu dan mengandung.
Ia tak punya pilihan lain selain harus menikah kontrak dengan Dean.
Saat Clara berharap akan cinta Dean, masa lalu Dean terus mengganggunya.
Apakah ia bisa menggantikan posisi wanita pengisi hati Dean pada akhirnya?
Atau semuanya akan berakhir sesuai tanggal batas akhir kontrak pernikahan mereka?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon xoxo_lloovvee, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
17
Akibat perkataan Abad, Clara merasa berat membiarkan Dean kembali bekerja. Clara tahu itu adalah keegoisan bila meminta Dean meninggalkan pekerjaannya. Apalagi Dean bekerja untuk mereka.
Meskipun Abad mengatakan bahwa ia hanya bercanda tetap saja Clara merasa was-was. Wajar jika ada yang naksir Dean secara wajahnya sangat menjual. Ia juga tak tahu siapa bos Dean, mana tahu bila ternyata itu perempuan.
"Kau yakin kau sudah sehat?" Clara memastikan saat Dean hendak berangkat kerja.
"Aku udah sehat kok," ucap Dean lalu masuk ke dalam mobilnya.
Clara merasa hampa saat mobil itu melaju di jalanan. Hidupnya sungguh sepi. Dean akan bekerja sepanjang hari dan ia harus sendirian mengurung diri di rumah.
"Aku harus siap-siap juga."
Clara dan Gina rencananya menuju rumah sakit hari ini. Ia tak mengatakannya pada Dean, tak ingin suaminya itu khawatir.
Ia hanya perlu cek kondisi kandungannya serta melakukan konsultasi dengan dokter kandungan. Setelahnya ia akan meminta tolong Gina mencari kasur untuk Dean.
Pukul 11 ia dan Gina berangkat menuju rumah sakit. Ia menyembunyikan kondisinya dari Gina. Semoga saja nanti hasilnya baik-baik saja.
Antrean pasien sama banyaknya seperti saat Dean dan Clara datang. Tapi untungnya antrian mereka tak terlalu lama.
Dokter yang memeriksanya dokter yang sama seperti saat bersama Dean. Ia memberikan sebuah buku kehamilan pada dokter sebelum diperiksa.
"Silakan Ibu," kata Dokter tersebut menunjuk ke ranjang.
Prosedur USG pun dilakukan. Di layar mereka bisa melihat keadaan janin. Gina dan Clara sama-sama takjubnya dengan apa yang mereka lihat. Janin dalam kandungan Clara sudah terbentuk seperti bayi utuh.
"Wah, baby-nya udah besar Ra," ucap Gina seraya memfoto layar USG.
Dokter itu hanya diam dan terus memeriksa untuk beberapa lama, wajahnya terlihat khawatir dengan apa yang ia lihat.
"Ada apa Dok?" tanya Gina lebih dulu. Ia juga menyadari perubahan wajah Dokter.
"Usianya 20 minggu ya Bu?"
"Ya, Dokter. Apa ada masalah?" Clara merasa deg-degan. Apa ini ada hubungannya dengan rasa nyeri di perutnya?
"Umm... Begini ibu, dari hasil USG ini sepertinya detak jantung janin ibu sangat lemah. Kondisi seperti ini sangat beresiko," jawab Dokter tersebut tanpa basa basi. Ia terbiasa untuk mengatakan hal sejujurnya kepada pasien.
"Lalu, saya harus bagaimana Dokter? Apa yang harus saya lakukan?" Clara mulai panik mendengar keadaan bayinya. Gina yang berada di sampingnya memegang erat tangan Clara, sama paniknya.
"Tidak banyak yang bisa dilakukan. Saya akan memberikan obat yang merangsang pacu jantung, tapi..." Dokter tak melanjutkan perkataannya.
"Tapi apa Dok?" tanya Clara tak sabar.
"Begini Ibu, tak ada banyak hal bisa kita lakukan dengan kondisi ini. Yang saya bisa hanya memberikan obat dan pemantauan berkala. Selebihnya... perbanyak doa agar bayi ini tetap sehat sampai hari kelahirannya nanti."
Dokter itu meninggalkan Clara dan Gina yang syok. Ia berbicara dengan perawat yang bersama mereka dari tadi. Perawat perempuan itu keluar setelahnya.
"Ibu boleh keluar, tunggu obat yang akan diberikan bagian apotek. Minggu depan kesini lagi untuk pemeriksaan."
"Baik Dokter, terima kasih," ucap Gina kemudian menuntun Clara keluar.
...****************...
Setengah sebelas malam, Dean pulang dari tempat kerja. Tubuhnya belum benar-benar pulih tapi ia memaksakan diri. Ia hanya perlu istirahat malam ini.
Pintu kamar Clara terbuka. Hampir saja Dean teriak karena mengira itu hantu. Rambut panjang Clara yang terurai menakutkannya.
"Kamu belum tidur?"
"Bisa bicara sebentar?"
Dean yang bingung mengikuti istrinya ke dalam kamar. "Ada apa?"
Ini pertama kalinya Clara memintanya bicara tengah malam seperti ini, sampai-sampai harus menunggunya pulang.
Clara duduk di ranjang dan Dean di sebelahnya. Ia menunggu dengan sabar tentang apa yang ingin Clara katakan. Wajah kusut Clara membuatnya cemas.
"Aku... aku tadi ke Dokter." Clara memulai pembicaraan.
"Terus?"
Clara terlihat menahan tangis sampai tak bisa berkata apa-apa. Dean yang memperhatikannya dengan lembut mengelus punggung Clara untuk menenangkannya meski dirinya pun mulai merasa cemas.
"Kata Dokter... Detak jantung janinku lemah."
Itu kabar buruk bagi Dean. Meski ia sempat meminta Clara untuk membuang janin itu, ia masih punya naluri seorang ayah.
"Apa yang harus kita lakukan?"
"Dokter memberiku obat, tapi... katanya itu tidak menjamin."
Bendungan air mata Clara akhirnya bobol juga. Ia menangis tersedu-sedu setelah mengatakan hal itu pada Dean.
Dean dengan sigap memeluknya, dan membelai lembut surai Clara. "Jangan khawatir, Ra, semuanya akan baik-baik saja."
Meski ia berkata seperti itu, ia sebenarnya pun tak yakin. Ia tidak terlalu paham dengan permasalahan janin tapi apabila Dokter mengatakan hal buruk seperti itu, ia dan Clara harus menerima berbagai kemungkinan.
"Tidurlah, agar bayi kita tetap sehat," ucap Dean.
Kata 'bayi kita' membuat perasaan Clara semakin berkecamuk. Ia tak tahu bagaimana perasaan Dean sesungguhnya tentang bayi ini, tapi setidaknya Dean tak mengabaikannya.
Clara merasa lega setelah mengutarakan permasalahannya dan Dean. Terlalu berat untuk ia hadapi sendiri. Sampai saat ini pun ia belum membicarakan kondisinya pada orang tuanya. Tak ingin menambah beban mereka.
Mungkin karena tidur kemalaman, Clara terbangun pukul 8. Ia bergegas ke dapur untuk menyiapkan sarapan untuk suaminya. Semoga saja masih sempat.
Dean lebih dahulu berada di sana, ia sedang memasak untuk mereka berdua.
"Maaf, aku kesiangan."
"Duduklah, ini hampir matang," perintah Dean tak marah.
Clara ingin membantu tapi Dean melarangnya. Masakan yang dibuat Dean jauh lebih enak daripada masakannya. Ia tampaknya harus belajar dari Gina.
"Gina nanti ke sini kan?"
"Iya, palingan siang nanti. Kenapa?"
"Biar ada temanmu di rumah sampai aku pulang. Kalau perlu, minta dia tinggal di sini aja," ucap Dean mengejutkan Clara.
"Dia tidur di mana? Nanti dia tahu tentang kita."
Dean tampak sedang berpikir. "Kita bisa tidur di kamar yang sama, aku bisa di lantai kok."
"Tapi..."
"Ini demi kamu dan bayi kita," potong Dean sebelum Clara membantah. "Aku pulang sampai larut malam, tak bisa menjagamu dengan penuh. Setidaknya ada yang mengawasi di rumah."
Clara mencerna perkataan Dean. Apa yang ia sarankan sebenarnya ada baiknya. Ia memang selalu ketakutan setiap malam karena Gina hanya bersamanya sampai sore saja. Lagipula dengan ia pingsan seorang diri seperti hari itu cukup beresiko.
"Nanti aku coba bicarakan dengan Gina."
Selesai sarapan, seperti biasa Clara mengantar Dean berangkat kerja.
"Kalau ada apa-apa, langsung telpon ya," kata Dean sebelum masuk mobil.
"Iya, iya." Clara melambai pada Dean.
"Kalo kamu perhatian gitu gimana aku nggak makin suka," ucap Clara pada dirinya sendiri setelah mobil Dean berada di jalanan.
asekkk
yang tegas kau dengan Verona agar dia tidak semena mena terhadapmu
ternyata ada kemajuan juga dengan sikap Dean