Angkara Afrizal Wijaya, ketua osis yang kehidupannya hampir sempurna. Tetapi, karena kehadiran adik kelas yang sangat menyebalkan. Kesehariannya di sekolah bagaikan neraka dunia.
Dia adalah Alana, gadis gila yang selalu mengejar-ngejar cinta seorang Angkara tanpa kenal lelah. Alana adalah ketua geng motor Avegas.
"Kak Angkasa!"
"Nama aku Angkara!"
"Tetap saja aku akan memanggilmu Angkasa, Angkara Sayang."
Kisah cinta abu-abu pun di mulai! Akankah gadis gila seperti Alana, mampu meluluhkan hati ketua osis galak?
Follow tiktok: Cepen
Ig: tantye005
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Susanti 31, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 17 - Ini semua karena kalian!
Markas ....
"Alana?"
"Lo dengar gue kan?"
"Al?"
Gio terus bicara tetapi tidak kunjung mendapatkan balasan apapun setelah mendengar suara decitan ban motor. Lelaki itu bangkit dari duduknya dan menyambar jaket juga kunci motor di atas meja. Apa yang ia lakukan tentu saja mengundang atensi Jayden, Jevian juga Roy yang sejak tadi menunggu sang ketua datang.
"Kenapa?" tanya Jevian ikut berdiri.
"Kayaknya terjadi sesuatu sama Alana, di seberang telepon ada suara decitan motor."
"Tunggu apa lagi? Kita harus cari. Ini sudah setengah sembilan."
Roy ikut bangun dan berlari cepat menuju motornya. Meski selalu adu mulut dengan sang ketua, dia sangat menyayangi Alana layaknya adik sendiri. Terlebih Jayden, Jevian dan dirinya adalah kakak kelas gadis tersebut.
Ke empat inti Avegas pun berpencar di jalanan, menyusuri tempat yang mungkin di lalui Alana. Mereka berharap bahwa ketuanya tidak apa-apa. Terlebih besok adalah pertandingan mereka. Harga diri Avegas sedang dipertaruhkan.
Gio yang mencari sendiri, memicingkan matanya melihat kerumunan beberapa orang di depan bengkel. Belum lagi ia seolah mengenali motor yang menjadi pusat perhatian sejak tadi.
"Permisi," ucap Gio sopan setelah tiba di tempat kerumunan. "Kalau boleh tahu, di mana pemilik motor ini? Apa yang terjadi padanya?" tanyanya. Melihat motor dan nomor plat, Gio yakin motor tersebut milik Alana.
"Temannya ya mas? Nengnya sudah di bawa ke rumah sakit. Luka parah terdapat di tangan bagian kanan yang lainnya normal. Tapi nggak tahu kalau ada luka dalam."
"Rumah sakit apa?"
"Kurang tahu, tapi yang membawa katanya kenal sama pemilik motor."
"Terima kasih."
Gio pun bergegas pergi dari bengkel tersebut. Tidak lupa menghubungi teman-temannya agar mencari Alana di rumah sakit saja. Belum jauh dari tempat kejadian, ia turun dari motornya ketika mengenali benda pipih yang tergeletak di jalanan.
"Harusnya dia tinggal saja di rumah." Gio meremas benda pipih milik Alana tersebut. Hatinya sakit mendegar kabar tentang ketuanya yang terluka.
....
Setelah lama berkelana di jalan raya, akhirnya inti Avegas menemukan ketuanya di rumah sakit yang cukup jauh dari tempat kejadian. Di dalam ruangan perawatan itu ada ketua osis mereka. Inti Avegas tidak ada yang masuk dan hanya menunggu Angkara keluar.
"Sekarang lihat apa yang terjadi? Ini semua karena kalian!" ujar Angkara menyalahkan Gio lebih tepatnya.
"Santai dong, kita juga nggak ada yang mau Alana kecelakaan. Lagian lo bukan siapa-siapanya yang berhak menyalahkan Gio," celetuk Roy.
"Benar tuh, tapi terima kasih sudah membawa ketua kita ke rumah sakit." Jevian berlalu masuk ke ruang rawat Alana, sementara Angkara meninggalkan rumah sakit karena merasa tidak punya urusan dengan Alana lagi.
Tadi, ia tidak sengaja melihat Alana duduk di pinggir jalan dan dikerumuni bapak-bapak. Ia terkejut bukan main melihat tangan gadis yang selalu merecokinya terluka parah.
Sebenarnya Alana tidak ingin di bawah ke rumah sakit, tetapi berkat paksaannya gadis itu pun pasrah dan menerima pengobatan hingga benar-benar selesai.
Kembali pada ruangan rawat Alana yang dihuni oleh inti Avegas. Kesadaran gadis itu tidak hilang sejak kecelakaan, bahkan tersenyum lebar melihat anggotanya datang dengan raut wajah khawatir.
"Senyum lo setan," kesal Roy.
"Kayaknya hidup lo nggak tenang sebelum buat gue marah ya."
"Ck, bisa nggak jangan bertengkar dulu?" Gio menatap malas Alana dan Roy. Lelaki itu duduk di sisi brankar dan memperhatikan siku hingga pergelangan Alana yang memerah karena goresan aspal. Belum lagi telapak tangan diperban.
"Kenapa diperban?" tanya Gio meneliti jari-jari lentik Alana.
"Sela jari tangan antara telunjuk dan tengah robek, gue kira tadi jarinya hilang," jawab Alana santai.
"Dan lo bisa sesantai ini?" Jayden tidak habis pikir.
"Bisalah kan nggak sakit, nggak tahu sebentar setelah obat biusnya hilang." Alana mengedikkan baju acuh. Gadis itu menatap ke luar ruangan tetapi sudah tidak menemukan lelaki yang membawanya ke rumah sakit.
Kenapa Angkara harus datang dengan sikapnya yang peduli? Itu membuat Alana sulit untuk melupakan.
"Yah kita mundur dari pertandingan dong," celetuk Roy.
"Sorry, harusnya gue lebih hati-hati lagi. Karena gue nama Avegas dipertaruhkan." Alana menunduk.
"Bukan salah lo, namanya juga musibah. Kita bisa ambil salah satu anggota Avegas." Gio meletakkan dengan pelan tangan Alana pada bantal.
"Benar tuh kata Gio, lo nggak perlu merasa bersalah." Jayden menimpali.
"Btw orang tua lo tahu kalau lo sekarang di rumah sakit?" Jevian mendekat.
"Sebentar lagi datang kayaknya, nggak mungkin bukan kak Kara diam saja? Dia kan cepu." Alana tertawa kecil. Suasana hatinya gampang sekali berubah jika bersama teman-temannya yang asik.
"Kronologi kecelakaannya bagaimana sih? Kok bisa gitu pas tangan lo yang terluka Bisa saja kan kaki atau mungkin bagian tubuh yang lainnya," celetuk Roy.
mana dia nggak dkasih anak lagi
kasiaan banget,
seakan disini marwah dito dipertaruhkan