9
Pernikahan adalah cita-cita semua orang, termasuk Dokter Zonya. Namun apakah pernikahan masih akan menjadi cita-cita saat pernikahan itu sendiri terjadi karena sebuah permintaan. Ya, Dokter Zonya terpaksa menikah dengan laki-laki yang merupakan mantan Kakak Iparnya atas permintaan keluarganya, hanya agar keponakannya tidak kekurangan kasih sayang seorang Ibu. Alasan lain keluarganya memintanya untuk menggantikan posisi sang Kakak adalah karena tidak ingin cucu mereka diasuh oleh orang asing, selain keluarga.
Lalu bagaimana kehidupan Dokter Zonya selanjutnya. Ia yang sebelumnya belum pernah menikah dan memiliki anak, justru dituntut untuk mengurus seorang bayi yang merupakan keponakannya sendiri. Akankah Dokter Zonya sanggup mengasuh keponakannya tersebut dan hidup bersama mantan Kakak Iparnya yang kini malah berganti status menjadi suaminya? Ikuti kisahnya
Ig : Ratu_Jagad_02
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ratu jagad 02, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 17
"Tuan" Mbok Ijah mengangguk saat menyadari Sean berada didekat mereka
"Bagaimana keadaan Nai, Mbok?" tanya Sean, pandangannya tak teralihkan dari Naina yang berada dalam gendongan Zonya
"Non Nai sudah lebih baik Tuan"
"Syukurlah" Sean melirik jam yang melingkar dipergelangan tangannya yang sudah menunjukkan waktu yang cukup siang "Mataharinya sudah mulai meninggi. Nai pasti gerah kalau harus berjemur lebih lama" kali ini ucapan Sean tentu saja tertuju pada Zonya
Zonya melihat keatas. Benar saja, matahari benar-benar sudah mulai meninggi. Bahkan cuaca 'pun semakin terasa panas "Tolong bantu dorongkan ya Mbok" pinta Zonya
"Siap, Nya..." ucapan Mbok Ijah seakan melayang di udara saat Sean langsung gerak cepat mengambil alih kursi roda yang ditempati Zonya
"Biar aku saja. Mbok pasti capek"
Sean langsung mendorong kursi roda Zonya tanpa menghiraukan apapun lagi. Sedangkan Mbok Ijah terlihat tersenyum saat melihat Sean yang begitu peduli. Walaupun Mbok Ijah sendiri tidak tahu untuk siapa kepedulian Sean sebenarnya. Apakah kasihan yang Sean tunjukkan adalah untuknya karena merasa kasihan melihat ia yang sudah tidak lagi muda atau Sean kasihan melihat Naina kepanasan, dan memutuskan untuk mendorong kursi Zonya agar mereka bisa segera berteduh. Entahlah...
Selama diperjalanan menuju ruang perawatan Naina. Bayi gembul itu terlelap. Mungkin efek hangat karena habis berjemur, ditambah kehangatan dekapan Zonya membuatnya merasa hangat dan tertidur lelap. Zonya yang menyadari Naina tertidur 'pun tidak mempermasalahkan. Ia justru menepuk punggung bayi gembul itu agar semakin nyaman
"Mbok..." panggil Zonya saat mereka telah tiba di ruangan
"Ya Nya?"
"Tolong bantu baringkan Nai di ranjang ya"
"Baik Nya"
Mbok Ijah langsung mengambil alih Naina dari pangkuan Zonya. Ia langsung merebahkan bayi gembul itu di ranjang dan menyelimutinya. Sedangkan Sean, tanpa banyak kata, ia kembali mendorong kursi roda Zonya untuk kembali keluar
"Kita akan ke mana, Mas?" tanya Zonya
Sean tidak berucap apapun. Ia justru mempercepat dorongannya pada kursi roda Zonya dan membawanya menuju taman belakang rumah sakit, dimana hanya ada mereka berdua di sana
"Kenapa kita ke sini?" tanya Zonya
"Mari kita berdamai demi Naina" ucap Sean
"Berdamai demi Naina?" Zonya tersenyum sinis "Mas tidak sedang bermimpi 'kan?"
"Aku serius Zoe"
Mendengar jawaban Sean, Zonya menatap wajah laki-laki itu dengan begitu lekat "Dengar Mas, sejak awal aku tidak pernah memusuhimu, justru kau 'lah yang menunjukkan ketidak sukaanmu padaku dengan begitu nyata. Jadi wajar bukan kalau aku merasa apa yang kau ucapkan ini adalah hal yang lucu"
Sean mengangguk, karena memang apa yang Zonya katakan sepenuhnya adalah benar. Sejak awal, dirinya 'lah menunjukkan permusuhan pada Zonya. Bahkan ia sendiri pula yang mengatakan tidak peduli pada apapun yang terjadi pada Zonya maupun Naina. Namun kini, ia harus menurunkan egonya demi bisa melindungi Naina, putrinya. demi menjaga harga dirinya didepan Nasila saat mereka bertemu di sana nanti
"Aku mengaku bahwa itu semua adalah kesalahanku. Oleh karena itu juga aku minta maaf padamu" Sean menatap zonya dengan lekat "Jadi, maukah kau bekerja sama denganku demi Naina?" tanya Sean
"Tanpa kau minta 'pun, aku pasti akan menjaga dan menyayangi Naina. Karena dia adalah keponakanku"
"Ya, dia adalah keponakanmu" angguk Sean
*
Setelah apa yang mereka bicarakan di taman rumah sakit pagi tadi. Kini Zonya dan Sean sedang berada di ruangan Dokter Kenan untuk mendengarkan lebih lanjut mengenai penanganan penyakit Naina
"Itu artinya, Naina sudah boleh kami bawa pulang, Dok?" tanya Zonya pada Dokter Kenan
"Benar, gagal ginjal yang akut yang Naina alami masih tergolong ringan, sehingga kita tidak perlu melakukan cuci darah atau pengobatan berat. Saya hanya akan menyarankan untuk Dokter dan suami agar menjaga pola makan Naina dan mengatur konsumsi air putih untuk Naina. Setiap satu minggu sekali, saya juga akan memeriksa keadaan Naina untuk mengontrol kadar elektrolit dalam tubuhnya" jelas Dokter Kenan lebih lanjut
"Baik Dok, kalau begitu kami akan membawa Naina pulang siang ini"
"Silahkan"
Zonya bangkit dan menjabat tangan Dokter muda dihadapannya itu, diikuti oleh Sean. Setelah itu keduanya langsung kembali menuju ruang rawat Naina. Begitu tiba di sana, terlihat Mbok Ijah dan Naina yang tengah tertawa. Hal itu tentu membuat Zonya merasa senang, sebab selama tiga hari di rumah sakit, keadaan Naina benar-benar menunjukkan perubahan
"Mbok..." panggil Zonya
Mbok Ijah berbalik saat merasa terpanggil "Tuan... Nyonya..."
"Kita pulang pagi ini ya"
"Non Nai sudah diizinkan pulang, Nya?"
"Iya Mbok, Nai akan dirawat jalan. Kita hanya akan ke rumah sakit seminggu sekali untuk check up"
"Syukurlah kalau begitu, Mbok senang mendengarnya" Mbok Ijah mengusap pipi gembul Naina dengan haru, karena bagaimana 'pun ia sudah menganggap Naina seperti cucunya sendiri
Zonya langsung mengambil tas pakaiannya dan membereskan semua perlengkapan mereka. Sean yang melihat tentu saja ikut membantu berberes. Karena bagaimanapun, ia sudah berjanji untuk bersama-sama mengurus Naina, dan perlengkapan yang sedang Zonya bereskan adalah milik Naina, maka dari itu ia merasa harus membantu
"Ehh Tuan, Nyonya... Kenapa tidak meminta Mbok yang bereskan?" tanya Mbok Ijah sungkan
"Tidak apa-apa Mbok. Mbok 'kan sedang menggendong Nai. Kalau aku ambil, takut Nai malah menangis" Zonya masih fokus pada kegiatannya. Begitu selesai, ia lekas membawa tas berukuran besar itu untuk keluar
"Sini, biar aku saja yang bawa" Sean langsung mengambil tas ditangan Zonya. Membuat Mbok Ijah yang belum mengerti apa yang terjadi pada Tuan dan Nyonya-nya di taman tadi pagi menjadi terkejut. Pasalnya, Sean dan Zonya terlihat cukup bersahabat saat ini
Sama hal-nya dengan Mbok Ijah, Zonya 'pun juga merasa terkejut dengan perubahan Sean yang ternyata secepat itu. Namun itu hanya berlaku sesaat. Karena didetik berikutnya, ia langsung mendekati Mbok Ijah dan meminta Naina untuk beralih ke gendongannya
"Shut... Sini sama Aunty ya" Zonya menepuk pelan punggung anak itu agar nyaman saat berpindah ke pelukannya
"Sudah 'kan? Ayo kita jalan" ajak Sean
Sean berjalan lebih dulu keluar rumah sakit, diikuti oleh Zonya dan Mbok Ijah. Begitu tiba di parkiran, Sean langsung membuka pintu mobil milik Zonya dan langsung masuk kedalamnya
"Bukannya tadi pagi Mas datang dengan mobil sendiri?" tanya Zonya
"Aku sudah minta Mang Cecep memulangkan" Sean langsung menghidupkan mesin mobil "Tidak ada lagi yang tertinggal 'kan?"
"Tidak, Tuan" jawab Mbok Ijah
Sean mengangguk dan langsung melajukan kendaraannya untuk pulang ke rumah mereka. Sepanjang jalan, ada saja celotehan Naina. Bayi gembul itu seakan ingin bercerita panjang lebar pada orang-orang terdekatnya. Namun karena halangan bahasa planet yang ia kuasai, jadilah Zonya, Mbok Ijah, maupun Sean hanya diam tanpa menanggapi