NovelToon NovelToon
TERPERANGKAP

TERPERANGKAP

Status: sedang berlangsung
Genre:Balas Dendam / One Night Stand / Selingkuh / Cinta pada Pandangan Pertama / Romansa / Barat
Popularitas:1.8k
Nilai: 5
Nama Author: wiedha saldi sutrisno

Samantha tidak mampu mengingat apa yang terjadi, dia hanya ingat malam itu dia minum segelas anggur, dan dia mulai mengantuk...kantuk yang tidak biasa. Dan saat terbangun dia berada dalam satu ranjang dengan pria yang bahkan tidak ia kenal.

Malam yang kelam itu akhirnya menjadi sebuah petaka untuk Samantha, lelaki asing yang ingin memiliki seutuhnya atas diri Samantha, dan Samantha yang tidak ingin menyerah dengan pernikahannya.

Mampukah Samantha dan Leonard menjadi pasangan abadi? Ataukah hati wanita itu bergeser menyukai pria dari kesalahan kelamnya?

PERINGATAN KONTEN(CONTENT WARNING)
Kisah ini memuat luka, cinta yang kelam, dan batas antar cinta dan kepasrahan. Tidak disarankan untuk pembaca dibawah usia 18 tahun kebawah atau yang rentan terhadap konten tersebut.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon wiedha saldi sutrisno, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 17 : Tatapan Diam Yang Merekam Segalanya

Lampu kristal menggantung megah dari langit-langit ballroom, memantulkan cahaya keemasan yang membuat ruangan tampak seperti lautan bintang. Meja-meja bundar tertata sempurna, dihiasi lilin ramping dan vas bunga putih. Aroma wine mahal dan parfum mewah berbaur dalam udara malam yang hangat dan elegan.

Semua mata sontak tertuju ke arah pintu utama saat Nathaniel Graves melangkah masuk, mengenakan tuksedo hitam klasik yang membingkai tubuhnya yang tinggi dan berwibawa. Di lengannya, bergelayut seorang wanita yang langsung memancing bisik-bisik kekaguman di antara para tamu.

Samantha.

Dia bagaikan dewi yang tersesat dari langit malam, gaun merah anggur membalut tubuh rampingnya dengan anggun namun berani. Belahan tinggi menampakkan kilau kulitnya yang pucat dan halus, leher jenjangnya dibalut kalung berlian tipis, dan rambutnya ditata setengah sanggul, memperlihatkan wajah mungilnya yang nyaris tak nyata. Matanya tajam, berbingkai lentik seperti sapuan kuas halus, bibir merahnya melengkung dalam senyum yang tak bisa dibedakan antara anggun dan mematikan.

"Kau pasti bercanda," bisik seorang eksekutif pria pada koleganya sambil menatap Samantha dari jauh. "Itu kekasih Graves? Astaga... dia bukan manusia."

"Dia lebih dari sekadar cantik," sahut yang lain, "dia seperti lukisan hidup. Lihat cara dia berjalan. Tenang, percaya diri, tapi tetap… memikat."

Beberapa wanita tampak memperbaiki posisi berdiri mereka, merasa kalah bersaing. Dan para pria, mereka melirik diam-diam, sebagian terang-terangan menunjukkan kekaguman yang iri.

Nathaniel tersenyum kecil melihat reaksi ruangan. Dia menyukai itu. Dunia memandangnya sebagai pria yang memiliki segalanya, kekuasaan, uang, dan kini… wanita yang begitu menawan hingga membuat pria-pria lain menyesali pilihannya.

Sepanjang malam, Nathaniel tak melepaskan tangan dari punggung Samantha. Ia memperkenalkannya sebagai "rekan strategis sekaligus partner pribadi yang sangat saya percaya." Kalimat itu ambigu. Dan itulah maksudnya.

Samantha hanya tersenyum, anggukan kecil dan kalimat-kalimat diplomatis keluar dari bibirnya yang manis. Namun tatapannya tak pernah lepas dari Nathaniel. Di balik permainan kata, mereka bermain peran yang sangat lihai.

Di lantai dansa, mereka menari dalam alunan klasik yang megah. Tubuh mereka menyatu sempurna, Nathaniel memandu, Samantha mengikuti dengan kelenturan memikat. Orang-orang menonton. Mengagumi. Membayangkan.

Dan Nathaniel tahu, malam ini ia menang. Bukan dalam negosiasi bisnis, bukan dalam proyek yang akan ditandatangani nanti malam, melainkan dalam permainan kekuasaan dan hasrat. Karena wanita di pelukannya bukan hanya simbol status… dia adalah godaan yang berhasil ia jinakkan, meski untuk sesaat.

...****************...

Di salah satu sudut VIP ballroom, Nathaniel duduk santai namun waspada. Di hadapannya, dua pria paruh baya bersetelan Armani dengan mata tajam penuh perhitungan. Mereka berbicara dengan nada tenang, tapi di bawah permukaan, ketegangan dan nilai miliaran dolar sedang dipertaruhkan.

"Jadi, Nathaniel," ujar salah satu dari mereka, menyilangkan kaki sambil menyesap whiskey, "kau benar-benar berhasil membuat dewan kami sepakat. Aku sendiri sempat ragu bahwa proyek ini akan bisa dieksekusi secepat ini."

Nathaniel menautkan jemarinya, ekspresi tenangnya seperti cerminan seorang pria yang selalu tahu apa yang sedang ia lakukan. "Aku hanya menyederhanakan apa yang mereka anggap rumit. Kadang, semua hanya soal menempatkan orang yang tepat pada waktu yang tepat… dan menyingkirkan hambatan yang tak perlu."

Tawa ringan pecah. Mereka menyukai gaya Nathaniel, dingin, efisien, namun memikat. Malam itu, kontrak yang selama ini tertahan akhirnya resmi berada dalam genggamannya. Kepercayaan dibangun, dan kekuatan Nathaniel bertambah satu pilar lagi.

Namun di kejauhan, berdiri seorang wanita dengan mata yang terlalu tenang untuk disebut sebagai sekadar kekasih pengusaha sukses. Samantha tampak menyesap anggurnya perlahan, berdiri elegan di antara para tamu, sesekali tersenyum, sesekali membalas sapaan.

Tapi sesungguhnya, pikirannya bekerja. Matanya tajam mencatat tiap gestur, tiap nama yang disebut Nathaniel, nada suaranya ketika menyebut "penghalang" atau "penempatan orang." Di balik gaun anggunnya, Samantha sedang menghafal permainan para pria di balik layar, memetakan jaringan yang selama ini tersembunyi oleh gemerlap dan formalitas bisnis.

Dia tahu, Nathaniel tidak akan ceroboh meninggalkan jejak.

Tapi Samantha tidak butuh jejak besar.

Satu celah saja cukup. Satu kalimat yang tidak dijaga, satu nama yang terlontar di waktu yang salah. Karena di balik wajah tenangnya, Samantha menyimpan satu hasrat yang tak kalah kuat dari nafsu Nathaniel, membalas semua luka yang telah diselipkan pria itu di hidupnya. Bukan untuk menang, tapi untuk menyaksikan hancurnya Nathaniel dengan matanya sendiri, pelan-pelan, sampai tak tersisa apa pun.

Dan malam itu, di tengah tepuk tangan atas kemenangan Nathaniel… Samantha mencatat langkah pertama menuju kehancuran yang ia rancang sendiri.

...****************...

Kota New York bersinar dalam temaram cahaya dari ketinggian lantai tiga puluh dua. Di balik dinding kaca apartemen hotel yang mewah, Samantha berdiri memunggungi ruangan, memandang kota yang tak pernah benar-benar tidur. Gaun malam berwarna anggur masih melekat di tubuhnya, tapi lelah dan sunyi menjalari kulitnya seperti dingin dari luar jendela.

Di belakangnya, suara pintu terbuka pelan. Nathaniel masuk setelah menyudahi pembicaraan terakhirnya di lobi. Dasinya sudah dilepas, kancing kemejanya terbuka, memberi kesan lelah namun tetap memikat. Samar-samar aroma cologne-nya tercium, menandai kehadirannya sebelum ia benar-benar berbicara.

"Impressive, wasn't it?" Nathaniel mendekat, suaranya rendah namun penuh kemenangan. "Malam ini berjalan sempurna."

Samantha tidak menjawab. Ia hanya menunduk, menggenggam anggur yang kini hambar di tangannya. Dia merasakan Nathaniel berdiri di belakangnya, terlalu dekat.

"Aku lihat cara mereka menatapmu, Sam. Mereka iri padaku." Tangan Nathaniel menyentuh pundaknya. "Karena aku memiliki gadis paling cantik di ruangan itu."

Kata-katanya bukan gombalan kosong, bukan dari pria seperti Nathaniel. Tapi bagi Samantha, pujian itu terdengar seperti ancaman yang dibungkus kemewahan. Ia membalikkan badan perlahan, menatap Nathaniel dengan senyum tipis yang dipaksakan.

"Mereka menatap karena kamu memperkenalkanku sebagai milikmu."

Nathaniel mengangkat alis, seolah menikmati permainan ini. "Kau memang milikku."

Samantha tak membantah, hanya berjalan melewatinya dan meletakkan gelas anggurnya di meja. "Aku akan mandi." ujarnya datar.

Namun saat ia melewati Nathaniel, lelaki itu menangkap pergelangan tangannya, menariknya ke dalam pelukan dengan lembut tapi penuh kuasa. "Kau bisa mandi nanti."

Tatapan mereka terkunci. Samantha memandang mata itu, mata lelaki yang telah mengacaukan hidupnya, menghancurkan rumah tangganya, dan mungkin… mencintainya dengan cara yang sangat berbahaya.

Tapi malam ini, ia sudah memutuskan untuk bertahan dalam permainan ini. Untuk tetap menjadi wanita yang Nathaniel pikir ia kendalikan… sampai waktunya tiba untuk membalikkan semuanya.

Samantha menyentuh wajah Nathaniel perlahan, pura-pura tersenyum, pura-pura luluh.

Dan dalam pelukan itu, mereka kembali larut dalam malam yang terlalu sunyi untuk disebut damai… dan terlalu panas untuk disebut cinta.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!