Fahrul Bramantyo dan Fahrasyah Akira merupakan sahabat sejak kecil, bahkan sejak dalam kandungan. Mereka sangat akrab bak saudara kembar yang merasakan setiap suka dan duka satu sama lain.
Namun semuanya berubah saat kesalahpahaman terjadi. Fahrul menjadi pria yang sangat kasar terhadap Fahra. Beberapa kali pria itu membuat Fahra terluka, hingga membuat tubuh Fahra berdarah. Padahal ia tau bahwa Fahra nya itu sangat takut akan darah.
Karena Fahra kecil yang merasa takut kepada Fahrul, akhirnya mereka pindah ke Malang dan disana Fahra bertemu dengan Fahri.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon LoveHR23, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Khawatir
Karena gemas, pria itu segera membuka resleting jas hujannya dan memaksa Fahra untuk beranjak dari tempat berteduhnya. Fahrul juga membuka paksa helm Fahra dan meletakkannya di atas spion motor. Ia mengangkat jas hujannya untuk meneduhi kepala Fahra.
(backsound : reff, Yang Kurasa ~ Reza Darmawangsa)
Gadis itu menatap wajah Fahrul yang sedang mengangkat dan memegang jas hujan untuk mereka berdua. Begitu juga Fahrul yang tak sengaja menatap wajah Fahra ketika wajah mereka begitu dekat. Beberapa saat terjadi keheningan, namun dipecahkan oleh Fahra yang tiba-tiba tersenyum.
"Fahrul udah baik, ya sama Fahra? Fahrul udah gak marah, ya sama Fahra?" tanya gadis itu disela-sela senyumnya.
"Gak usah GE-ER! Kalau gue suruh lari, lo lari ya. Biar gue gak susah megang jas hujannya."
"Oke, siap pak boss heheh"
Saat sampai dipohon, mereka berdua segera duduk dengan tetap berteduh dibawah jas hujan yang dipegang Fahrul. Karena terlalu lama berhujan-hujanan, Fahra merasa kalau hidungnya mulai tersumbat, dan ia juga beberapa kali bersin-bersin.
"Lo sakit?" tanya Fahrul mengerutkan dahinya.
"Belum kok. Fahra masih sehat wal afiat." suara Fahra sudah berubah jadi mendengung. Wajah gadis itu pun terlihat begitu pucat. "Hachimm" lagi-lagi Fahra bersin.
"Fahrul gak usah tanya Fahra 'kenapa' lagi. Soalnya Fahra baik-baik aja kok." ucap gadis itu setelah bersin. Gadis itu begitu percaya diri karena berfikir Fahrul akan menanyakan keadaannya lagi. Padahal Fahrul hanya duduk diam dan tak perduli.
"Apaan sih lo, gajelas banget!" ketus Fahrul yang tak memengerti ucapan Fahra.
"heheeh gak kenapa-napa kok"
Beberapa saat berteduh, akhirnya hujan pun mulai reda yang hanya menyisakan rintik-rintik kecil. Fahrul menadahkan tangannya untuk memeriksa hujan yang turun. Pria itu menghela nafas lega dan tersenyum melihat cuaca.
"Akhirnya reda" ucap Fahrul pada dirinya sendiri. Ia mulai meregangkan otot-otot tangannya yang sedari tadi memegangi jas hujan. "Nih, lo ambil aja mantel gue." Fahrul menyerahkan jas hujannya pada Fahra.
"Fahrul gak mau pakai lagi? Kenapa? Kan masih hujan gerimis." Fahra menyodorkan kembali jas hujan itu kepada Fahrul.
"Lo aja"
"Fahrul aja"
"Lo yang pake, atau gue marah?" ancam pria itu tajam.
"Fahrul aja yang gak usah pakai, kan Fahra cewek, jadi harus pakai ini biar gak demam" gadis itu menarik bola matanya dan tersenyum terpaksa.
Tanpa berkata apapun, Fahrul mulai beranjak dan pergi menghampiri motornya. Fahra mulai terbiasa dengan sikap judes dan dingin dari sahabatnya. Ia hanya tersenyum sembari melihat setiap langkah Fahrul yang mulai menjauh.
Tanpa sadar, pria itu hanya memberikan Fahra setengah dari jas hujannya. Sementara ia masih memakai celana dari jas hujan itu.
Setelah Fahrul pergi, Fahra bergegas memakai jas hujan yang diberikan kepadanya dan segera pulang dengan motornya.
Saat sampai dirumah, Fahra langsung membaringkan tubuhnya didepan pintu. Pak Hans yang baru saja pulang dari kantor pun terkejut saat melihat putri tunggalnya tergeletak dilantai. Dengan cepat, Pak Hans bergegas membawa Fahra ke dalam kamarnya.
Bu Susan sengaja membawa 2 gelas teh hangat untuk suami dan anaknya dikamar. Fahra masih terbaring lemah dengan suhu tubuh yang lumayan tinggi. Sementara Pak Hans membersihkan dirinya, Bu Susan dengan siaga menjaga Fahra dikamarnya.
Mata gadis itu terbelalak saat melihat kedua orangtuanya ada dihadapannya. Ia mengerutkan dahinya karena bingung. Ia juga menatap sekitar, yang ia tau itu adalah kamarnya.
"Ayah dan Bunda kok bisa ada disini?" ucap gadis itu serak.
"Tadi Ayah temuin kamu didepan pintu rumah, tergeletak gak sadarkan diri. Kamu kenapa?" tanya Pak Hans.
"Oh itu, tadi Fahra habis ditimpa hujan pas pulang les. Terus Fahra gak bawa jas hujan. Makanya pas sampai dirumah, Fahra basah kuyup." jawab Fahra tersenyum tipis.
"Gak bawa jas hujan? Tapi tadi Ayah liat kamu pake jas hujan warna abu-abu kok."
"Bunda juga liat, kamu pakai jaket kulit hitam." sahut Bu Susan dengan cepat.
"Ah Bunda, semangat banget sihhh" Fahra tersenyum gemas memperlihatkan gigi putihnya. "Itu loh, jas hujan dan jaket yang Fahra bawa itu punya Fahrul. Gak sengaja kami dia nemuin Fahra lagi hujan-hujanan dijalan. Padahal Fahra udah berteduh, tapi Fahrul keliatan kesel pas Fahra berteduh."
"Kok kesel sih? Kan bagus dong kalau kamu berteduh." sahut Bu Susan lagi.
Pak Hans mengerutkan dahinya. Ia rasa ada yang aneh dengan sikap Fahrul yang kesal karena Fahra berteduh.
"Tunggu dulu deh, emangnya kamu berteduh dimana, sampai-sampai Fahrul kesel liatnya?" tanya Pak Hans penasaran.
"Ituloh, dibalik motor."
"HAAA??!!" teriak Pak Hans dan Bu Susan kompak.
"Kenapa?" tanya Fahra menatap kedua orangtuanya.
"Hmmm pantes aja Fahrul kesel. Lah wong kamu berteduhnya aneh. Kalau dimotor mah, sama aja kamu masih hujan-hujanan. Ehh tapi tunggu dulu deh, kamu kok bisa ditolongin sama Fahrul?" Bu Susan terlihat begitu penasaran dengan cerita putrinya.
"Aaaa Bunda banyak tanyaaa. Aku capek mau istirahat, boleh? Oh iya, besok aku izin gak masuk sekolah ya. Bolehkan?"
"Boleh apa?" tanya Pak Hans.
"Boleh untuk kedua-duanya heheh"
Pak Hans hanya menggelengkan kepalanya sembari menghela nafas berat. Terkadang tingkah ajaib putrinya sering kali membuat ia gemas. Akhirnya mereka berdua pun setuju dan membiarkan Fahra untuk istirahat.
~>>•<<~
Pagi itu Fahrul sudah menyelesaikan masa hukumannya. Ia diperbolehkan untuk mengikuti pembelajaran disekolah seperti biasa. Pria itu sengaja datang agak terlambat agar tak perlu melihat Fahra berbicara padanya.
Namun walaupun sudah terlambat, Fahrul sama sekali tak menemui keberadaan Fahra didalam kelas. Ia mulai khwatir dengan keadaan Fahra yang kemarin ia melihat bahwa gadis itu terlihat begitu pucat. Ditambah lagi Fahrul semalam mengalami mimpi buruk tentang Fahra yang pergi meninggalkannya untuk selamanya.
Saat jam istirahat, Fahrul menurunkan ego nya dan menyuruh Ridho untuk mempertanyakan keadaan Fahra pada Cinta.
"Buset, tumbenan amat lo nanya kondisi cewek yang hampir setiap hari lo bully. Hmmm apa jangan-jangan lo...." Ridho menggantung bicaranya dan terkekeh.
"Bisa gak, lo langsung kerjain aja apa yang gue suruh?" Fahrul mulai meninggikan nada bicaranya.
"Eitss, santai bro. Yaudah, gue mau nanyain itu ke Cinta."
"Nanyain apa?" tanya Beni yang tiba-tiba muncul.
"Kepo!!" tukas Ridho dan tertawa.
"Inget, anggap aja lo yang nanyain, bukan gue." peringatnya pada Ridho. "Yaudah deh, gue sama Beni nunggu dikantin." Fahrul bergegas mengajak Beni untuk pergi ke kantin. Ridho hanya mengangguk dan segera melaksanakan tugasnya.
Ridho mulai melangkahkan kakinya mendekati Cinta yang terlihat sedang mengeluarkan bekalnya diatas meja.
"Cin..." panggil Ridho yang sontak membuat Cinta menoleh ke arahnya.
"Eh elo, kenapa Do?"
"Fahra kemana? Tumben amat, dia gak masuk sekolah."
"Oh itu, dia lagi sakit katanya. Bokapnya juga udah minta izin sama guru. Emang kenapa, Do?"
"Em gakpapa kok. Gue cuma penasaran aja kenapa Fahra gak ada. Gue kira dia pindah sekolah." ucap Ridho beralasan. "Oh iya Cin, yaudah deh gue mau ke kantin dulu ya." Ridho bergegas pergi sembari menyembunyikan senyumnya.
Cinta mengerutkan dahinya, berusaha mencerna omongan Ridho. Namun tak lama kemudian, gadis itu langsung fokus pada makanannya lagi. Ia langsung membuka tutup kotak bekal yang dibawakan ibunya.
~>>•<<~
Terlihat Fahrul dan Beni tengah duduk dikursi kantin tempat biasa mereka duduk. Disebuah kursi dan meja panjang yang penghuninya hanya mereka berdua. Ridho yang melihat keberadaan sahabatnya itu pum bergegas menghampiri.
"Woii!" ucap Ridho mengagetkan. Namun diantara Fahrul dan Beni, tidak ada yang terkejut. Mereka berdua menatap Ridho dengan tatapan datar yang membuat Ridho terkekeh sembari menggaruk belakang kepalanya yang tak gatal.
"Gimana?" tanya Fahrul saat Ridho sudah duduk.
"Lagi sakit, Rul."
"Seriusan?"
"Iya, emang kenapa sih?"
"Gue kira dia meninggal"
"Astagfirullah" ucap Ridho dan Beni kompak.
Sontak sorot mata Fahrul dan Ridho tertuju pada Beni yang juga mengucapkan Istighfar, padahal ia sama sekali tak mengetahui apa yang dibicarakan kedua sahabatnya.
"Heheh kan gue cuma nyimak omongan kalian berdua. Emang kalian lagi ngomongin siapa sih? Kok gak ajak-ajak gue." Beni mulai mencebikkan bibir bawahnya.
"Lo gak perlu tau!" tukas Fahrul sembari menjitak kepala Beni yang berada disampingnya.
"Aduh sakit, Rul" lagi-lagi Beni mencebikkan bibirnya.