Kecurigaan Agnes kepada suaminya di hari ulangtahun pernikahannya yang ke enam, membuatnya bertemu dengan pemuda tampan berbadan atletis di ranjang yang sama. Siapakah pemuda itu? Lalu apa kesalahan yang sudah diperbuat oleh suaminya Agnes sehingga Agnes menaruh kecurigaan? Di kala kita menemukan pasangan yang ideal dan pernikahan yang sempurna hanyalah fatamorgana belaka, apa yang akan kita lakukan? Apakah cinta mampu membuat fatamorgana itu menjadi nyata? Ataukah cinta justru membuka mata selebar-lebarnya dan mengikhlaskan fatamorgana itu pelan-pelan menguap bersamaan dengan helaan napas?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon lizbethsusanti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Melepas Ketegangan (17+)
"Jangan sakiti dia!" Amos mengarahkan kedua tangannya di depan dada. "Aku tidak bawa senjata dan kamu aman saat ini karena aku juga tidak panggil polisi"
Oke, hanya bisa bernegosiasi sambil mencari celah untuk merebut Archie dari si botak itu. Amos mengangkat kedua tangannya dengan perlahan.
"Kamu siapanya anak ini?" Teriak pria botak yang masih menggendong Archie dan menempelkan moncong pistol di keningnya Archie.
"Dia mamanya, " Amos menoleh ke belakang sebentar dan mengerjap ke Agnes sebagai kode agar Agnes tenang dan mempercayakan semuanya ke Amos. Amos lalu mengarahkan pandangannya ke depan untuk berucap, "Aku Omnya. Kami hanya orang biasa. Mana mungkin kami menang melawan kamu. Jangan sakiti Archie!"
"Di mana teman-temanku?"
"Oh, aku lihat mereka berlari ke arah yang lain mencari Archie dan bingo! Kamu yang paling pinter, kan, bisa menemukan Archie"
Archie masih mematung. Agnes celingukan mencari sesuatu yang bisa ia pakai untuk membantu Amos membebaskan Archie.
Pria botak itu menyeringai senang lalu ia berbalik badan tanpa kewaspadaan tinggi. Amos tidak menyia-nyiakan kesempatan itu ia melesat maju dengan kecepatan kilat untuk menggelungkan lengan kirinya di leher pria botak itu dari arah belakang dan tangan kanan menjauhkan tangan yang menggenggam pistol dari kening Archie.
Amos menatap Archie, "Archie lari ke Mama!"
Archie merosot turun saat lengan yang mendekapnya melonggar. Lalu dengan kecepatan kilat Archie berlari ke mamanya. Agnes langsung memeluk Archie dengan senyum lebar saat Archie menjatuhkan tubuh mungilnya ke Agnes.
Sementara Amos masih bergelut dengan si botak, mereka berebut pistol. Melihat itu, Agnes langsung melepas pelukannya dan berkata ke Archie, "Tunggu di sini! Mama mau bantu Om Amos"
Archie menganggukkan kepalanya. Agnes langsung melesat mengambil balok kayu yang berhasil ia lihat tadi.
Brugh! Agnes memukulkan balok kayu itu ke kepala si botak dan bruk! Si botak tergeletak tak sadarkan diri.
Amos dengan cepat menonaktifkan pistol lalu menyelipkan. pistol itu ke punggungnya sambil menggenggam tangan Agnes yang gemetar. "Tidak apa-apa, sudah aman, ssttttt, sudah aman, Nes"
Archie langsung berlari ke Amos dan memeluk kaki Amos. Amos membungkuk untuk menarik Archie ke gendongannya sambil meletakkan balok kayu ke tanah.
Lalu pria tampan itu mengajak Agnes melangkah ke depan sambil berkata, "Sudah aman sekarang"
Meskipun hatinya sudah lega dan jantungnya sudah tidak berdegup kencang lagi, tapi tubuh Agnes masih gemetar.
Archie berucap, "Terima kasih, Om Amos" Sambil menyandarkan pelipisnya ke dada Amos. Amos mendekap erat tubuh Archie dengan lengan kanannya dan tersenyum saat ia melihat Archie memejamkan mata.
Agnes melihat Archie dan berkata, "Ini jam tidurnya Archie"
"Oh, pantes ia tidur secepat ini" Ucap Amos.
Sesampainya di mobil, Amos membaringkan pelan Archie di jok belakang lalu ia menutup pintu dengan pelan kemudian berlari kecil mengitari kap mobil.
Laki-laki tampan itu masuk ke dalam mobil dan langsung mendekatkan wajahnya ke wajah Agnes dalam hitungan detik.
Agnes melotot kaget saat laki-laki tampan itu memagut bibirnya.
Agnes dengan ce mendorong dada Amos dan laki-laki itu dengan terpaksa melepaskan pagutannya.
Agnes menatap mata Amos dan bertanya dengan suara serak, "Kenapa kamu suka banget menciumku dadakan?"
Amos menempelkan keningnya di kening Agnes dan berkata, "Aku selalu butuh pelampiasan untuk melepas ketegangan"
"Lalu selama ini kamu mencium siapa untuk melepas ketegangan kamu?"
"Tidak ada. Selama ini aku melepas ketegangan dengan cara meninju samsak di sasana tinju milik temanku"
"Berarti aku yang pertama kamu cium untuk melepas ketegangan kamu?"
"Ya, kamu yang pertama dan kamu selalu menjadi yang pertama. Membuatku jatuh cinta dan membuatku segila ini" Erang Amos.
Napas hangat Amos yang berbau mint dan parfum Amos yang beraroma Woody maskulin membuat Agnes tanpa sadar berucap, "Kamu sudah menyelamatkan Archie dari bahaya, maka aku ijinkan kamu lepaskan ketegangan kamu"
"Serius boleh?" Suara Amos terdengar serak.
Agnes mengangguk dengan wajah merona malu. "Hanya untuk kali ini"
Amos mendengus geli lalu ia kembali memagut bibir Agnes lebih lembut dari yang sebelumnya. Agnes pun terbuai dan tanpa sadar ia mengundang lidah Amos untuk bermain dengan lidahnya. Amos mengerang sambil melepas sabuk pengamannya Agnes. Lalu ia membawa Agnes untuk duduk di atas pangkuannya tanpa melepaskan belitan lidah mereka.
Agnes menahan tangan Amos saat tangan itu hendak membuka pengait di punggung Agnes. Amos menarik lidahnya lalu menatap Agnes dengan sorot mata sayu.
"Aku rasa cukup" Agnes pindah duduk ke jok mobil lalu merapikan rambut dan blusnya.
Amos menoleh ke Agnes, "Kamu benar-benar......" Napas Amos masih menderu.
Agnes menoleh ke Amos dengan dada yang naik turun, "Aku hanya ingin berterima kasih dengan cara membantu melepaskan ketegangan kamu karena kamu sudah menyelamatkan Archie. Kamu hanya butuh mencium aku, kan, tidak lebih"
"Hanya butuh mencium kamu? Are you kidding me? I love you Agnes dan aku tidak hanya butuh mencium kamu. Kamu menyiksaku, Agnes"
"Yeeaahhh, aku juga butuh melampiaskan ketegangan yang belum pernah aku rasakan sebelumnya. Berciuman ternyata cukup ampuh melepas ketegangan dan sayangnya hanya ada kamu saat ini, andaikan kamu itu Mas Ronald, aku akan senang sekali"
"Kau kejam, Agnes" Amos kembali memakai sabuk pengaman lalu perlahan melajukan mobil ke jalan beraspal.
"Yeaaaah, aku harus kejam sama kamu agar kamu melek pada kenyataan kalau aku lebih tua dari kamu, aku sudah menikah, punya anak, dan......."
"Aku tidak peduli dengan itu semua dan aku hanya mau melek pada teknologi biar pinter. Kalau melek tentang pernikahan kamu dan status kamu nggak bikin pinter, kan"
"Dasar keras kepala"
"Kamu juga keras kepala. Jelas-jelas kamu menikmati ciumanku, aku bisa merasakan degup jantung kamu dan......."
"Hentikan! Aku tidak mau dengar" Agnes menutup telinga dengan tangan kiri dan tangan kanannya menghidupkan tape mobil.
Amos hanya bisa menghela napas panjang.
Semuanya lalu terdiam dan Agnes memilih untuk bersandar ke jok mobil lalu memejamkan mata. Ia merutuki kebodohannya kembali mengundang Amos untuk mencium dirinya dan ia hampir kebablasan. Bodoh! Kelopak mata Agnes memejam lebih erat dan bibirnya mengerucut kesal.
Amos melirik Agnes dan ia merutuki kebodohannya karena ia lebih mementingkan cintanya daripada fakta yang ia temukan. Maafkan aku, Pa, aku mencintai putri dari musuh besarnya Papa yang bahkan belum mencintaiku dan ia istri orang. Anak kamu ini memang bodoh, Pa. Bodoh! Amos meremas kemudi mobil sampai buku-buku jarinya tangannya memutih.
Hingga sampai di depan pintu gerbang rumah megahnya Ronald Howard, mereka masih saling diam. Amos memutuskan untuk turun dari mobil saat pak Sentot tidak segera membukakan pintu pagar. Amos melotot tidak percaya saat ia menemukan pak Sentot tergeletak di pos satpam dengan kondisi kening berlubang karena peluru.
Amos langsung menelepon timnya setelah menjelaskan hal-hal yang ada di depan kayanya dan memberikan beberapa instruksi untuk timnya, Amos berlari masuk kembali ke dalam mobil. Ia memakai sabuk pengaman dan berkata ke Agnes, "Lebih baik kamu dan Archie aku bawa ke rumahku"
"Tapi, kenapa? Aku mau pulang, capek. Archie juga butuh........"
"Pak Sentot ditembak dan ia sudah mati. Aku rasa rumah suami kamu tidak aman saat ini. Aku juga melihat ada dua mobil Van hitam di depan pintu rumah utama kamu" Amos berkata sambil melajukan mobil di tengah jalan besar.
"Tidak! Putar balik!" Pekik Agnes.
"Tidak!" Amos berucap tegas.
"Kembali Amos! Mas Ronald, Mas Ronald ......"
"Dia cowok dan punya banyak pengawal, kan" Ucap Amos acuh tak acuh.
"Kembali aku bilang!" Agnes memukul keras bahu Amos.
"Aku bilang tidak" Amos menoleh ke Agnes.
"Balik aku bilang! Putar balik sekarang!" Teriak Agnes.
Archie terbangun dan memajukan wajahnya ke jok depan, "Mama kenapa teriak ke Om Amos?"
Keduanya refleks menutup mulut dan Agnes menoleh ke belakang, Agnes menarik Archie ke pangkuannya sambil berkata, "Tidak apa-apa, Sayang. Om sama Mama cuma debat soal pelajaran di kampus. Om Amos ngeyel dan Mama bentak"
Amos melirik jengkel Agnes dan ia hanya bisa menggelengkan kepalanya. Dia yang ngeyel eh nyalahin Gue.