Novel ini akan mengisahkan tentang perjuangan Lucas Alarik yang menunggu sang kekasih untuk pulang kepelukannya. Mereka berjarak terhalang begitulah sampai mungkin Lucas sudah mulai ragu dengan cintanya.
Akankah Mereka bertemu kembali dengan rasa yang sama atau malah asing?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon lee_jmjnfxjk, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 12 .Pagi yang Datang Terlalu Cepat
Sejak Lucas berangkat ke Jepang, bangku paling belakang kelas terasa lebih sunyi dari biasanya.
Danu dan Gio masih duduk berdampingan seperti hari-hari sebelumnya—dua sahabat satu kelas yang sudah terbiasa berbagi buku, contekan, dan keluhan soal hidup. Tapi pagi itu, ada jarak tak kasat mata yang membuat diam di antara mereka terasa lebih berat dari biasanya.
Ponsel Danu bergetar pelan di atas meja.
Notifikasi grup kelas.
Raka:
Besok malam gue ulang tahun di Cafe Unda. Dateng ya.
Danu membaca pesan itu dua kali, lalu tanpa sadar melirik Gio.
“Lu dateng?” tanyanya, nada suaranya dibuat serileks mungkin.
Gio mengangkat bahu sambil menutup bukunya.
“Kayaknya. Anak-anak juga pada ikut.”
Danu mengangguk kecil. Ia sebenarnya tidak terlalu suka keramaian. Tapi sejak Lucas pergi, pulang cepat ke rumah terasa jauh lebih sepi dari biasanya. Dan entah kenapa, ia tidak ingin sendirian malam itu.
“Yaudah,” ucapnya pelan. “Gw ikut.”
...****************...
Malam di Cafe Unda dipenuhi lampu hangat dan suara tawa yang terlalu keras. Musik diputar nyaris menenggelamkan obrolan, dan semua orang terlihat sibuk merayakan sesuatu—ulang tahun, kebebasan, atau sekadar lupa sejenak dari masalah masing-masing.
Danu dan Gio duduk di sudut ruangan, satu meja kecil yang cukup untuk dua gelas dan satu piring camilan. Awalnya mereka hanya minum soda. Lalu seseorang menaruh minuman lain di meja. Satu gelas berubah jadi dua, dan dua jadi terlalu banyak untuk diingat.
“Lu keliatan capek,” ujar Gio sambil mendorong gelas ke arah Danu.
“Kurang tidur,” jawab Danu singkat.
Gio mengangguk.
“Sejak Lucas pergi?”
Danu tertawa kecil, tapi pahit.
“Iya. Gw gak nyangka bakal sekosong ini.”
“Lu gak sendirian,” kata Gio pelan.
Kalimat itu sederhana. Tapi entah kenapa, dada Danu terasa mengencang setelahnya.
Mereka pulang lebih awal dari acara. Udara malam dingin, langkah mereka sedikit goyah. Tidak ada rencana jelas, tidak ada pembicaraan penting. Hanya diam, sesekali tertawa kecil karena hal sepele. Hotel terdekat terasa seperti pilihan paling masuk akal saat itu.
Dan setelah itu—
ingatan Danu berlubang.
...****************...
Pagi datang terlalu cepat.
Danu terbangun dengan kepala berat dan napas yang terasa asing. Tangannya melingkar pada sesuatu yang hangat. Terlalu hangat untuk sekadar mimpi.
Ia membuka mata perlahan.
Gio.
Tidur di sampingnya. Terlalu dekat. Terlalu nyata.
Jantung Danu berdegup kencang, bukan karena panik semata, tapi karena rasa bersalah yang datang belakangan. Ia melepaskan diri pelan, duduk di tepi kasur sambil menutup wajahnya.
“Kenapa bisa sejauh ini,” gumamnya.
Gio bergerak, lalu terbangun. Tatapan mereka bertemu. Tidak ada teriakan. Tidak ada panik berlebihan. Hanya keheningan yang terlalu jujur untuk dihindari.
“Ini… beneran kejadian ya,” ucap Gio pelan.
Danu mengangguk.
“Iya.”
Mereka duduk terpisah. Selimut terasa asing. Jarak di kasur terasa lebih menyakitkan daripada kedekatan sebelumnya.
“Gw takut,” kata Gio akhirnya. “Bukan sama kejadian ini. Tapi sama diri gw sendiri.”
Danu menunduk.
“Gw juga.”
Mereka tidak menangis. Tapi ada sesuatu yang runtuh perlahan di dada masing-masing. Bukan karena semalam—melainkan karena perasaan yang ternyata sudah lama ada dan selama ini mereka pura-pura tidak melihatnya.
“Kalau ini cuma mabok,” lanjut Gio lirih, “harusnya gw nyesel.”
Danu menatap lantai.“Tapi lu gak?”tanya Danu.
Gio menggeleng pelan.
Ponsel Danu bergetar. Pesan dari Lucas. Jauh. Aman. Tidak tahu apa-apa.
Danu memejamkan mata.
Kadang, pengalihan tidak datang untuk menyelamatkan.Tapi untuk menunjukkan bahwa setiap orang punya perangnya sendiri.Dan pagi itu,Danu dan Gio sadar—tidak semua kesalahan ingin dilupakan.Beberapa hanya ingin dipahami.
—bersambung—