Raka, 28 tahun, pria biasa dengan pekerjaan seadanya dan istri yang mulai kehilangan kesabaran karena suaminya dianggap “nggak berguna”.
Hidupnya berubah total saat sebuah notifikasi aneh muncu di kepalanya:
[Selamat datang di Sistem Suami Sempurna.]
Tugas pertama: Buat istrimu tersenyum hari ini. Hadiah: +10 Poin Kehangatan.
Awalnya Raka pikir itu cuma halu. Tapi setelah menjalankan misi kecil itu, poinnya benar-benar muncul — dan tubuhnya terasa lebih bertenaga, pikirannya lebih fokus, dan nasibnya mulai berubah.
Setiap misi yang diberikan sistem — dari masak sarapan sampai bantu istri hadapi masalah kantor — membawa Raka naik level dan membuka fitur baru: kemampuan memasak luar biasa, keahlian komunikasi tingkat dewa, hingga intuisi bisnis yang nggak masuk akal.
Tapi semakin tinggi levelnya, semakin aneh misi yang muncul.
Dari misi rumah tangga biasa… berubah jadi penyelamatan keluarga dari krisis besar.
Apakah sistem ini benar-benar ingin menjadikannya suami sempurna.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon farinovelgo, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 16
Hujan turun malam itu.
Deras, tapi sunyi.
Airnya memantulkan cahaya biru samar dari langit yang belum normal sejak reset kemarin.
Aku duduk di atas motor, diam di pinggir jalan, sambil nunggu cincin ini nunjukin sinyal baru.
Sudah hampir tiga jam sejak aku keluar dari apartemen itu.
Satu serpihan udah kembali, tapi entah kenapa… aku malah merasa makin kosong.
Setiap serpihan yang kukembalikan, rasanya bukan kayak menambal luka tapi malah membuka luka lama yang belum sembuh.
Dan mungkin… itu memang bagian dari prosesnya.
Aku lihat cincin di jariku. Cahaya birunya berdenyut pelan.
Tiba-tiba, muncul teks samar di udara kayak hologram kecil dari logam itu.
[LOKASI SERPIHAN 2 TERDETEKSI]
[AREA: LABORATORIUM BAWAH TANAH ZONA TERLARANG, BLOK INDUSTRI TUA]
[IDENTITAS: RASA TAKUT]
Aku mengembuskan napas panjang.
“Rasa takut, ya?” gumamku. “Oke, Din. Kali ini aku datang buat ngelawan itu.”
Gedung industri tua itu berdiri di pinggiran kota, nyaris runtuh dimakan waktu.
Papan “DILARANG MASUK” udah robek separuh, tapi aku masuk aja.
Aku bukan orang yang takut sama peringatan, bukan setelah semua yang terjadi.
Setiap langkahku ke dalam bangunan itu, udara makin dingin.
Ada bau ozon dan karat.
Sampai akhirnya aku nemu pintu logam besar di ujung koridor bawah tanah yang retak, tapi masih berdiri.
Begitu aku dorong, suara gemerincing logam nyaring banget, kayak teriakan mesin yang dibangunkan paksa.
Dan di balik pintu itu… ruang putih kosong lagi.
Cahaya biru turun dari langit-langit, seperti hujan data.
“Raka…”
Aku langsung berhenti.
Suara itu.
Aku tahu suara itu tapi kali ini, nadanya bukan lembut.
Tapi berat. Dalam.
Penuh kecemasan.
Di tengah ruangan, berdiri sosok perempuan Dinda lagi.
Tapi bukan versi lembut seperti di serpihan pertama.
Rambutnya acak-acakan, wajahnya pucat, dan matanya penuh ketakutan.
Dia memeluk diri sendiri, seperti berusaha menahan sesuatu dari dalam.
“Aku… aku takut, Rak,” katanya pelan. “Kamu nggak boleh di sini. Sistem masih mengawasi.”
Aku melangkah maju. “Kalau sistem memantau, biarin aja. Aku di sini buat nemuin kamu lagi.”
Dia menggeleng cepat. “Nggak. Ini jebakan. Kalau kamu nyentuh aku sekarang, sistem bisa hapus kesadaranmu.”
Aku menatapnya lama. “Aku udah pernah hampir hilang, Din. Nggak ada yang lebih menakutkan dari kehilangan kamu.”
Dia menatapku dan tiba-tiba, seluruh ruangan berubah.
Dindingnya jadi hitam, atapnya runtuh, dan sekeliling kami berganti jadi jalanan kota…
Tempat kecelakaan itu terjadi.
Mobil ringsek, hujan deras, dan sirene ambulans yang bergema di kejauhan.
Aku tahu tempat ini.
Tempat aku kehilangan Dinda untuk pertama kalinya di dunia nyata.
Aku mundur setapak. “Kenapa kamu bawa aku ke sini?”
“Karena di sinilah ketakutanmu lahir,” jawabnya pelan. “Kamu terus salahin dirimu sendiri sejak hari itu. Kamu pikir aku mati karena kamu.”
Aku terdiam.
Dia benar.
Aku masih ingat jelas aku yang nyetir malam itu. Aku yang maksa pulang cepat padahal hujan gede.
Dan rem mobil itu blong di tikungan.
“Kalau aku nggak maksa waktu itu”
“Kita tetap akan kecelakaan,” potongnya lembut. “Tapi kamu nggak bisa nerima kenyataan, Rak. Makanya kamu bikin sistem ini.”
Aku menatapnya. “Jadi semua ini, sistem, dunia digital, proyek AURA… semua muncul karena rasa takutku?”
Dia menatapku dalam-dalam. “Iya. Takut kehilangan. Takut sendirian. Takut kenyataan.”
Aku meremas rambutku keras-keras, frustrasi. “Kalau gitu gimana caranya aku tebus semua ini, Din? Aku udah balik nyari kamu, aku lawan semuanya!”
Dia melangkah maju, pelan, lalu menyentuh dadaku.
Tangannya dingin, tapi lembut.
“Dengan berhenti takut, Rak. Karena selama kamu takut, sistem masih hidup. Dan selama sistem hidup… aku tetap terjebak.”
Cahaya di sekeliling kami makin terang.
Hujan berhenti.
Semua mobil yang hancur perlahan hilang jadi debu digital, terserap ke langit.
Aku memejamkan mata.
Genggaman tangannya makin kuat.
“Dinda…”
“Ya?”
“Aku nggak akan takut lagi. Bahkan kalau dunia ini hilang, aku nggak peduli.”
Begitu aku bilang itu, cahaya biru besar meledak dari tempat kami berdiri.
Tubuh Dinda berubah jadi serpihan cahaya kecil, berputar mengelilingi cincin di jariku.
[SERPIHAN KE 2 RASA TAKUT TELAH TERHUBUNG]
[KAPASITAS EMOSI: 31%]
Aku jatuh berlutut.
Kepalaku sakit banget kayak ada ratusan memori masuk sekaligus.
Dan di antara semua itu, aku lihat sesuatu yang aneh.
Sebuah pintu.
Bertanda simbol spiral.
Dan suara Dinda terdengar samar di kepalaku.
“Kalau kamu bisa ngelewatin semua serpihan, pintu itu bakal kebuka. Di baliknya… aku nunggu kamu.”
Aku bangkit pelan, nahan rasa nyeri di kepala.
Cincin di jariku bergetar, tapi warnanya sekarang lebih hangat biru muda, bukan biru dingin.
Aku nyengir kecil.
“Dua dari tujuh. Masih jauh, tapi aku nggak akan berhenti.”
Tiba-tiba, dari ujung ruangan muncul suara langkah.
Aku refleks menoleh.
Seorang pria berdiri di sana, mengenakan jas lab kotor, matanya merah menyala samar.
Aku kenal wajah itu Dr. Bram, kepala proyek AURA.
Orang yang dulu bantu aku ciptain sistem.
“Ternyata kamu masih hidup, Rak,” katanya datar. “Dan kamu malah masuk lagi ke sistem ini.”
Aku menegang. “Kamu… kamu yang muncul Dinda di dalam?”
Dia tersenyum tipis. “Bukan ngunci, Raka. Aku nyelamatin data yang bisa diselamatkan. Tapi sekarang kamu mulai ngerusak keseimbangan sistem.”
“Seimbang apaan? Ini udah bukan dunia, ini neraka!”
Dia mendekat beberapa langkah, menatap cincin di jariku.
“Itu kuncinya, kan? Prototipe emosi buatan. Kalau kamu terus aktifin serpihan, dunia nyata bisa kolaps.”
Aku mengernyit. “Maksudmu?”
“Cincin itu bukan cuma nyambungin kamu ke Dinda, Rak. Tapi juga ke core system AURA yang nyatu sama jaringan global. Kalau kamu terus sinkronisasi… kamu bakal bawa semua orang masuk ke dunia digital ini.”
Darahku langsung dingin.
“Jadi kalau aku terus nyari Dinda”
“Dunia nyata bakal ikut hancur,” potongnya.
Aku diam lama.
Kata-katanya menggantung di udara, berat kayak batu di dada.
Dinda atau dunia.
Cuma salah satu yang bisa diselamatkan.
Aku melangkah keluar dari gedung itu tanpa bilang apa-apa.
Hujan udah berhenti, tapi petir masih sesekali menyambar langit biru.
Di tanganku, cincin itu masih berdenyut pelan, seolah ikut ngerasain dilema yang lagi melanda pikiranku.
Aku tahu satu hal:
Aku nggak bisa berhenti sekarang.
Aku udah janji sama Dinda bakal nemuin semua serpihannya.
Tapi di sisi lain…
Kalau yang dibilang Bram benar, berarti setiap langkahku menuju Dinda, dunia ini makin dekat ke kehancuran.
Aku mendongak ke langit, menarik napas dalam.
“Kalau dunia ini harus hancur buat nyelamatin kamu, Din… mungkin itu harga yang layak dibayar.”
Dan di langit biru itu, samar-samar… muncul tulisan digital baru.
[TARGET SERPIHAN KE 3 EMOSI: HARAPAN]
[LOKASI: KOTA LAMA, MENARA JAM 07]
Aku nyalakan motor, dan mesin langsung meraung.
“Baiklah, serpihan ketiga. Ayo kita lihat seberapa jauh aku bisa bertahan.”
...﹌﹌﹌﹌﹌﹌...
Dua serpihan udah balik, tapi masalah baru muncul ternyata misi Raka bisa ngehancurin dunia nyata juga.
Kira-kira dia bakal terusin atau berhenti? 🤔
Tulis pendapatmu di komentar, ya.
Like kalau kamu masih pengen lanjut ngikutin perjuangan Raka nyari Dinda 🔥🔥🔥