Tentang Almaira yang tiba-tiba menikah dengan sepupu jauh yang tidak ada hubungan darah.
*
*
Seperti biasa
Nulisnya cuma iseng
Update na suka-suka 🤭
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ovhiie, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 16
Sepanjang perjalanan mereka di dalam mobil, Almaira tenggelam dalam pikirannya.
Apakah dia melakukan kesalahan hari ini? Tidak peduli seberapa keras dia mencoba, Almaira masih belum mendapatkan jawaban atas kesalahan apa yang telah dia lakukan.
Sedari tadi, laki-laki itu diam tanpa bicara sepatah kata pun. Namun, begitu pintu kamarnya terbuka, dia langsung menerjang Almaira.
Mendorong tubuhnya ke dinding, menghimpitnya dengan tubuhnya, lalu menghancurkan bibirnya dalam ciuman yang begitu tiba-tiba hingga Almaira bahkan tidak sempat untuk melawan.
"Tu-tunggu sebentar Kak."
Bibirnya terkunci erat, dan tatapan matanya begitu penuh hasrat. Almaira berusaha mendorong dada Yaga dengan tangannya yang terkepal, namun sia-sia. Dia meringkuk, berusaha membalikkan badan, namun laki-laki itu semakin menekan, tanpa memberi celah sedikit pun.
"Ayo kita lakukan didalam. Setidaknya, biarkan pintunya ditutup dulu."
Dengan sekuat tenaga, Almaira memalingkan wajahnya, menghindari ciuman itu. Baru saat itu, Yaga menarik diri dengan ekspresi kesal. Napasnya terdengar berat, mengisi ruang di antara mereka yang kini terbuka.
Almaira menatap laki-laki itu dengan mata bergetar.
''Kak Yaga marah ya?”
"Tidak."
"....."
"Kalau aku marah, kamu pasti sudah ku habisi di sana."
Dia tertawa dengan acuh tak acuh, melangkah maju dan meraih tubuh gadis itu.
Satu per satu, dia membuka kancing kemeja yang terkunci rapat, lalu menunduk dan mengecup pipinya, meninggalkan jejak ciuman yang semakin lama semakin mengganggu.
Almaira yang merasa geli, tidak bisa menahan diri dan menggerakkan pinggulnya.
"Tenanglah, aku tidak akan membunuhmu. Aku janji," katanya dengan tawa ringan, bibirnya terus menyusuri leher Almaira.
Rasanya seperti otaknya kosong seketika. Hingga akhirnya, dia membenamkan giginya di leher Almaira
"Ah.." Tubuh Almaira yang, kehilangan tenaga perlahan jatuh di lantai
Duduk terdiam, Almaira hanya bisa menarik napas berat. Dalam keadaan terjepit seperti itu, dia hanya bisa berusaha mengatur napasnya, sementara laki-laki itu duduk di depannya dengan satu lutut di lantai, sambil menggeram.
"Apa yang kamu lakukan Almaira…" Dengan santainya, Yaga memegang pergelangan kaki Almaira dan melepaskan sepatunya dengan gerakan cepat.
Sepasang sepatu wanita tergeletak asal di samping mereka. Almaira marah, merasa seperti ada bagian dirinya yang buruk terungkap
"Kan Aira sudah bilang, pintunya di tutup dulu."
Matanya yang penuh keberanian, rasanya seolah dia sedang mengolok-olok, namun tatapan itu begitu intens hingga Yaga merasa tidak bisa berkata apa-apa.
Yaga tertawa kecil, lalu tubuhnya bergerak lebih dekat pada Almaira.
"Peluk aku."
Gadis itu berbalik seolah tidak mau mendengar, tubuhnya yang lemah sedikit terpelintir. Dengan tekad, dia mencoba bangkit sendiri, memanfaatkan kedua tangannya untuk menopang tubuh.
Tapi, salah satu tangannya tiba-tiba terangkat, dan Yaga langsung mengangkat tubuh Almaira ke dalam pelukannya.
Almaira terkejut, bahkan tidak sempat berteriak. Dalam ketakutannya, dia hanya bisa menatapnya dengan mata penuh kebingungan.
Yaga tetap tenang, seolah memberi pilihan kepada Almaira, dan tanpa berkata apa-apa, dia menutup pintu lalu berjalan ke tempat tidur sambil menggendongnya.
* * *
Setelah menurunkan Almaira di tempat tidur, Yaga melepas jasnya dikamar mandi satu per satu, dia menghela napas pendek disertai tawa kecil. Bahkan setelah melepas seluruh pakaiannya dan melangkah ke dalam bilik shower, rasa menggelitik itu masih tersisa, membuatnya terkekeh pelan.
Namun, di balik aliran air hangat yang membasahi tubuhnya, pikirannya tetap terjaga, mengingat sesuatu yang membuat matanya sedikit meredup.
Dua belas. Itulah jumlah teman laki-laki di antara rekan seangkatan Almaira Dan sebelas jumlah laki-laki yang tampaknya memiliki perasaan khusus padanya.
Beberapa rekan perempuan mereka memang tidak hadir malam itu, tapi dua belas laki-laki itu?
Mereka semua datang. Tidak sulit menebak alasannya.
Sepanjang malam, dua belas laki-laki itu saling mengamati, masing-masing membaca situasi, seolah mencari celah untuk bisa berbaur.
Ketika Yaga muncul, mereka menyambutnya dengan senyum ramah, menawarkan minuman, tetapi sorot mata mereka bercerita lain, penuh tanda tanya, bahkan kecemburuan yang tersirat.
Di antara mereka, ada seseorang yang baru saja putus dari hubungan panjangnya. Katanya sedang mengalami patah hati yang hebat. Tapi tetap saja, saat Yaga tanpa sengaja menyentuh pipi Almaira dan gadis itu tersipu merah, laki-laki tersebut tidak bisa menyembunyikan ekspresi kecemburuannya.
Awalnya, Yaga hanya ingin mengamati satu orang saja, tetapi ternyata, seluruhnya, tanpa terkecuali menyimpan perasaan yang sama. Entah itu karena persaingan diam-diam atau sekadar rasa solidaritas atas penolakan yang sama, sebelas teman laki-laki itu tampaknya telah membuat kesepakatan damai selama ini. Namun malam itu, keseimbangan yang mereka pertahankan dengan susah payah akhirnya runtuh.
"Sial..."
Dengan gumaman pelan, Yaga menyelesaikan mandinya dan mengenakan jubah mandi. Dia mengeringkan rambutnya dengan singkat, lalu melangkah keluar dari kamar mandi.
Suasana di dalam kamar itu begitu sunyi. Yaga berjalan melewati ruang ganti, mendekati kamar tidur. Semakin dekat, semakin dia bisa mendengar napas teratur Almaira yang lembut.
Dia berhenti, menatap punggungnya yang tampak kecil, meringkuk di sisi tempat tidur.
Teringat kembali tatapan perhatian dua belas laki-laki tadi, Yaga nyaris terkikik. Seolah mereka sudah bisa menebak bahwa malam ini, dia dan Almaira akan berbagi tempat tidur.
Mungkin seharusnya dia menjemput Almaira pulang lebih awal. Kalau saja dia melakukan itu, mereka akan menghabiskan malam dengan kegelisahan, membayangkan hal yang tidak-tidak.
Sayangnya, kesempatan itu sudah terlewat.
Yaga menegakkan tubuhnya dari posisi bersandar. Gadis itu tidak bergerak saat Yaga mendekat dan berbaring telentang. Dia mengulurkan tangannya dan memeluk pinggangnya, dan tubuh kecil gadis itu jatuh tak berdaya ke tubuhnya.
Yaga tertawa kecil melihat kepura-puraan gadis itu untuk tidur padahal seharusnya dia sudah bangun.
"Almaira"
Yaga memanggilnya dengan suara pelan. Gadis itu langsung menegang karena panik. Tidak lama kemudian, dia menoleh ke belakang dengan mata ketakutan.
Yaga tidak melepaskannya dan membenamkan kepalanya di tengkuk gadis itu. Menikmati aroma yang sama segarnya dengannya, laki-laki itu berbisik.
"Balikkan badanmu."
Almaira memejamkan matanya rapat-rapat dan mengeluarkan suara desahan yang samar.
Tanpa ragu, Yaga menyelipkan tangannya ke dalam baju tidurnya. Dengan satu gerakan cepat, dia menarik celananya yang di dalam sampai ke lutut.
"Tu-tunggu sebentar Kak.."
Almaira menunduk dan merasakan kedua kakinya terbuka. Di bawah itu, Almaira bisa merasakan sesuatu yang masuk diantara kakinya dan mengerang.
"Mmh......."
Yaga menghisap daun telinganya, membenamkan kepalanya di bahu gadis itu, menghembuskan nafas panasnya
"Huhh, Almaira... Gaya apa yang kamu sukai?"
"Ugh, hengh."
"hm?"
"Tidak, ugh tidak ada, ah!"
"Dasar pembohong."
Haa... Aku mencintaimu
Nafas panas di telinganya dan gemetar yang mengikuti seharusnya sudah menjadi pertanda malam ini.
Itu adalah malam yang samar-samar.
* * *
Matahari di tengah hari menerpa mata Almaira yang terpejam.
Dia meringis, nyaris tidak sanggup membuka matanya, dan kemudian rasa sakit itu menyerang.
Menggelitik di antara kedua kakinya yang habis digempur hingga pagi menyingsing.
Almaira berguling ke sisinya, memejamkan mata.
Dia meringkuk seperti bola, sambil mendengarkan suasana sekelilingnya. Tidak ada suara berisik di kasur yang mereka tempati. Hanya ada suara orang yang sedang bicara di taman.
Untung saja mereka tidak terbangun bersamaan, atau akan lebih menakutkan lagi jika terbangun dalam pelukan suaminya.
Menghela napas dalam-dalam, Almaira teringat akan panggilan yang dibisikkan lembut di telinganya tadi malam.
Aira istriku, aku mencintaimu
Kalimat yang tidak sengaja, tapi sangat manis. Menimbulkan perasaan yang bergetar di dadanya.
Almaira berjuang untuk menjernihkan pikiran dan memaksakan diri untuk berdiri, berpikir bahwa dia harus segera mandi.
"Almaira" Yaga berdiri di depan pintu, lengkap dengan setelan santainya yang rapih dan wamgi
Almaira mendongak kaget, dia tersentak ke belakang, buru-buru menarik selimut sampai ke leher.
"Kamu sudah bangun?" Yaga berjalan mendekat dan duduk di sampingnya.
Wajahnya terlihat segar setelah apa yang dilakukannya sepanjang malam, dan untuk sesaat dia menyebalkan.
"Ya, Aira akan mandi sekarang." Almaira melebarkan mata padanya, seolah-olah mengutuk dalam hati.
Yaga tidak keberatan, seperti yang selalu dia lakukan. Yaga meraih tangannya, yang mencengkeram selimut dengan erat, dan menariknya mendekat.
Dia mengusap punggung tangannya, sentuhannya lembut.
"Kak, boleh tidak Aira izin keluar sebentar?"
"Kemana?"
"Aira mau pergi ke rumah ibu."
Almaira mengalihkan pandangan untuk alasan yang rasanya kekanakan, tetapi Yaga menyeringai dan menggelengkan kepalanya dengan dingin.
"Perjalanan dari sini ke rumah ke ibu sangat jauh. Kalau kamu mau bertemu ibu, aku akan menyuruh ibu yang datang kesini. Aku juga tidak akan pergi kemanapun hari ini. Jadi, kamu istirahatlah dan diam dirumah menemaniku."
"Tidak, Kak Yaga tidak boleh melakukan itu, biar Aira saja yang datang ke rumah ibu, ya?"
"Dan yakin kamu bisa pergi?"
Mendengar sindiran halus itu, ingin rasanya Almaira bergegas untuk mandi, tapi tidak bisa, dia tersadar belum memakai apa-apa di balik selimut.
"Lihatlah, kamu bahkan tidak bisa mandi sendiri Almaira..."
"......"
"Mau aku mandikan?"
"Eh?"
"Kurasa, aku punya banyak waktu memandikan mu."
"Tapi..."
Saat Almaira di landa kebingungan, Yaga dengan malas mengulurkan tangannya. Tangan besar laki-laki itu dengan lembut membelai bahunya, yang terlihat dari selimutnya yang melorot.
"Almaira"
"Y-ya?"
"Itu aneh."
Tangan Yaga menelusuri bahunya, Almaira tersentak dan menyentakkan tubuhnya ke belakang. Punggungnya membentur kepala tempat tidur, dan selimutnya meluncur turun dari tubuhnya.
Dia meraih selimut, tapi terhalang. Ada satu tangan yang muncul di atas lengannya yang terkepal. Rasa nikmat merayap di antara jari-jarinya yang dingin.
"Kita sama-sama suka saat kita bercinta, tapi sekarang kamu membuatku bergairah hanya dengan menyebut namamu. Kamu tahu?"
"Ugh.."
"Kamu mendesah."
Yaga menyeringai, matanya menyipit.
Bulu mata Almaira berkibar-kibar. Pusarnya berdenyut-denyut. Jari-jari kakinya meringkuk di balik selimut.
Akhirnya
Almaira kembali bercinta dengannya sekali di tempat tidur dan sekali lagi di kamar mandi.
* * *
Setelah berpakaian lengkap, dan duduk sofa kamar tidur, Almaira mendengar langkah kaki Yaga mendekat dan dengan cepat mendongak. Pakaiannya juga sudah berganti.
Yaga berjalan mendekat dan duduk di sebelah Almaira
"Tadi Kak Yaga bilang, ibu akan datang kesini, jadi Aira minta izin menyiapkan sesuatu untuk kita makan, bolehkah?"
Yaga menyelipkan tangannya di rambut Almaira dan turun menyentuh lehernya.
Almaira memejamkan matanya dengan erat karena gelisah. Sentuhan itu berhenti,
Rasa gelinya memudar, dan dia membuka matanya dan mengangkat kepalanya.
Setelah beberapa saat terdiam, Yaga mengangkat sebuah kotak perhiasan berwarna biru
Kemudian, dia menarik sebuah kalung berlian yang berhuruf namanya dari dalam kotak perhiasan.
"Aku sendiri yang memilihnya tiga tahun lalu, jadi, aku tidak tahu apa kamu akan menyukainya."
"Ya?"
Setelah mengucap itu, Yaga memasangkan kalungnya di leher Almaira
"Ini nama ku, suka tidak suka kamu tidak boleh melepasnya begitu saja."
".... Aku tahu,"
"Bagus, kamu kan sangat pandai dalam hal itu, Almaira."
Baru Almaira akan menjawab, ujung jarinya yang lembut membelai pipi gadis itu dengan sentuhan lembut, lalu berdiri dari duduk
"Ayo makan."
Almaira menatap tangannya sejenak, malu-malu dia mengulurkan tangan dan meraih tangannya.
Almaira berjalan di sampingnya, matanya bergetar saat dia menundukkan kepalanya. Sebuah gantungan berlian berhuruf namanya berkilauan di lehernya.
"Terimakasih atas hadiahnya Kak, Aira suka.."
Mendengar hal itu, Yaga menurunkan tatapannya dan berbisik pelan.
Rupanya kamu tahu bagaimana caranya menyenangkan ku Almaira, manis sekali.
Nafas gadis itu tercekat di tenggorokan dan matanya terpejam, saat ciuman yang dalam, mendarat di bibirnya.