Aluna Maharani dan Reza Mahesa sudah bersahabat sejak SMA. Mereka kuliah di jurusan yang sama, lalu bersama-sama bekerja di PT. Graha Pratama hingga hampir tujuh tahun lamanya.
Kedekatan yang terjalin membuat Aluna yakin, perhatian kecil yang Reza berikan selama ini adalah tanda cinta. Baginya, Reza adalah rumah.
Namun keyakinan itu mulai goyah saat Kezia Ayudira, pegawai kontrak baru, masuk ke kantor mereka. Sejak awal pertemuan, Aluna merasakan ada yang berbeda dari cara Reza memperlakukan Kezia.
Di tengah kegelisahannya, hadir sosok Revan Dirgantara. Seorang CEO muda yang berwibawa dari perusahaan sebelah, sekaligus sahabat Reza. Revan yang awalnya sekadar dikenalkan oleh Reza, justru membuka lembaran baru dalam hidup Aluna. Berbeda dengan Reza, perhatian Revan terasa nyata, matang, dan tidak membuatnya menebak-nebak.
Sebuah kisah tentang cinta yang salah tafsir, persahabatan yang diuji, dan keberanian untuk melepaskan demi menemukan arti kebahagiaan yang sebenarnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon iqueena, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
WEEKEND
Walaupun sedikit malas, Aluna akhirnya membuka pintu. Benar saja, di hadapannya berdiri Reza dengan kantong plastik berisi makanan.
"Pagi, Na." sapanya ringan sambil melangkah masuk.
"Za, kenapa harus sepagi ini sih?" gumam Aluna sambil menguap kecil, matanya masih berat.
Reza tersenyum tipis dan duduk di kursi ruang tamu. "Makan sarapan sama-sama lah," ucapnya lalu mengangkat satu plastik makanan itu.
"Nih, kesukaanmu. Bubur ayam tanpa ayam, untung penjualnya udah biasa, jadi nggak malu-maluin, lagian aneh bubur ayam tanpa ayam." sambungnya.
Aluna mendengus kecil dan menutup pintu lalu mengambil plastik itu dari tangan Reza.
"Selera orang beda-beda kali." jawab Aluna singkat.
Kemudian ia menuju dapur mengambil mangkuk dan sendok, juga dua botol air di dalam kulkas.
Reza mengikutinya dengan santai lalu menarik kursi di meja makan kecil yang ada di dapur Aluna. Sementara itu, Aluna sudah lebih dulu menaruh dua mangkuk beserta sendok di atas meja.
Setelah itu, Aluna mencuci muka dan menggosok giginya sebentar di kamar mandi. Begitu keluar, ia langsung menuju meja makan dengan niat menyajikan bubur tadi.
Namun Reza sudah lebih dulu bersuara.
"Udah duduk aja, biar aku yang nyiapin," katanya sambil meraih plastik bubur dari atas meja.
Setelah bubur siap di sajikan, Reza mengangkat mangkuknya dan menghirup aromanya.
"Hmm… aromanya nikmat. Bon appetit, Aluna," ucapnya dengan gaya dibuat-buat, seperti chef profesional.
Aluna sontak menahan tawa, bahkan hampir tersedak oleh udara. Seorang Reza mengucapkan hal-hal seperti itu di hadapannya.
"Pfftt, Za. Sok-sokan banget. Emang belajar dari mana ngomong gitu?"
"Drama?" ucap Reza lalu tertawa.
Jawaban itu membuat Aluna juga ikut tertawa. Ia tau, Reza itu bukan orang yang suka menonton drama, entah itu drama Korea, drama Indonesia, atau drama-drama yang lainnya.
Akhirnya, Aluna menerima mangkuk itu lalu duduk berhadapan dengannya. Suara sendok yang menyentuh mangkuk terdengar, sementara keduanya mulai menyantap sarapan sederhana itu.
Suasana mendadak tenang, hanya sesekali terdengar suara seruputan dan helaan napas. Dalam keheningan itu, Aluna menarik napas panjang dan membuangnya perlahan.
"Mungkin beginilah seharusnya hubungan kita." batinnya. Tanpa beban perasaan yang terlalu dalam, tanpa kecemburuan yang menyiksa, hanya persahabatan yang sederhana.
Sesekali ia melirik Reza, melihat wajah santainya sambil menikmati bubur, dan senyum kecil pun terbit di bibirnya.
"Aku harus bersiap. Mungkin memang benar, nggak semua yang aku harapkan bisa jadi kenyataan. Entah rasa kita sama atau tidak, aku hanya akan jadi diriku sendiri yang selalu kamu kenal" -Aluna
****
Setelah bubur habis, Aluna segera beranjak dari kursinya. "Aku mandi dulu, Za. Kamu nonton aja sana, ya."
Reza hanya mengangguk, lalu berjalan ke ruang tamu dan menyalakan televisi. Ia bersandar santai di sofa kecil, menonton acara pagi yang kebetulan sedang tayang, sesekali memainkan ponselnya.
Sementara itu, Aluna masuk ke kamar mandi. Air hangat yang mengalir membuat tubuhnya lebih segar, rasa kantuk dan penat perlahan menghilang.
Beberapa menit kemudian ia keluar dari kamar mandi, rambutnya masih setengah basah. Ia mengenakan kaos oblong sederhana dan celana training hitam yang membuatnya tampak kasual tapi tetap manis.
Sambil mengeringkan rambut dengan handuk kecil, Aluna berjalan ke ruang tamu. Reza yang sedang fokus menonton, menoleh sebentar, lalu tersenyum tipis.
"Nah, itu baru kelihatan segar." ucapnya membuat Aluna tertawa kecil.
Akhirnya Aluna duduk di samping Reza, mereka menonton acara TV pagi itu bersama. Sesekali keduanya saling melempar komentar kocak tentang acara yang ditayangkan, lalu tertawa kecil.
Suasana pagi itu terasa begitu ringan, seolah mereka sedang kembali ke masa-masa remaja dulu.
Hampir satu jam berlalu, Aluna sudah mulai larut dalam tontonan ketika Reza menoleh padanya. Tiba-tiba.
"Na," panggilnya pelan.
"Hm?" sahut Aluna tanpa mengalihkan pandangan dari layar.
"Kamu nggak lupa kan, kita ada janji hari ini?"
Aluna menoleh dengan wajah bingung. "Janji apa?"
Reza menatapnya heran, tak percaya Aluna lupa akan janji mereka.
"Janji ke taman. Yang dulu sering kita datengin pas SMA. Kan udah aku ingetin tadi malam sebelum pulang."
"Oh iya..." Aluna melirik jam dinding, baru pukul 09.15 . "Tapi, Za. Ini masih pagi banget.”
"Kalau siangan dikit, tamannya rame. Kita nggak dapat tempat buat duduk." jawab Reza mantap.
Aluna mendesah pelan, pura-pura malas, padahal hatinya sudah tak sabar menuju ke taman. "Hhh... baiklah. Tunggu aku ganti baju dulu."
Ia masuk ke kamar, memilih kemeja putih yang nyaman dipadukan dengan celana hitam panjang. Setelah mengikat rambutnya dengan cepat, ia mengambil tote bag rajut berisi dompet dan ponsel.
****
Di perjalan, Aluna dan Reza banyak berbincang. Obrolan ringan mereka diselingi tawa kecil, terutama ketika Reza melontarkan lelucon dadakan yang selalu berhasil membuat Aluna terpingkal.
Sesekali, mereka juga mengenang masa-masa SMA dulu, saat Aluna yang pergi menyendiri ke taman karena mendapat nilai jelek, atau ketika Reza bolak-balik datang ke taman hanya karena kangen dengan sesuatu dari taman itu.
Tak terasa, mobil mereka akhirnya berhenti di depan taman yang dituju. Begitu turun, Aluna membawa tote bag kecil dan sebuah tikar lipat untuk mereka duduki. Reza berjalan di sampingnya, sementara Aluna sibuk menoleh ke kanan dan kiri, mencari tempat yang pas.
Namun, taman sudah cukup ramai pagi itu. Beberapa pasangan terlihat duduk berdua sambil membaca buku, ada juga keluarga kecil yang menggelar tikar penuh makanan ringan sambil bermain dengan anak-anak mereka.
Pemandangan itu membuat Aluna tersenyum kecil, sekaligus merasa harus lebih pintar memilih tempat agar mereka bisa tenang.
Hingga akhirnya matanya tertuju pada satu tempat yang familiar di pojok taman dekat danau, tempat yang dulu sering ia datangi untuk menyendiri.
"Za, di sana aja," ucapnya sambil menunjuk ke arah danau. Lalu meraih tangan Reza, menariknya agar ikut berjalan lebih cepat menuju tempat itu.
Setelah sampai di sana, Aluna menghamparkan tikar kecil yang di bawanya. Ia menata beberapa cemilan dan botol minum yang sempat mereka beli di toko pinggir jalan.
Sementara itu, Reza berdiri sejenak, memandangi suasana taman yang kini tampak lebih indah daripada dulu.
Ingatannya melayang pada masa-masa SMA, ketika taman itu hanya menjadi tempat sederhana untuk menenangkan diri setelah seharian di sekolah.
Namun, lamunannya buyar ketika suara Aluna memanggil.
"Za, sini duduk. Cepetan," ujarnya sambil menepuk tempat kosong di sampingnya.
Reza tersenyum tipis, lalu berjalan mendekat dan duduk di samping Aluna. Ia sempat menatap langit biru yang cerah, lalu merebahkan tubuhnya, menggunakan kedua tangannya sebagai bantal kepala.
Aluna melirik ke arahnya, memperhatikan wajah Reza yang terlihat damai. Ada rasa hangat dan tenang yang tiba-tiba menyelimuti dirinya. Perlahan, ia ikut berbaring di samping Reza, menutup matanya, seolah ingin merasakan ketenangan yang sama.
Beberapa saat dalam keheningan, suara Reza terdengar pelan.
"Na, seru nggak sih kalau suatu saat kita ke sini bareng pasangan kita?" ucapnya, masih dengan mata terpejam.
Aluna langsung membuka mata dan menoleh ke arahnya.
"Pasangan?" tanyanya pelan.
"Iya, pasangan," jawab Reza mantap, senyum kecil tersungging di bibirnya.
Aluna buru-buru mengalihkan pandangan lagi, menutup mata sambil menghadapkan wajahnya ke arah awan.
"Ada seseorang yang kamu suka, Za?" tanyanya ragu.
...----------------...
Wah wah, makin kesini makin kesana nih. Reza masih tidak tau tentang perasaan Aluna. Dan apakah akhirnya Aluna menyerah? Temani kisah ini sampai akhir yuk 🥰
Jangan lupa like dan komen sebagai bentuk dukungan kamu yah. Gamsahamnida🙏🏻🌹