Adaptasi dari kisah nyata sorang wanita yang begitu mencintai pasangannya. Menutupi segala keburukan pasangan dengan kebohongan. Dan tidak mau mendengar nasehat untuk kebaikan dirinya. Hingga cinta itu membuatnya buta. Menjerumuskan diri dan ketiga anak-anaknya dalam kehidupan yang menyengsarakan mereka.
Bersumber, dari salah satu sahabat yang memberi ijin dan menceritakan masalah kehidupannya sehingga novel ini tercipta untuk pembelajaran hidup bagi kaum wanita.
Simak kisahnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon LaQuin, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 11. Lola Hamil
Bab 11. Lola Hamil
POV Author
Lola di tangani begitu tiba di klinik yang berjarak 500 meter dari tempat Airin tinggal. Airin dan suami berserta anak-anaknya juga Pak Munandar, menunggu di ruang tunggu klinik tersebut.
"Umi di kabari Rin. Takutnya nyariin kita nggak ada di rumah." Ujar Herlan, suami Airin.
"Oh, iya Umi. Hampir lupa."
Airin mengeluarkan handphone dari tas kecilnya. Mencoba menghubungi ibunya untuk mengabarkan kabar kurang baik tersebut. Dan seperti dugaan Airin. Uminya terkejut mendengar kabar itu.
"Astagfirullah, jadi gimana?"
"Masih nunggu Mi. Masih di tangani di dalam. Umi sudah pulang ke rumah?"
"Sudah. Baru saja mau bukan pintu. Tapi lihat sepi begini, Umi juga tadi mau menelepon kamu. Jadi di bawa ke klinik depan kantor Lurah itu ya? Umi mau nyusul kesana."
"Pakai mobil taxi online aja Mi jangan pakai ojek motor. Kayaknya mau hujan ini."
"Tapi Umi nggak tahu gimana cara pesennya."
"Biar Airin aja yang pesanin dari sini."
"Ya sudah. Umi tunggu."
"Iya. Airin tutup ya Mi. Assalamualaikum."
"Wa'alaikumsalam."
Setelah mendengar balasan salam dari ibunya, baru lah Airin menutup panggilan teleponnya. Kemudian membuka aplikasi kuning untuk memesan taxi online buat ibunya.
"Keluarga Ibu Lola?"
"Ya."
Perawat yang bertugas memanggil. Airin yang tengah berkutat dengan aplikasi kuning menghentikan sesaat kegiatannya untuk mendengar apa yang hendak dokter sampaikan.
"Gimana Dok?" Tanya Airin cemas.
"Hanya kelelahan saja. Dan kurang asupan makanan. Ini lagi di infus ya Bu. Kalau infusnya sudah habis, boleh pulang."
Airin bernapas lega mendengarnya. Ternyata bukan sesuatu yang serius untuk di cemaskan.
"Mesti di pantau pola makannya. Karena untuk wanita hamil, asupan bergizi itu penting buat perkembangan bayinya." Lanjut sang Dokter.
"Hah?!"
"Kalau begitu saya permisi Pak, Ibu. Saya lanjut memeriksa pasien yang lain dulu."
"Baik Dokter. Terima kasih."
Herlan yang menjawab karena Airin, istrinya itu terdiam seribu bahas.
Airin tertegun dengan mulut melongo. Masih mencerna ucapan dokter yang terdengar seperti angin lalu saja. Herlan pun membimbing Airin yang masih seperti orang linglung itu kembali pada tempat duduknya.
"Taxi Umi sudah di pesanin?" Tanya Herlan karena tadi tanpa sengaja menguping pembicaraan istrinya.
"Eh iya. Belum selesai Bang."
Airin tersadar dari lamunannya dan segera memesan taxi untuk ibunya. Masih dalam keadaan bingung bercampur marah, efek mengetahui kabar Lola hamil dan pasti karena Jemin , ia menunggu kedatangan ibunya.
Airin tidak habis pikir dengan prilaku sepupunya itu yang tidak ia ketahui di luar sana. Padahal belum lama sejak sepupunya mengatakan kalau dia dan kekasihnya itu berpacaran sehat dan jauh dari apa yang Airin cemaskan. Namun kenyataannya sekarang, kepercayaan Airin terhempas begitu saja. Dugaan buruk atas kehidupan yang Lola jalani selama ini pun berputar di kepala Airin.
Jemiiiiin...!! Awas saja kamu bikin Lola menderita!!
Dalam hati Airin menjerit kesal. Namun nasi sudah terlanjur menjadi bubur. Dan Airin hanya bisa melihat apa yang akan terjadi kedepannya nanti.
Sejujurnya Airin malu. Apalagi keterangan sang dokter tadi di dengar oleh suaminya, terlebih lagi tetangganya Pak Munandar.
"Bang, kita pulang naik taxi online saja. Kasihan Pak Munandar. Ini sudah malam. Dan juga Bu Munandar pasti gelisah menunggu di rumah. Abang bilang ke Pak Munandar dong, biar dia pulang saja."
"Iya."
Herlan mendekati Pak Munandar dan berbicara pelan padanya. Airin tidak dapat mendengar apa yang mereka bicarakan. Tetapi ia lega, karena sepertinya Pak Munandar pun berniat hendak pulang.
"Nak Airin, Bapak pamit pulang dulu ya."
"Oh ya Pak. Terima kasih banyak atas bantuannya ya Pak."
"Bukan bantuan yang besar kok Nak. Kita ini tetangga, jadi saling menolong itu sudah biasa."
"Iya Pak. Beruntung saya punya tetangga yang baik seperti Bapak dan Ibu Munandar. Sekali lagi, terima kasih banyak ya Pak."
"Sama-sama Nak Airin. Kalau begitu Bapak pamit ya, Nak Herlan, Airin."
"Ya Pak. Hati-hati dan salam buat Ibu."
"Ya Nak. Nanti Bapak sampaikan. Assalamualaikum..."
"Wa'alaikumsalam." Jawab serempak Herlan dan Airin.
"Ck! Lola ini bener-bener! Bisa jantungan Umi kalau tahu ini." Geram Airin begitu Pak Munandar menjauh.
"Jangan di ambil pusing. Tinggal nikahkan saja mereka."
"Tapi Bang, Abang nggak tahu Jemin itu kayak apa. Gimana masa depan Lola nanti?"
"Itu sudah jadi pilihannya. Biar dia yang menanggungnya. Kenapa kamu malah pusing-pusing mikirin dia? Mereka melakukannya pasti pernah berpikir bakalan terjadi hal kayak gini. Sudah, biarin saja!"
Airin tidak lagi bersuara. Apa yang dikatakan suaminya memang benar. Tapi hatinya tak bisa berbohong. Dia tetap mencemaskan sepupunya.
Tidak berselang lama, Umi datang dengan wajah cemas. Ia segera menghampiri Airin dan Herlan begitu melihat mereka dari jauh.
"Gimana Lola Rin?"
"Duduk dulu Umi. Lola nggak apa-apa Mi. Cuma lemes karena nggak makan aja." Jawab Herlan menenangkan."
Kelegaan pun tersirat di wajah Umi mereka.
"Syukurlah. Gimana sih dia itu sampai bisa pingsan begitu. Apa selama nggak kelihatan dia jarang makan? Apa dia ada bilang diet ke kamu Rin?"
"Nggak ada Mi. Dia bukan diet tapi..."
"Tapi?"
"Tadi di rumah dia mual terus pingsan pas mau makan sama Selvia."
"Loh, sakit lagi?"
"Dari yang waktu itu Mi, nggak sembuh-sembuh. Tapi setelah di periksa disini rupanya dia... Emm... dia..."
"Apa Rin? Ngomong yang jelas gitu, jangan buat Umi bingung."
"Dia hamil Mi." Ucap Herlan singkat padat dan jelas.
"Abang..."
"Apa?!" Umi terlihat shock dan meraba dadanya. "Hamil? Astagfirullahal'adzim Lola..."
Umi terduduk lemah di tempatnya.
"Jangan terlalu di pikirkan Umi. Mereka sudah dewasa dan sudah bekerja. Biar mereka mempertanggungjawabkan perbuatan mereka." Ujar Herlan, tenang.
Umi menatap Airin dan begitu pula sebaliknya. Bukan karena tidak suka Lola menikah. Hanya saja, pasangan Lola lah, yang membuat mereka memikirkan kelangsungan hidup Lola.
Lelaki yang selalu gonta ganti pekerjaan, juga buka pekerjaan yang menghasilkan gaji yang besar. Hobi main game dan masih suka ngumpul sama teman-temannya. Belum lagi, selalu menempel pada Lola seperti benalu yang tidak tahu diri. Lelaki seperti itu yang membuat Umi dan Airin ingin Lola memikirkan kembali hubungannya dengan si Jemin sejak dulu.
"Nanti di rumah baru kita bicarakan lagi aja Mi. Tunggu Lola sudah mendingan. Sebaiknya dia pulang ke rumah saja. Jangan dulu pulang ke rumahnya." Ujar Airin.
"Boleh kan Bang?" Tanyanya lagi kepada suaminya.
"Sebaiknya begitu saja."
Herlan pun berpikir yang sama. Tak ingin istri dan ibu mertuanya lebih pusing memikirkan si Lola yang ia tahu sangat keras kepala dan susah untuk di nasehati itu, akan lebih baik jika di pantau dari dekat saja.
"Ya sudah." Kata Umi.
"Keluarga Ibu Lola?"
Panggilan lagi dari suster yang menangani Lola.
"Ya Sus." Jawab Airin.
"Infusnya sudah hampir habis. Mau rawat inap apa mau pulang saja?"
"Pulang saja ya Sus."
"Baik Bu. Bisa ke administrasi sebentar?"
"Bang, tolong." Ujar Airin.
"Biar Umi saja Nak Herlan." Cegah Umi saat Herlan hendak bergerak.
Bersambung...
Jangan lupa dukung Author dengan like dan komen ya, terima kasih 🙏😊
mayan buat iklan biar gk sepaneng kebawa pikiran yg lg ruwet🤭🤣