"mbak meli ,besar nanti adek mau sekolah dikota smaa mbak "ucap lita yang masih kelas 1 SMP
" iya dek kuliahnya dikota sama mbak "ucap meli yang sudah menikah dan tinggal dikota bersama suaminya roni.
apakah persetujuan meli dan niat baiknya yang ingin bersama adiknya membawa sebuah akhir kebahagiaan?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Khozi Khozi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
episode 16 ancaman
ditengah malam lita tertidur pulas dikamarnya tapi tanpa megetahuinya seseorang kini telah memperhatikannya sambil mengelus pipinya
Setelah puas memandangi nya dia keluar kamar dengan hati² takut ada yang melihatnya
Paginya lita sudah bangun dia membantu kakaknya yang sedang masak
Dek,nanti mbak mau kedokter kamu jaga dirumah ya,masmu udah kekantor ucap meli sambil memotong sayuran
Aku bisa nemenin mbak kan dirumah juga ada pembantu ucap lita
Gak usah kamu dirumah aja mbak cuman mau ngecek kesehatan jawab meli memberi alasan padahal dia ingin perkembangan proses bayi tabung
Mbak beneran sendiri gpp tanya lita
Iya mbak gpp,nanti juga dianterin supir jawab amel
Kamu terusin masaknya,mbak siap siap dulu,bi kamu bantuin lita masak ya ucap amel menyuruh
Baik,buk ucap bibi endah yang sudah bekerja di sana sejak roni belum menikah
Nanti bumbunya bibi yang ulek aku yang masak sayurnya ucap lita
Iya non ucap bibi mengulek sambel
Setelah semuanya matang lita menaruh semua makananya dimeja dia memaknya bersama bibi ,lita sendiri yang menyuruh untuk ditemani makan
Dek,mbak berangkat dulu baik² kamu dirumah ucap amel mencium pipi lita
Iya mbak jawab lita lalu meli segera keluar
Setelah makan lita bersantai santai dikamarnya sampai siang hari dia sepertinya bosen dikamar dia memutuskan untuk keliling dirumah ini sampainya dia menatap kagum rumahnya begitu mewah banyak lukisan lukisan yang sepertinya dari luar sampai matanya melihat ruangan kosong dan gelap dia memberanikan diri untuk masuk kedalam teryata rungaan seperti untuk bersantai dia tapi cukup tertutup hawanya juga menyeramkan tapi saat dirinya ingin keluar pintunya seseorang menutup pintu itu.
Saat pintu itu mendadak tertutup, jantung Lita serasa berhenti berdetak. Nafasnya tercekat ketika melihat siapa yang berdiri di hadapannya.
“Kenapa kamu selalu menjauh dariku?” suara Roni terdengar berat, matanya tajam menatap Lita.
“A-aku nggak pernah menghindar, Mas…” jawab Lita gugup, langkahnya mundur perlahan.
Roni tersenyum miring, tapi tatapannya penuh tekanan. “Sejak hari itu, kamu berubah. Kamu menutup diri, mengurung di kamar, menjaga jarak. Itu bukan menghindar?”
Lita menggigit bibirnya. Kata-kata Roni menusuk, membuatnya semakin gelisah. “Kalau mau bicara… lebih baik kita keluar. Biar nggak ada salah paham.”
“Kenapa harus takut ketahuan?” bisik Roni, semakin mendekat. “Padahal kita nggak melakukan apa-apa, kan?”
Lita terdiam. Suasana makin mencekam. Tubuhnya terasa terkunci, antara ingin melawan atau tetap diam.
Roni melangkah lebih dekat, jarak di antara mereka hampir lenyap. “Kalau aku menuruti pikiranku… mungkin kamu tahu apa yang sebenarnya aku inginkan.”
“Mas, tolong… kita lupain saja. Aku adik iparmu. Kita harusnya seperti keluarga, bukan—” suara Lita bergetar, matanya berkaca-kaca.
Roni terdiam sesaat, lalu wajahnya berubah dingin. Ada sesuatu di matanya, perpaduan obsesi dan kegilaan.
Roni menatap lita dia tidak Terima yang dikatakan lita barusan kesabaranya mulai habis dia mengangkat tubuh lita menaruhnya dimeja saja lita memberontak dalam pelukan itu bahkan dia sudah menangis tapi roni dia malah mempererat mereka tanganya dia kunci dengan satu tangan otaknya sudah mulai dikuasai dengan kekaguman dan ketertarikan dia menatap bukan seperti adik iparnya lagi tapi sebagai wanita
Lita berusaha melepaskan diri dari kakaknya namun kaki dan tanganya sudah dikunci dia hanya bisa pasrah
Setelah cukup roni melepas itu seketika lita menampar pipi kakak iparnya bukanya marah roni malah tersenyum puas
Kamu gila mas,aku adiknya mbak meli istrinya mas teriak lita yang sudah emosi dirinya diperlakukan seperti ini
Salah siapa kamu menghindar dari saya ucap roni dengan santai
Gila kamu mas,aku akan hilang ke mbak meli ucap lita yang ingin membuka pintu tapi sebelum itu robi memperlihatkan vidio saat pelukan tadi tubuhnya seperti diam padahal tadi dia sudah memberontak tapi tidak terekam dalam vidio itu
Silahkan kamu bilang mbakku aku dengan senang hati memperlihatkan vidio ini ucap roni semakin membuat lita kacau pikiranya dia sedang diancam oleh kakak iparnya sendiri ingin sekali dia keluar dari rumah ini sekarang tapi alasan apa nanti yang dia katakan ke mbak meli
Dengan terpaksa di memohon ke kakak iparnya
Aku janji gak akan kasih tau semuanya tapi ini terakhir aku ingin kamu sadar mas aku adiknya mbak meli setelah mengatakan itu dia berlari keluar dari ruangan itu
Lita memegang bibirnya yang masih bergetar. Rasa sakit bercampur dengan perasaan tidak percaya—bagaimana mungkin kakak iparnya sendiri bisa berbuat segila itu padanya? Tangannya refleks meraih ponsel, niat hati ingin segera menelpon kekasihnya dan menceritakan kejadian barusan. Namun, ancaman Roni tadi masih terngiang jelas di kepalanya. Nafasnya tercekat. Pilihan lain seolah lenyap. Dengan gemetar, ia mulai mengemasi barang-barangnya kembali ke dalam koper. Dalam hati, ia bertekad: besok dirinya harus pergi, apa pun yang terjadi.
Ia bergegas ke kamar mandi, membasuh wajahnya berulang kali. Air dingin menetes di pipinya, menutupi sisa air mata. Ia harus terlihat biasa saja. Tidak boleh ada yang curiga.
Benar saja, suara mobil terdengar memasuki halaman. Itu pasti Meli. Jantung Lita berdetak makin cepat. Ia memaksa bibirnya tersenyum samar, lalu turun ke bawah.
“Dek, mbak udah pulang,” sapa Meli sambil menurunkan tas belanjaan.
“Iya, mbak… tadi periksanya gimana? Semuanya baik-baik saja, kan?” Lita mencoba bersuara normal, meski suaranya nyaris pecah.
“Alhamdulillah, semua baik, dek.” Meli tersenyum, lalu menyodorkan sekantong cemilan. “Tadi mbak beliin buat kamu.”
“Masmu udah pulang?” tanya Meli lagi.
Sekejap, dada Lita serasa dihantam. Tenggorokannya tercekat, matanya panas. Ia ingin sekali meledak, menangis, menceritakan semuanya. Tapi bayangan tatapan dingin Roni, ancamannya, membuat lidahnya kelu.
“Udah, mbak…” jawabnya lirih, hampir tak terdengar.
“Yaudah, mbak ke kamar dulu. Sebentar lagi nyusul masmu. Kamu makan aja dulu, ya,” ucap Meli sambil berlalu.
Lita menatap kentang goreng di tangannya. Ia menggigitnya pelan. Tapi rasanya hambar—seperti mengunyah udara. Dadanya hampa. Seolah semua warna dunia menghilang, tersapu rasa takut yang mengekang jiwanya.
"non kenapa ,ada masalah?" tanya bibi yang melihat lita tidak seperti pagi tadi yang ceria
"gak ada bi,boleh lita peluk bibi" ucap lita meminta izin lalu bibi menganggukan kepalanya lita segera memeluk bibi dia menangis tanpa suara .
setelah beberapa menit dia melepaskan pelukanya sang bibi sebenernya tahu lita ada masalah tapi dia tidak ingin bertanya lebih dalam takut membuat nona nya menangis kembali .
"apapun masalahnya jangan salahin diri sendiri atu non,semuanya sudah ada jalanya" , ucap bibi menasehati hanya itu yang dikatakan bibi tanpa bisa membuat lita lebih baik