NovelToon NovelToon
SEKUNTUM BUNGA DI RUANG GELAP

SEKUNTUM BUNGA DI RUANG GELAP

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / Balas Dendam / Cinta setelah menikah / Wanita Karir / Romansa
Popularitas:399
Nilai: 5
Nama Author: Efi Lutfiah

Di balik gemerlap lampu malam dan dentuman musik yang memekakkan telinga, seorang gadis muda menyembunyikan luka dan pengorbanannya.
Namanya Cantika, mahasiswi cerdas yang bercita-cita menjadi seorang dosen. Namun takdir membawanya pada jalan penuh air mata. Demi membiayai kuliahnya dan membeli obat untuk sang ibu yang sakit-sakitan, Cantika memilih pekerjaan yang tak pernah ia bayangkan: menjadi LC di sebuah klub malam.

Setiap senyum yang ia paksakan, setiap tawa yang terdengar palsu, adalah doa yang ia bisikkan untuk kesembuhan ibunya.
Namun, di balik kepura-puraan itu, hatinya perlahan terkikis. Antara harga diri, cinta, dan harapan, Aruna terjebak dalam dilema, mampukah ia menemukan jalan keluar, atau justru terperangkap dalam ruang gelap yang semakin menelan cahaya hidupnya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Efi Lutfiah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Terpaksa Berbohong

Sebelum menuju tempat kerja barunya, Cantika meminta Jesika agar mereka singgah dulu di rumah sakit. Ia ingin melihat kondisi ibunya sebelum melangkah lebih jauh. Sepanjang perjalanan, tatapan Cantika kosong menatap keluar jendela taksi, pikirannya penuh dengan pertanyaan dan rasa bersalah.

“Hey, jangan melamun dong, Tik,” tegur Jesika sambil menyikut pelan lengannya. “Enjoy aja, jangan tegang gitu. Lama-lama kamu pasti terbiasa kok. Apalagi kalau udah lihat uang kamu banyak, yakin deh, kamu bisa ketagihan.”

Cantika tersentak dari lamunannya, lalu berusaha tersenyum tipis. “Nggak kok, aku cuma kepikiran ibu aja.”

Jesika mengangkat alisnya, lalu terkekeh kecil. “Apa yang kamu pikirin? Ada uang, ibu kamu pasti sehat lagi. Itu udah pasti.”

Cantika menghela napas berat. Benar kata Jesika, semua butuh uang. Dan untuk itu, ia harus nekat menempuh jalan yang baru saja dipilihnya.

Tak lama kemudian, taksi berhenti di depan rumah sakit. Jesika cepat-cepat membayar ongkos, sementara Cantika masih melamun sesaat sebelum akhirnya ikut turun.

Mereka berjalan beriringan melewati lobi rumah sakit. Namun pemandangan keduanya sungguh kontras: Jesika tampil anggun dengan pakaian rapi serba glamour, sementara Cantika tampak sederhana, wajahnya kusut dan penuh beban. Sekilas, orang yang melihat mereka akan mengira Jesika seorang majikan, sedangkan Cantika hanyalah pembantunya.

Saat tiba di depan ruang rawat, Cantika segera membuka pintu tanpa ragu. Di dalam, seorang wanita paruh baya terbaring lemah, wajahnya pucat dengan selang infus menempel di tangannya.

“Cantika…” suara itu lirih, namun penuh rasa lega begitu melihat putri semata wayangnya.

“Ibu udah bangun.” Cantika langsung berlari kecil dan memeluk ibunya erat. Air matanya jatuh begitu saja. Jesika menyusul masuk, langkahnya santai namun tatapannya sedikit melunak melihat kondisi Bu Hasna.

“Ibu gimana keadaannya?” tanya Jesika seolah penuh perhatian.

“Je… Jesika?” Bu Hasna menatapnya tak percaya. Penampilan Jesika kini jauh berbeda dari terakhir kali ia lihat, lebih dewasa, lebih berkelas.

Jesika tersenyum tipis, lalu meraih punggung tangan Bu Hasna dan mengusapnya lembut. “Maaf yah, Jesika baru sempat jenguk.”

“Gak apa-apa, Nak,” jawab Bu Hasna lemah.

Jesika lalu duduk di kursi di sebelah Cantika, sementara Bu Hasna mengalihkan pandangannya lagi ke putrinya. “Kamu dari mana aja, Nak? Dari tadi ibu nyariin.”

“Aku tadi dari rumah Jesika, Bu.” Cantika menjawab dengan jujur, meski nadanya ragu.

Bu Hasna menghela napas berat. Ia sudah bisa menebak arah tujuan Cantika ke sana. “Kamu… pasti mau pinjam uang lagi, ya?” tanyanya, matanya mulai berkaca-kaca. “Nak, tolong… jangan pikirin ibu lagi. Ibu udah cukup ngerepotin kamu. Lebih baik kamu fokus kuliah, jangan biarin pengobatan ibu nambah beban kamu.”

“Ibu jangan ngomong gitu.” Cantika menggeleng cepat, lalu meraih tangan ibunya dan menciumnya berkali-kali. “Ibu lebih penting dari apa pun. Lebih baik aku putus kuliah daripada harus kehilangan ibu. Aku udah janji sama almarhum ayah buat jaga ibu, dan aku akan tepati janji itu.”

Air mata Bu Hasna jatuh, hatinya remuk mendengar tekad anaknya. “Nak… kamu udah terlalu lelah. Semua yang kamu punya udah kamu korbankan buat ibu. Ibu pasrah…”

“Ibu cukup!” Cantika menatap ibunya dengan mata yang basah namun tegas. “Aku akan perjuangkan kesehatan ibu. Itu yang paling penting. Aku gak akan biarin ibu menyerah.”

“Tapi dengan cara apa, Nak?” suara Bu Hasna makin bergetar. “Hutang kita udah menumpuk, ibu gak mau tambah beban kamu.”

Jesika yang sejak tadi diam akhirnya ikut bicara, nada suaranya mantap. “Ibu, percayakan semuanya sama Cantika. Sekarang ibu gak usah mikirin apa pun selain kesehatan.”

“Tapi… Cantika mau dapat uang dari mana? Gajinya kecil.”

Jesika menoleh sekilas pada Cantika lalu tersenyum menenangkan. “Sekarang Cantika kerja sama aku, Bu. Jadi model. Bayarannya mahal, per hari bisa dapat tiga sampai lima juta.”

“Model?” Bu Hasna terlihat ragu. “Tapi penampilan Cantika…”

Jesika cepat-cepat menggeleng. “Kenapa dengan penampilan Cantika? Anak ibu cantik, punya postur bagus, jelas bisa lolos. Jangan ragukan anak ibu sendiri.”

Sementara itu, Cantika hanya bisa menunduk. Sesaat ia melirik Jesika, hatinya sesak. Ia merasa bersalah karena harus membiarkan kebohongan itu dipercaya ibunya. Jalan hidupnya kini buntu, satu-satunya pilihan hanyalah melangkah ke tempat yang penuh gelap, bekerja di klub malam demi menyelamatkan orang yang paling ia cintai.

“Yaudah kalau gitu… tapi kamu harus hati-hati ya, Nak. Jangan sampai terjerumus ke dalam dunia yang nggak baik.” Pesan Bu Hasna lirih, tapi tegas.

Glek.

Tenggorokan Cantika tercekat mendengarnya. Tangannya bergetar pelan, seolah semua kebohongan yang ia buat kini menghantam batinnya. Ia benar-benar merasa berada di titik terendah, rela menipu ibunya sendiri demi uang, demi harapan tipis agar ibunya bisa bertahan.

“Tenang aja, Bu… Cantika aman kok,” jawabnya, berusaha menenangkan meski suaranya terdengar bergetar.

Bu Hasna mengangguk pelan, lalu menoleh ke arah Jesika. “Ibu titip Cantika sama kamu ya, Nak.”

“Pasti, Bu,” sahut Jesika mantap, sama sekali tanpa rasa bersalah. Bibirnya tersenyum meyakinkan, padahal dalam hatinya ia tahu Cantika sedang diarahkan ke jalan gelap.

Suasana hening sejenak. Hanya suara monitor rumah sakit yang terdengar, berdetak pelan seperti mengikuti detak jantung Cantika yang tak karuan.

Jesika bangkit, meraih tasnya. “Yaudah, ayo Tik. Berangkat sekarang, tunggu apa lagi? Kamu udah ditunggu.”

Cantika terdiam. Kakinya terasa berat, seakan rantai tak kasatmata sedang melilit pergelangannya. Setiap langkah terasa seperti menambah beban di dadanya. Namun ia tahu, tak ada lagi jalan kembali.

1
menderita karena kmu
Ceritanya seru banget, jangan biarkan aku dilema menanti update 😭
evi evi: haha,,, siap kakak😀🤗
total 1 replies
Rukawasfound
Ceritanya keren, teruslah menulis thor!
evi evi: Terimakasih sudah mampir di cerita ku kk🙏
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!