NovelToon NovelToon
Bound To The CEO

Bound To The CEO

Status: sedang berlangsung
Genre:Mafia / CEO / Playboy / Diam-Diam Cinta / Kaya Raya / Romansa
Popularitas:2.3k
Nilai: 5
Nama Author: Priska

⚠️Mature Content (Harap bijak memilih bacaan)

“Dia hanya bosku… sampai aku terbangun di pelukannya."

Aku mencintainya apapun yang mereka katakan, seburuk apapun masa lalunya. Bahkan saat dia mengatakan tidak menginginkan ku lagi, aku masih percaya bahwa dia mencintaiku.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Priska, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Hanya Terbawa Suasana

Matahari pagi menyelinap masuk lewat jendela kaca di hadapan Anna. Membiaskan cahaya ke dalam kamar yang masih terasa hangat. Anna membuka mata perlahan, merasakan tubuhnya yang masih letih. ia perlahan mulai menyadari tentang dirinya dan Jonathan semalam. Namun kini Jonathan sudah tidak ada di sana.

Ia duduk perlahan, membenarkan rambutnya yang kusut dan merapikan kemeja tipis yang semalam sudah tidak lagi rapi. Sambil menunduk, senyum kecil terbit di bibirnya—senyum yang muncul begitu saja saat kilasan wajah Jonathan semalam kembali melintas di kepalanya.

Anna masih mengingat Jonathan terus menyebut namanya, begitupun dengan Anna yang terus menyebut nama Jonathan.

“Ya Tuhan…” ia bergumam, mencoba menahan debar yang entah mengapa semakin terasa.

Anna bangkit, melangkah pelan menuruni tangga. Aroma roti panggang dan susu hangat segera menyambutnya. Di meja makan, Jonathan duduk santai, mengenakan kemeja putih dengan lengan digulung hingga siku. Matanya terangkat sekilas ketika mendengar langkah Anna.

“Kau sudah bangun Nona Anna.....Duduk lah.” ucapnya singkat, mendorong piring berisi roti ke arah Anna. “Aku buat sendiri.” Terang Jonathan.

Anna tersenyum tipis, lalu duduk di kursi seberang. Ia meraih gelas susu hangat itu, menghirup aroma manisnya sebelum menyesap perlahan-lahan.

Mereka makan dalam diam. Sesekali, Anna melirik ke arah Jonathan, namun pria itu seolah hanya fokus pada rotinya. Dan anehnya, saat Anna kembali menunduk, justru Jonathan yang melirik sekilas ke arahnya—begitu cepat, seakan takut ketahuan.

Hening itu pecah ketika Jonathan meletakkan sendoknya. Ia menatap Anna, nadanya datar namun mengandung sesuatu yang sulit diartikan.

“Anna,” katanya, membuat Anna mengangkat kepala. “Tentang… apa yang terjadi semalam.”

Anna membeku, jemarinya yang memegang roti perlahan menegang. Jonathan melanjutkan, suaranya terukur.

“Kita… sebaiknya tidak terlalu memikirkan itu. Anggap saja… kita hanya terbawa suasana.”

Anna menatapnya tanpa berkata apa-apa. Tatapannya lama, seperti mencoba membaca apakah ada makna lain di balik kalimat itu. Namun Jonathan menatapnya balik tanpa ragu, seolah sudah memutuskan.

“Anna.” Suaranya memanggil lagi, karena Anna belum juga menjawab.

“Anna.” Kali ini nadanya sedikit lebih tegas.

Anna tersentak kecil, kembali sadar dari pikirannya yang penuh dengan rasa kecewa dan sedih yang bercampur aduk. Ia menarik napas pelan, lalu mengangguk tipis.

“Baik, Mr. Jonathan,” jawabnya tenang, meski di dalam dadanya terasa berat. “Saya mengerti. Kita anggap saja… itu hanya kesenangan sesaat.”

Tidak ada lagi kata-kata setelah itu. Mereka melanjutkan sarapan masing-masing.

......................

Jonathan berdiri dari kursinya setelah sarapan selesai. Ia mengambil jas yang diletakkannya di sandaran kursi, lalu menoleh ke arah Anna.

“Aku akan mengatur supir untuk mengantarmu pulang,” ucapnya datar namun tegas.

Anna yang sedang merapikan piring menoleh sekilas. “Tidak perlu, Mr. Jonathan.”

Kening pria itu berkerut samar. “Kenapa?”

Anna menunduk sebentar, lalu berkata pelan, “Ayah dan Ibuku tahu kalau semalam aku menginap di rumah Fara. Kalau mereka melihatku pulang diantar oleh Anda… mereka akan berpikir saya berbohong.”

Jonathan terdiam sejenak, menatapnya dengan tatapan sulit diartikan. Ada sesuatu di matanya, seperti ingin mempertanyakan lebih jauh, namun ia hanya mengangguk singkat. “Baiklah. Tapi pastikan kau sampai dengan selamat.”

Anna mengangguk, lalu berdiri. “Terima kasih… untuk sarapannya.”

Tanpa banyak kata lagi, ia mengambil tasnya dan keluar. Udara pagi yang sejuk langsung menyambut, membuatnya menarik napas dalam. Di pinggir jalan, sebuah taksi sudah menunggu. Anna masuk, memberi alamat rumahnya pada sopir, lalu bersandar di kursi.

Mobil melaju, meninggalkan gedung apartemen itu. Anna menatap keluar jendela, menyaksikan bayangan kota Amsterdam yang perlahan berganti—dari deretan gedung tinggi hingga jalanan yang lebih sepi. Namun pikirannya tak benar-benar fokus pada pemandangan itu.

Kata-kata Jonathan tadi pagi terus bergema di kepalanya. “Kita lupakan saja… itu hanya terbawa suasana.”

Ia memejamkan mata sebentar. Entah kenapa, kalimat itu seperti menekan dadanya.

Kenapa aku merasa seperti ini? Bukankah dari awal aku tahu batasnya? Bukankah aku juga tidak pernah berharap lebih?

Tangannya meremas ujung rok di pangkuannya. Semalam, segalanya terasa berbeda. Tatapan Jonathan, caranya memanggil nama Anna, sentuhan yang terlalu dekat untuk sekadar formalitas—semua itu membuatnya merasa… penting. Bahkan mungkin, di mata Jonathan, ia lebih dari sekadar seorang asisten.

Namun pagi ini, semua perasaan itu seperti dibuang begitu saja. Diredam menjadi sesuatu yang seolah tak pernah terjadi.

Baginya, itu cuma momen singkat. Tapi bagiku…Seharusnya aku tahu, aku sudah melihatnya. Dia bukan orang yang bisa untukku pahami.

Mobil berhenti sebentar di lampu merah. Anna menatap bayangannya sendiri di kaca jendela. Wajahnya terlihat biasa saja, tanpa ekspresi berlebihan. Orang lain mungkin akan mengira ia sedang memikirkan pekerjaan. Padahal di dalam, pikirannya penuh dengan tanya yang tak berani ia ucapkan.

Kalau aku memang harus melupakannya, aku akan melupakan. Tapi kenapa rasanya seperti aku kehilangan sesuatu yang bahkan tidak pernah benar-benar kumiliki?

Lampu hijau menyala. Mobil kembali melaju. Anna menarik napas panjang, mencoba menenangkan diri.

Baiklah, kalau dia mau profesional, aku juga akan profesional. Tidak ada yang berubah…

Tapi ia tahu, ketika nanti mereka kembali duduk di ruangan yang sama, berbagi pandangan singkat di sela pekerjaan, hatinya akan kembali mengingat. Dan itu… akan menjadi rahasia yang hanya ia simpan untuk dirinya sendiri.

Begitupun mungkin dengan Jonathan.

...****************...

1
HAI ❤️
Hai para readers jangan lupa like dan bintang ⭐️⭐️⭐️⭐️⭐️
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!