Malam itu menjadi malam terburuk bagi Ranum. Sang kekasih tiba-tiba saja secara sepihak memutus jalinan asmara di saat ia tengah mengandung benih cintanya, diusir oleh sang ayah karena menanggung sebuah aib keluarga, dan juga diberhentikan dari tempatnya bekerja.
Ranum memilih untuk pergi dari kota kelahirannya. Ia bertemu dengan salah seorang pemilik warung remang-remang yang mana menjadi awal ia membenamkan diri masuk ke dalam kubangan nista dengan menjadi seorang pramuria. Sampai pada suatu masa, Ranum berjumpa dengan lelaki sholeh yang siapa sangka lelaki itu jatuh hati kepadanya.
Pantaskah seorang pramuria mendapatkan cinta suci dari seorang lelaki sholeh yang begitu sempurna? Lantas, apakah Ranum akan menerima lelaki sholeh itu di saat ia menyadari bahwa dirinya menyimpan jejak dosa dan nista? Dan bagaimana jadinya jika lelaki di masa lalu Ranum tiba-tiba hadir kembali untuk memperbaiki kesalahan yang pernah ia lakukan?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon El Jasmin, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 31. Jurang Kematian
"Bagaimana bisa Ranum hilang? Bukannya tadi di sini bersama pacar Asri?"
Pai kebingungan setengah mati. Sepulangnya dari supermarket mencari peralatan dan perlengkapan dapur, ia mendapati Ranum tak ada di tempat. Di seluruh penjuru sudah dicari, namun Ranum benar-benar tidak nampak batang hidungnya sama sekali.
"Aku juga tidak paham Pai," ujar Helena dengan mimik wajah yang dipenuhi oleh kabut kekhawatiran. "As bagaimana Alex? Apakah dia menjawab teleponmu?"
Menurut Helena saat ini yang bisa dijadikan petunjuk adalah Alex, karena terakhir kali Ranum berada di tempat ini bersama pria itu.
Asri menggeleng frustrasi. "Om Alex sama sekali tidak menjawab panggilanku Mi. Bahkan handphonenya tidak aktif."
"Astaga... Kalau seperti ini kita harus bagaimana Pai? Aku sungguh khawatir terjadi sesuatu sama Ranum," ucap Helena lirih dengan hati yang diselimuti oleh duka.
"As, apa kamu tahu di mana Alex bekerja?" tanya Pai yang mulai sedikit demi sedikit mengorek informasi perihal Alex.
Asri hanya menggeleng dan tertunduk lesu. "Tidak Om. Aku sama sekali tidak tahu di mana om Alex bekerja."
Pai membuang napas kasar seraya mengacak rambutnya. Meskipun baru sebentar ia mengenal Ranum, namun bagi Pai wanita itu sudah seperti anaknya sendiri.
"Kita tunggu sampai dua kali dua puluh empat jam. Jika Ranum belum juga kembali, kita lapor polisi."
***
Air langit yang jatuh membasahi bumi mengiringi laju kuda besi warna putih yang melaju dengan kecepatan tinggi. Menyusuri jalanan berkelok di mana di sisi kanan kiri dihiasi oleh barisan pohon pinus yang menjulang tinggi. Suasana gelap semakin pekat seiring dengan rinai air hujan yang semakin melebat.
Ranum mengerjapkan mata. Pandangannya masih berkunang-kunang. Kepalanya juga terasa berat. Perutnya pun juga terasa nyeri hebat.
"Lepaskan aku! Mau kamu bawa kemana aku, hah?"
Ranum terkejut setengah mati, melihat tangannya sudah dipegangi oleh dua orang yang sangat mengerikan. Dua orang laki-laki berbadan tambun dengan rambut gondrong dan dipenuhi oleh tato disekujur tubuhnya.
Ranum berteriak lantang sembari meronta, mencoba melepaskan diri dari cengkeraman kuat tangan-tangan kekar dua preman yang mengapitnya. Sedangkan satu preman lagi fokus dengan kemudinya.
"Tenang .... Kami akan membawamu ke tempat yang akan menjadi tempat paling nyaman dan tenang untukmu. Di tempat itu nanti, kamu tidak akan lagi merasakan derita. Derita karena hidupmu begitu menjijikkan karena menjadi seorang gundik!" jawab seorang preman yang berada di samping kanan Ranum.
Ranum terperangah. "Gundik apa anjing?? Siapa yang jadi gundik?"
"Halah... Mana ada gundik ngaku? Sudah berapa banyak uang yang kamu dapatkan dari pak Jonas, hah?" hardik si preman.
"Dasar manusia biadab. Apa kalian tidak sadar bahwa apa yang kalian lakukan ini merupakan salah satu kejahatan. Aku bisa saja menyeret kalian ke dalam penjara!" pekik Ranum.
Tubuh wanita itu tiada henti meronta meskipun kedua tangan dan kakinya diikat menggunakan tali tambang. Selagi ia masih memiliki tenaga, Ranum tidak menyerah untuk melawan para preman ini meski hanya dengan cara meronta.
"Hahaha... . Kamu sedang melawak?" tanya salah seorang preman yang memegang setir kemudi. "Sebelum kamu menyeret kami ke penjara, kami akan lebih dulu menyeretmu ke alam baka. Paham?!"
Ranum terhenyak. Mendengar ucapan preman ini sudah bisa dipastikan jika dia akan dicelakai di kawasan ini. Kawasan yang jauh dari hiruk-pikuk keramaian kota dan hanya ada jurang-jurang yang membentang.
"Tolong .... Tolong .... Tolong aku!!!" teriak Ranum dengan suara yang menggema. Teriakan itu pulalah yang membuat para preman suruhan Miranda ini terbahak-bahak bersamaan.
"Hahahaha... Terus saja berteriak minta tolong dan meronta. Sekeras apapun upayamu, tidak akan ada yang menolongmu. Mungkin para makhluk tak kasat mata yang sudah menyambut kedatanganmu di sini!" timpal salah satu preman itu.
"Cuihhhh, cuiiihhh .... Biadab kalian. Benar-benar tidak punya hati!"
Dua preman yang mengapit tubuh Ranum dibuat terkejut setelah wanita itu meludahi wajah masing-masing. Raut yang dipenuhi oleh amarah tercetak jelas di wajah dua preman ini.
Plak... Plak.... Plak... Plak...
"Brengsek. Bisa-bisanya kamu meludahi kami! Kurang ajar!"
Plak... Plak... Plak... Plak...
Bogem mentah dari tangan kekar dua preman ini bertubi-tubi mendarat di wajah Ranum. Membuat sudut bibir wanita itu mengalir darah segar yang cukup deras.
Plak... Plak.. Plak...
"Rasakan itu wanita jalang!"
Lagi, tiga bogem mentah kembali dilayangkan oleh preman itu. Air mata Ranum mulai menetes pelan merasakan kekejaman para preman suruhan Miranda ini. Kepala Ranum menunduk, sebagai isyarat jika ia sudah tidak mampu lagi memberikan perlawanan.
Ya Tuhan, mungkin sebentar lagi aku akan menjemput kematianku di tempat ini. Ampuni aku Tuhan. Namun jika masih boleh aku meminta, tolong selamatkan aku dan anak dalam rahimku ya Tuhan. Setelah itu aku akan menjadi manusia yang jauh lebih baik lagi.
Semakin lama, Ranum merasakan kepalanya semakin berat. Mata yang sebelumnya terbuka, kini perlahan mulai terkatup. Hingga wanita itu kembali kehilangan kesadarannya.
"Mampus kamu!" teriak salah seorang preman yang melihat Ranum sudah hilang kesadaran.
"Bagaimana? Apakah wanita itu pingsan?" tanya preman yang memegang setir kemudi.
"Sudah Bos, wanita ini sudah pingsan. Sepertinya kita harus cepat-cepat mengeksekusi wanita ini."
"Oke!"
Bos preman itu melirik ke arah spion. Nampak sorot lampu mobil terpantul melalui spion itu. Ia pun sedikit mengurangi laju kendaraannya. Seakan menunggu mobil di belakang agar bisa menyusulnya.
Ckiiitttt.. . .
Mobil yang sejak tadi berada di belakang mobil yang dikemudikan oleh preman ini berhasil mendahului dan berhenti di depan. Tak selang lama, nampak Varen keluar dari dalam sana.
"Bagaimana? Apa situasi aman terkendali?" tanya Varen memastikan.
"Aman Bos. Wanita ini sudah pingsan dan sepertinya sekarang waktu yang tepat untuk mengeksekusi!"
Varen mengedarkan pandangannya ke arah sekitar. Hujan masih begitu lebat mengguyur bumi. Ia yakin tidak ada satupun manusia yang melintasi jalanan ini.
"Oke, keadaan aman. Sekarang arahkan mobil ini ke bibir jurang. Setelah itu kalian semua keluar dan pindah ke mobilku. Akan aku tabrak mobil ini hingga jatuh ke dalam sana!" ucap Varen memberikan perintah.
"Siap Bos!"
Preman itu mengerjakan perintah Varen. Setelah dirasa cukup berada di bibir jurang, ketiganya keluar dari dalam mobil dan berpindah ke mobil Varen.
"Sudah Bos!" ucap bos preman memberikan informasi.
Brummmm... . Brummmm.. . Brummm.. .
Maafkan aku Ranum, aku terpaksa harus melakukan ini. Karena kamu sudah berani menjadi simpanan papaku. Dan jika aku tidak melakukan ini, lama-lama aku gila karena tidak bisa melupakan kenikmatan yang pernah kamu berikan.
Varen memainkan sejenak pedal gas mobil yang ia kendarai sembari bermonolog dalam hati hingga menimbulkan suara yang cukup menggelegar. Meskipun suara itu begitu kencang namun tetap saja tidak begitu terdengar karena teredam oleh rinai air hujan.
"Matilah dengan tenang Ranum. Terima kasih karena engkau sudah memberikan rasa nikmat kepadaku. Hahahaha!"
Brummmmmm.. . .
Brakk.. . Brak.. . Brakkk!!!!
Dengan sekali injakan gas, mobil yang dikemudikan oleh Varen berhasil mendorong mobil yang berisikan Ranum di dalamnya. Hingga mobil itu jatuh berguling-guling ke dalam jurang dengan suara yang begitu keras. Hingga pada akhirnya....
Duarrrrr!!!!
Mobil itu meledak dengan suara yang terdengar memekakkan telinga. Tak berselang lama, Varen dan para preman mulai meninggalkan tempat ini. Varen melajukan laju kendaraannya dengan kecepatan tinggi, kembali ke kediamannya.
.
.
.