Apa yang akan kalian lakukan jika tiba-tiba kalian terbagun di tubuh orang lain. Apa lagi tubuh seorang idola terkenal dan kaya raya.
Itulah yang sedang di rasakan Anya. Namun, ia bangun di tubuh Arka, seorang Leader boyband Rhapsody. Ia mendadak harus bersikap seperti seorang idola, tuntutan kerja yang berbeda.
Ia harus berjuang menghadapi sorotan media, penggemar yang fanatik, dan jadwal yang padat, sembari mencari cara untuk kembali ke tubuhnya sendiri sebelum rahasia ini terbongkar dan hidupnya hancur.
Mampukah Anya bertahan dalam peran yang tak pernah ia impikan, dan akankah ia menemukan jalan pulang?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Uswatun Kh@, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
DUJIYAKAR 06
Matahari bersinar terik siang itu. Sebuah mobil Porsche hitam mengkilap melaju cepat di tengah padatnya jalanan.
Anya duduk tegang di kursi penumpang. Ia terlalu takut untuk mengendarai mobil semahal itu, jadi ia meminta Arka untuk menyetir.
"Serius, kalau begini terus, aku jadi sopirmu beneran," kata Arka sedikit kesal.
Anya merasa tidak enak dan mengusap lututnya. "Maaf ... Kau mau kalau mobil ini kenapa-kenapa kayak waktu itu?"
"Ogah! Ini mobil baru tahu! Jangan macam-macam," jawab Arka tegas. "Jangan lakukan itu, sudah kubilang!"
Arka menggenggam tangan Anya, mencegahnya melakukan gerakan yang feminin.
"Sekarang kau itu laki-laki, jadi bersikaplah seperti laki-laki. Ikuti caraku, kau kan sudah lama bekerja denganku, masa tidak tahu bagaimana aku bersikap. Awas saja kalau sampai ada rumor tentang aku yang aneh!" Arka memperingatkan dengan nada kesal.
"I-iya ... maaf. Aku masih belum terbiasa," jawab Anya dengan nada ragu.
Arka hanya menggelengkan kepala. Tak lama kemudian, mobil berhenti di depan sebuah rumah sakit.
Rumah Sakit Permata Indah, sebuah rumah sakit swasta sederhana. Hanya di sanalah Anya mampu membawa ibunya berobat.
Selama ini, Anya seorang diri membanting tulang menghidupi keluarga dan membiayai pengobatan ibunya.
Ayahnya telah meninggal beberapa tahun lalu, meninggalkan hutang yang kini menghantuinya.
Rumah mereka pun jatuh ke tangan bibi dan pamannya. Anya hanya bisa pasrah, bekerja keras demi melunasi hutang-hutang itu.
Mereka bergegas keluar dari mobil. Tiba-tiba, seorang pemuda berlari dan memeluk Arka erat.
"Kak, kemana aja? Kenapa baru datang?" tanyanya dengan nada rindu.
Anya tertegun. Adiknya malah memeluk Arka? Ia khawatir Arka akan marah dan membuat Faro curiga.
Faro, adik Anya yang masih duduk di bangku SMA, tampak begitu merindukannya.
Ia memeluk Arka dalam tubuh Anya erat beberapa kali, sebelum matanya terpaku pada mobil mewah yang terparkir di depan mereka.
"Wah! Ini kan Porsche 911 Turbo terbaru! Keren banget!" serunya kagum. "Kau baru saja menyetir mobil ini kak?"
Faro mengelilingi mobil itu dengan mata berbinar. Bahkan, ia sampai mengintip ke dalam kabin.
Arka melirik Anya, memberi isyarat agar menjaga adiknya agar tidak sampai membuat lecet mobil kesayangannya.
Anya segera menarik bagian belakang baju Faro, membuatnya mundur menjauhi mobil.
Faro berdiri dengan wajah kesal, menatap sosok lelaki bertopi dan bermasker itu.
"Dia siapa, Kak?" tanya Faro penasaran, menunjuk ke Anya.
'Aku kakakmu, bodoh!' batin Anya.
"Sudah, jangan banyak tanya. Ayo kita temui Ibu," ajak Arka sambil merangkul bahu Faro, berusaha mengalihkan perhatiannya.
Anya menghela napas lega. "Syukurlah, Arka tidak marah," gumamnya dalam hati.
Mereka tiba di ruangan tempat Margaret dirawat. Faro membuka pintu, menghampiri ibunya yang sedang asyik membaca majalah.
Margaret langsung menyambut Faro dengan pelukan hangat.
"Lihat anak bandel ini, baru datang Bu!" cetus Faro.
"Hus, dia itu kakakmu! Tidak boleh bicara begitu," tegur Margaret lembut.
Faro cemberut, memilih duduk di kursi dekat ranjang ibunya.
Margaret mengulurkan kedua tangannya, meminta Arka mendekat. Arka tampak ragu, merasa canggung.
Ia bahkan belum pernah memeluk ibu kandungnya sendiri. Namun, Anya dengan sigap mendorongnya hingga Arka terhuyung ke pelukan Margaret.
Margaret mengusap punggung Arka penuh kasih. "Pasti lelah ya, Nak? Maafkan Ibu yang cuma bisa merepotkanmu."
Kata-kata Margaret menyentuh relung hati Arka. Kehangatan seperti ini belum pernah ia rasakan, meski kedua orang tuanya ada.
Meski Anya seringkali menghadapi kesulitan, kehangatan keluarganya, termasuk adiknya Faro, selalu menjadi sumber kekuatannya.
Mata Arka berkaca-kaca. Margaret sedikit menjauh, memberi ruang.
"Kau menangis, Sayang?" tanya Margaret lembut, mengusap setetes air mata yang jatuh di pipi Arka.
'Sial, kenapa aku nangis? Dasar tubuh lemah! Ia ini pasti karena tubuh lemah Anya,' Arka berusaha menyangkal perasaannya.
Arka melepaskan dekapan Margaret. "Tidak! Aku tidak nangis, hanya kelilipan."
Anya menatap Arka dengan takjub. Baru kali ini ia melihat sisi lembut Arka.
Pandangan Margaret beralih pada Anya. "Siapa dia? Kenapa tidak dikenalkan pada Ibu?"
"Dia ... temanku, Bu," jawab Arka ragu.
"Suruh dia duduk. Kasihan, berdiri dari tadi."
Mereka menghabiskan waktu cukup lama di sana. Arka mulai merasa nyaman dengan Margaret dan Faro.
Anya merasa lega, ternyata semua tidak seburuk yang ia bayangkan.
Seorang suster datang dan meminta Anya pergi ke ruangan dokter.
Anya dan Arka pergi bersama. Mereka duduk berdampingan, dan wajah dokter tampak cemas.
"Sepertinya ibu Anda harus dipindahkan ke rumah sakit yang lebih besar. Saat ini, kondisinya memang terlihat stabil, tetapi sebenarnya tubuhnya semakin melemah. Sayangnya, peralatan di sini tidak memadai," jelas dokter.
Anya meremas kedua tangannya, bingung memikirkan dari mana ia akan mendapatkan biaya untuk itu.
"Kami akan mempertimbangkannya, Dok. Untuk saat ini, biarkan ibu saya dirawat di sini dulu," kata Anya.
Dokter tampak bingung. "Maaf, Anda ini siapa? Apakah Anda keluarga dari Ibu Margaret?"
Anya menggaruk kepalanya yang tidak gatal, teringat bahwa saat ini ia berada di tubuh Arka.
"Dia saudara saya, Dok," jawab Arka. "Dokter, lakukan saja yang terbaik untuk ibu saya. Jika memindahkannya bisa mempercepat kesembuhannya, lakukan saja, Dok. Kami pasti setuju."
Anya terkejut dan menatap Arka dengan mata melotot.