"Perjodohan memang terlihat begitu kuno, tapi bagiku itu adalah jalan yang akan mengantarkan sebuah hubungan kepada ikatan pernikahan," ~Alya Syafira.
Perbedaaan usia tidak membuat Alya menolak untuk menerima perjodohan antara dirinya dengan salah satu anak kembar dari sepupu umminya.
Raihan adalah laki-laki tampan dan mapan, sehingga tidak memupuk kemungkinan untuk Alya menerima perjodohannya itu. Terlebih lagi, ia telah mencintai laki-laki itu semenjak tahu akan di jodohkan dengan Raihan.
Namun, siapa sangka Rayan adik dari Raihan, diam-diam juga menaruh rasa kepada Alya yang akan menjadi kakak iparnya dalam waktu dekat ini.
Bagaimana jadinya, jika Raihan kembali dari perguruan tingginya di Spanyol, dan datang untuk memenuhi janjinya menikahi Alya? Dan apa yang terjadi kepada Rayan nantinya, jika melihat wanita yang di cintainya itu menikah dengan abangnya sendiri? Yuk ikuti kisah selanjutnya!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lina Handayani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 16 : Naik Pitam
..."Terkadang kita perlu waktu untuk menjadi kuat, walupun hati sudah terluka dan hancur dalam sekejap. Namun, semua itu tetap tidak akan mengubah segalanya, dan akan terus teringat."...
...~~~...
Sepulangnya Raihan dari kantor, laki-laki itu bukannya pulang dengan wajah penuh senyuman, karena akan bertemu kembali dengan sang istri setelah seharian bekerja. Ternyata Raihan berbeda, ia malah terlihat masam dan tidak enak untuk di lihat.
Ting!
Sebuah bel berbunyi yang sudah pasti berasal dari luar. Dan benar saja, pintu terbuka dengan menunjukan Raihan yang baru saja pulang dari kantor. Akan tetapi, laki-laki itu cukup heran pada saat melihat Bi Ratna lah yang membukakan pintu untuknya, dan bukannya Alya yang selalu sigap jika mengenai dirinya.
"Loh Bi, Alya ke mana? Kok dia enggak datang menyambut kepulanganku?" tanya Raihan yang sudah di liputi oleh rasa curiga dan amarah yang sudah tertunda sedari masih di kantor.
"Oh Mbak Alya berada di kamarnya, Den Raihan. Mungkin lagi salat makanya Mbak Alya enggak turun menyambut kepulangan Den Raihan dari kantor," jawab Bi Ratna yang berpikir positif terhadap menantu kedua di kelurga majikannya.
Di mana Bi Ratna sudah berkerja bertahun-tahun dari semasa masih bersama Oma Dina dan Opa Roni yang sudah mengangkat Ayah Muhtaz sebagai anak dan sampai sekarang pun masih sama, meskipun Ayah Muhtaz sudah kembali bertemu kedua orang tua kandung aslinya itu. Di mana Ayah Muhtaz sekarang sudah memilki keluarga sendiri bersama sang istri---Bunda Zahra yang menjadi menantu pertama di keluarga itu, sampai datang lah Alya sebagai menantu kedua dari anak pertama pasangan Bunda Zahra dan Ayah Muhtaz.
Jadi, hal itu sudah tidak perlu di ragukan lagi, Bi Ratna sudah menjadi kepercayaan keluarga besar Oma Dina, sehingga pengabdiannya itu sampai sekarang begitu baik.
Kembali lagi kepada Raihan yang terdiam sejenak, setelah mendengar penjelasan dari Bi Ratna.
"Oh ya udah, Bi. Terimakasih," ucap Raihan dan tidak menunggu lama lagi langsung menaiki anak tangga untuk menemui istrinya.
"Sama-sama Den," balas Bi Ratna walupun Raihan sudah lebih dulu berjalan menaiki anak tangga. Dah barulah, ia bisa bekerja kembali ke dapur.
***
Kreettt!
Suara pintu kamar di buka dan langsung kembali di tutup rapat oleh Raihan. Setelah itu, barulah ia mencari keberadaan sang istri. Di mana Raihan melihat Alya baru saja selesai salat magrib, dengan melipatkan mukenanya, serta menyimpannya di atas sajadah.
"Mas udah pulang?" ujar Alya yang membuka topik pembicaraan, dengan menghampari Raihan yang masih berdiri terdiam menatap kedatangan sang istri.
Tanpa kata tanpa suara, Alya langsung meraih tangan kanan Raihan dan menciumnya, dengan tetap bersikap selayaknya seorang istri yang taat pada suaminya. Terlebih lagi, Alya adalah anak seorang ustaz dan keturunan kyai, yakni putri dari Ustaz Ilham pemilik Pesantren Darussalam yang cukup terkenal di Jakarta, serta cucu Kyai Zaenal selaku pendiri Pondok Pesantren Ar-Rasyid dari Bandung, sehingga tidak di ragukan lagi ilmunya meskipun terlihat modern.
"Kamu kenapa enggak balas chat dari, Mas?" tanya Raihan seketika membuat Alya menatapnya.
"Oh ya? Mas pasti capek banget ya? Sini biar Alya bantu simpan tasnya," ucap Alya yang langsung meraih tas dari tangan suaminya dan menyimpannya di bawah meja kerja suaminya.
"Alya, suamimu sedang bertanya kepadamu. Kenapa kamu pergi ke luar tanpa meminta izin dariku, hah? Jawab!" tegas Raihan yang mulai sedikit meninggikan nada suaranya itu.
Alya tidak langsung menjawab, ia malah menghampiri sang suami, dengan wajah yang sampai saat ini tidak menunjukkan senyuman.
"Mas mau makan dulu apa mau mandi dulu? Biar Alya siapin air hangat kalau mau mandi dulu ya?" ujar Alya seperti sengaja tidak ingin merespon pertanyaan dari suaminya itu.
"Alya! Tatap mata Mas! Lalu jawab pertanyaan dari Mas! Mengapa kamu pergi ke Mall Alaluna tanpa seizin Mas sebagai suamimu, hah?" tanya Raihan dengan meraih pundak Alya dan memegangnya cukup keras, serta menatap dalam wajah cantik yang sudah mendiamkannya itu sudah hampir dua hari.
Alya menatap ke sembarang arah, lalu melepas cekalan tangan suaminya dari pundaknya itu.
"Itu tidak perlu di tanyakan, Mas. Mas sendari sudah tahu bahwa aku berkerja menjadi model. Sudah sepantasnya aku ada di tempat itu," jawab Alya dengan begitu acuh melihat kemarahan dalam diri suaminya itu.
"Pertanyaan Mas bukan seperti itu, tapi mengapa kamu pergi ke sana tanpa bilang sama Mas, hah? Apa kamu udah enggak anggap Mas sebagai suamimu lagi? Sampai berani bertingkah seperti itu, hah?" ucap Raihan terlihat begitu marah, walupun masih bisa di kontrol.
"Semenjak kejadian siang kemarin, tidak ada alasan lagi untuk aku meminta izin pergi ke mana saja, karena Mas pun tidak meminta izinku untuk memeluk seorang wanita di luar sana. Mengenai menghargai suami, sejak kapan pula Mas menghargai aku layaknya sebagai seorang istri pada umumnya saat kita bersama, hem?" sahut Alya dengan kata-kata yang begitu menohok.
Deg.
"Alya!" Raihan mulai terpancing emosi oleh ucapan Alya, sampai tangannya mulai terangkat, melayang ke udara dan hendak mendarat di pipi mulus sang istri.
Dan Alya sudah memejamkan kedua matanya, telah pasrah akan apa yang di lakukan suaminya terhadap dirinya nanti.
Brakkk!
Pintu kamar di buka dengan sangat keras, dengan memunculkan seorang laki-laki tampan yang dengan sigap berlari ke arah Raihan, dan memegang tangan laki-laki itu untuk menghentikan aksinya yang terlalu berani.
"Astaghfirullah, Bang! Istighfar jangan lakukan itu!" ucap Rayan memberikan pengertian kepada Raihan, sedangkan tangannya masih memegang erat lengan tangan Raihan yang akan melayangkan tamparan kepada Alya.
"Rayan, kamu ...," kata Alya yang sedikit terkejut melihat kedatangan laki-laki yang selalu ada untuknya sampai saat ini.
Rayan dengan berani masuk ke dalam kamar Alya dan Raihan dan menghentikan aksi gila Raihan yang akan melukai fisiknya itu.
"Kamu tenang saja, Alya! Bang Raihan biar aku yang tangani. Kamu pergi saja dari sini," ucap Rayan dengan meyakinkan Alya bahwa semua akan terkendali.
Alya tidak menjawab, tapi air matanya sudah keluar membahasi kedua pipinya, lalu ia pun berlari keluar dari kamarnya, meningalkan adik kakak yang tengah bersitegang itu.
"Apa-apaan kamu, Rayan? Ini masalah rumah tanggaku, kamu jangan ikut campur sama urusan Abang dan Alya!" tegas Raihan tanpa ragu melepaskan tangan sang adik yang masih memegang pergelangan tangannya itu.
Dengan tatapan tajam menatap wajah Rayan yang sudah berani masuk ke dalam kamarnya itu tanpa izin, sebenarnya itu membuat Raihan cukup marah. Namun, fokusnya sekarang kepada Alya, sehingga ia pun berjalan ke arah pintu, hendak mengejar Alya yang langsung pergi, setelah apa yang akan dia perbuat tadi.
"Sayang!" panggil Raihan dengan keluar dari kamarnya dan berniat untuk mencari keberadaan sang istri.
Rayan yang melihat itu, tidak bisa membiarkan itu terjadi. Ia pun berlari mengejar Raihan, sebelum hal yang di luar kendali abangnya itu kembali terulang lagi, dan Rayan tidak ingin hal itu terjadi.
Sampai di mana, Rayan bisa mengejar Raihan, dan mencekal lengan tangannya untuk menghentikan langkahnya itu.
"Cukup Bang! Jangan bertingkah gegabah!" ucap Rayan memperingati abangnya itu, dengan berusaha keras menyadarkan Raihan akan apa yang di perbutnya itu.
.
.
.