NovelToon NovelToon
Satu Satunya Yang Tak Terpilih

Satu Satunya Yang Tak Terpilih

Status: sedang berlangsung
Genre:Action / Fantasi / Light Novel
Popularitas:1k
Nilai: 5
Nama Author: nazeiknow

Oiko Mahakara bukan siapa-siapa.
Di sekolah, dia hanya bayangan yang selalu diinjak.
Tertawa orang lain adalah derita baginya.
Tapi ketika cahaya menelan dunia lamanya, semuanya berubah.

Dipanggil ke dunia lain bersama murid-murid lainnya, takdir mereka tampak seperti cerita klasik: menjadi pahlawan, menyelamatkan dunia.

Namun, tidak semua yang datang disambut.
Dan tidak semua kekuatan... bersinar terang.

Ketika harapan direnggut dan dunia membuangnya, dari kehampaan… sesuatu terbangun.

Kegelapan tidak meminta izin. Ia hanya mengambil.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon nazeiknow, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Chapter 16: Dua Hari di Perpustakaan Dewa

Di dalam perpustakaan megah milik para dewa, Oiko duduk tenang di kursi panjang, dikelilingi tumpukan buku yang telah ia baca.

Di atas mejanya, tersusun rapi puluhan—bahkan ratusan—buku tebal yang membahas tentang sejarah sihir, struktur energi dunia, dan teknik pengendalian magis para dewa.

Ia menatap buku terakhir di tangannya, lalu perlahan menutupnya.

Tangannya menggeser buku itu ke tumpukan yang sudah selesai dibaca.

“Aku rasa cukup,” gumam Oiko pelan, sebelum akhirnya berdiri dari kursinya.

Di sisi lain meja, Rinya tertidur pulas dengan kepala menyandar pada lengan.

Sisa-sisa buah yang telah mereka makan berserakan di meja, dan Mikami masih terjaga walau tampak lelah, duduk termenung.

Oiko melangkah pelan ke arah Mikami.

Ia lalu menjulurkan tangan ke telinga panjang Mikami — telinga khas elf.

Cekrek.

Mikami langsung menoleh cepat, menahan telinganya.

“Hei! Kamu ngapain?!”

Oiko tertawa kecil. “Bangunin doang. Kita pulang. Kita udah di sini dua hari.”

Mikami terperangah. “Dua hari?! Gila...”

Di atas meja, banyak buah telah habis dimakan, sebagian kulitnya masih tersisa.

Mikami tersadar perutnya kenyang karena camilan itu, dan ternyata waktu berlalu begitu cepat saat mereka di dalam.

Oiko lalu berjalan ke arah Rinya yang masih tertidur, dan mengangkat tubuh kecilnya perlahan.

“Heeh… Oiko, lepaskan…” gumam Rinya sambil membuka mata setengah sadar.

Oiko tersenyum tipis, jongkok dan menurunkannya.

“Ayo, kita keluar.”

Ia berjalan ke arah pintu keluar perpustakaan, mendorongnya perlahan.

Cahaya dari luar langsung menyinari wajah mereka.

Mikami dan Rinya menyusul, masih menguap dan mengusap mata karena mengantuk.

Udara dingin pagi menyambut mereka saat pintu terbuka penuh.

Dewa yang duduk di singgasana langsung menatap ke arah mereka.

“Sudah puas?” tanya sang Dewa tanpa nada emosi.

Oiko menunduk singkat.

“Terima kasih.”

Tanpa banyak bicara, Oiko melangkah menuju pintu besar istana untuk keluar.

Mikami dan Rinya mengikuti dari belakang.

Saat pintu utama istana dibuka, langit masih tampak biru pucat, pertanda pagi buta baru tiba.

Dan di depan pintu…

Aron sudah berdiri tegak, seolah menunggu sejak semalam.

“Kalian akhirnya selesai.” katanya singkat dengan ekspresi tak terbaca.

Oiko hanya mengangguk...

Setelah melewati dua hari penuh membaca dan belajar tentang dunia sihir, akhirnya Oiko, Mikami, dan Rinya keluar dari wilayah para dewa.

Dinding transparan yang memisahkan dunia itu kini berada di belakang mereka.

Aron, sang dewa bersayap, sempat menatap mereka terakhir kali sebelum berbalik dan berjalan masuk kembali ke istana, menghilang dari pandangan.

Setelah itu, ketiganya melanjutkan perjalanan ke arah yang mereka kenal…

Danau tempat mereka dulu pertama kali bertemu dengan makhluk misterius itu.

Langkah kaki mereka menyusuri jalur yang sama, melewati pohon-pohon besar dan semak belukar, hingga akhirnya cahaya air yang berkilau menyambut mereka.

“Akhirnya balik juga,” ucap Oiko sambil menghirup udara segar pagi.

Danau itu begitu tenang, airnya jernih, memantulkan cahaya langit yang mulai cerah.

Tanpa banyak bicara, Oiko mulai membuka kancing baju seragam sekolahnya, melepaskannya satu per satu sambil berdiri di pinggir danau.

“Eh? Oiko?” Rinya memelototi Oiko.

Mikami juga menoleh, sedikit kaget.

“Tenang, aku gak buka celana kok, aku cuma mau berenang.” Oiko menjawab santai sambil tersenyum lelah.

Ia melepas celana panjang sekolahnya, dan ternyata di baliknya sudah memakai celana pendek renang.

Dengan satu lompatan, “Byuur!” Oiko mencebur ke dalam air.

“Ahhh! Udah lama banget gak mandi! Segar banget!” katanya sambil mengibaskan air.

Rinya yang berdiri di pinggir danau menatap air dengan ragu.

“Ini… dalam gak?”

“Enggak kok,” jawab Oiko dari dalam air.

“Cuma sampai pinggang, tenang aja.”

Rinya tampak berpikir, lalu dengan ragu-ragu mulai membuka baju luarnya.

“Jangan ngintip ya…” katanya pelan.

Mikami juga mulai melepas bajunya, tampaknya ikut tergoda oleh segarnya air danau pagi itu.

Oiko langsung menoleh ke samping, buru-buru memalingkan wajah ke arah pohon.

“Tenang, gue gak ngintip! Sumpah!”

“Oiko! Jangan intip ya!” teriak Rinya sambil nyemplung.

Mikami hanya terkekeh, lalu ikut masuk dengan tenang.

Air danau pagi itu terasa begitu menyegarkan.

Burung-burung berkicau dari kejauhan, kabut tipis menggantung di permukaan air, dan untuk pertama kalinya setelah sekian lama…

Mereka merasakan damai.

Setelah beberapa menit bermain air, Oiko menyibakkan air dan menoleh pelan, tanpa sadar…

matanya mengarah ke arah Mikami dan Rinya.

Mata Oiko membesar sedikit.

Ia melihat keduanya hanya memakai dalamannya saja, pakaian mereka telah dilepas dan ditaruh di atas batu dekat danau.

Rinya, dengan telinga putih berbulu di atas kepalanya, sedang menyiram air ke wajahnya. Bulunya basah dan menempel, membuatnya terlihat lebih lucu dan polos.

Mikami, dengan rambut peraknya yang lembap, berdiri setengah membelakangi Oiko sambil memeras ujung rambutnya. Cahaya pagi memantul di kulitnya yang pucat.

"Cantik semua..." gumam Oiko dalam hati, tanpa sadar terus menatap.

Tapi…

Mikami menyadarinya.

Dengan cepat, ia berbalik badan, menutupi tubuhnya dengan tangan sambil berteriak keras:

"Oiko! Jangan lihat!!!"

Oiko langsung panik.

Ia membalik tubuhnya secepat kilat.

“W-Wah! Maaf! Aku gak ngintip! Aku cuma… cuma liat burung tadi! Burung beneran! Di pohon!”

Ia menunjuk ke atas secara asal sambil menyembunyikan wajah merahnya.

Rinya menyipitkan mata.

“Tadi burungnya di mana?”

“Itu tuh! Tuh! Udah terbang!” kata Oiko, makin ngawur.

Mikami mendesis pelan, wajahnya memerah.

“Dasar cowok mesum...”

Oiko mengangkat tangan tinggi-tinggi.

“Sumpah gak sengaja! Sumpah demi... demi mie instan!”

Rinya dan Mikami saling pandang, lalu tertawa kecil, membiarkan kejadian itu berlalu begitu saja.

Hari pun terus beranjak siang, dan suasana danau tetap damai.

Namun dalam hati kecil Oiko, ada rasa…

“Mereka berdua... terlalu cantik buat manusia biasa...”

Setelah selesai berendam dan berganti pakaian,

Oiko, Mikami, dan Rinya berdiri di tepi danau.

Oiko menarik napas dalam-dalam, lalu menoleh ke Mikami,

“Aku udah tahu... ke mana kita harus pergi setelah ini.”

Mikami mengangguk.

“Ke mana?”

“Ke depan. Terus masuk hutan. Ada sesuatu yang terasa... memanggil,” ucap Oiko, suaranya pelan tapi yakin.

Rinya menggenggam tangan Mikami.

“Aku ikut... jangan tinggalin aku ya.”

Langkah mereka pun dimulai lagi.

Langkah demi langkah…

Masuk ke hutan yang lebat.

Pepohonan tinggi menjulang, daun-daunnya menari ditiup angin pagi.

Namun berbeda dari biasanya,

suasana terasa… canggung.

Oiko berjalan paling depan, sesekali melirik ke belakang ke arah Mikami, lalu langsung memalingkan muka saat mata mereka bertemu.

Mikami sendiri tampak diam.

Pipinya masih sedikit merah karena kejadian di danau tadi.

Rinya berjalan paling belakang, sesekali menggumam,

“Dasar Oiko mata jail...”

Langkah-langkah mereka terus terdengar,

menginjak dedaunan yang gugur.

Hutan makin gelap,

namun tujuan mereka masih belum terlihat.

Oiko akhirnya bicara pelan,

“Maaf ya... soal tadi.”

Mikami tidak menjawab langsung.

Hanya melirik, lalu berkata:

“Lain kali... jangan liat tanpa izin.”

“Iya... iya... janji.”

Oiko menunduk sedikit, senyum kecut.

Dan perjalanan pun berlanjut,

menuju babak berikutnya...

1
Protocetus
jika berkenan mampir ya ke novelku Frontier
HarusameName
bukan hasil AI 'kan, ini?
HarusameName: Narasinya bagus, loh! Nice work.
nazeiknow: kalau ga libur up chapter nya per hari "Minggu"
total 4 replies
nazeiknow
JANGAN LUPA LIKE TEMAN BIAR SAYA LEBIH SEMANGAT MENULIS CERITA INI KALAU BISA LOVE LOVE DI PENCET 😉
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!