Axel sedang menata hidupnya usai patah hati karena wanita yang selama ini diam-diam ia cintai menikah dengan orang lain. Ia bahkan menolak dijodohkan oleh orang tuanya dan memilih hidup sendiri di apartemen.
Namun, semuanya berubah saat ia secara tidak sengaja bertemu dengan Elsa, seorang gadis SMA yang salah paham dan menganggap dirinya hendak bunuh diri karena hutang.
Axel mulai tertarik dan menikmati kesalahpahaman itu agar bisa dekat dengan Elsa. Tapi, ia tahu perbedaan usia dan status mereka cukup jauh, belum lagi Elsa sudah memiliki kekasih. Tapi ada sesuatu dalam diri Elsa yang membuat Axel tidak bisa berpaling. Untuk pertama kalinya sejak patah hati, Axel merasakan debaran cinta lagi. Dan ia bertekad, selama janur belum melengkung, ia akan tetap mengejar cinta gadis SMA itu.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mutzaquarius, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 16
Irfan berjalan dengan langkah cepat, napasnya memburu menahan emosi yang nyaris meledak. Ia tidak peduli dengan tatapan orang-orang. Dan, sesampainya di tempat sepi, ia menghentakkan kakinya, lalu memukul dinding dengan keras.
"Brengsek!" makinya lantang. Tinju keduanya kembali menghantam dinding, kali ini lebih keras, membuat kulit di buku jarinya memerah. Tapi rasa sakit itu tidak sebanding dengan amarah yang membara di dadanya.
"Beraninya dia menolakku!" desisnya dengan mata membelalak. "Lama kelamaan, dia semakin berani!"
Irfan terdiam sejenak, mencoba meredam amarahnya. Ia merasa aneh dengan perubahan sikap Elsa dua hari ini. "Ada apa sebenarnya? Kenapa Elsa berubah?" gumamnya.
Irfan tidak habis pikir. Kemarin, Elsa menolak membantu mencarikan pinjaman uang untuknya. Dan sekarang, Elsa justru mengubah penampilannya, membuatnya malu dan di ejek habis-habisan oleh teman-temannya. Ditambah, Elsa tidak mau lagi membantunya mengerjakan tugas nya.
"Aku yakin, pasti ada sesuatu. Atau, ada orang yang menghasutnya. Tapi, siapa?" gumam Irfan. "Tapi, jika di pikir lagi, Elsa tidak mempunyai banyak teman. Atau, mungkin saja dia ingin menarik perhatian ku. Cih, dia pikir, dia siapa?” geram Irfan dengan napas memburu. Ia mengacak rambutnya kasar, merasa marah dan khawatir karena kehilangan kendali atas satu-satunya orang yang selama ini bisa ia manfaatkan dengan mudah.
"Sepertinya, kau sedang tidak senang."
Irfan menoleh cepat. Pandangannya tajam menusuk ke arah suara itu, di mana seorang gadis melangkah, mendekatinya penuh percaya diri.
Dia adalah Meyra, teman sekelas Elsa.
"Bukan urusanmu," sahut Irfan dingin.
Meyra menaikkan salah satu sudut bibirnya. Tanpa ragu, ia berdiri tepat di hadapan Irfan, cukup dekat hingga nyaris menyentuh tubuh pria itu.
"Aku tahu, kau kesal pada Elsa. Tapi, kau harus tahu satu hal, Fan, dia bermain api di belakangmu."
Mata Irfan menyipit, dengan rahang yang mengeras. "Apa maksudmu?"
Tanpa berkata-kata lagi, Meyra merogoh sakunya dan mengeluarkan ponselnya. Ia membuka sebuah foto lalu menyodorkannya pada Irfan. "Kau lihat saja sendiri."
Irfan membelalak begitu matanya menangkap isi layar. Tangannya bergerak cepat merebut ponsel itu, menatap lekat-lekat foto yang terpampang jelas.
"I-Ini … " suaranya tercekat.
"Ya, Itu Elsa berciuman dengan tukang kebun di sekolah. Aku sendiri yang memotretnya. Tapi, jika kau tidak percaya, kau bisa tanya langsung pada Elsa," ucap Meyra.
Irfan mengepalkan tangan begitu kuat hingga buku-buku jarinya memutih. Matanya memerah, menahan amarah yang membara.
"Dia bahkan selalu menolak setiap kali aku mencoba menciumnya," gumamnya, nyaris tidak terdengar. "Tapi sekarang? Dia justru memilih tukang kebun sialan itu. Pantas saja akhir-akhir ini dia berubah," geram Irfan.
Meyra mengusap pipi Irfan menggunakan ujung telunjuknya. Sentuhan itu kemudian turun perlahan ke leher, sebelum akhirnya berhenti di dada Irfan yang masih terhalang seragam sekolah.
"Kau tahu, kan? Aku sudah lama menyukaimu, Irfan," bisiknya dengan suara menggoda. "Kalau kau mau, aku bersedia menggantikan posisi Elsa. Aku akan berikan apa pun yang kau inginkan."
Irfan tidak langsung merespons. Ia hanya menatap Meyra dalam diam. Ia tahu, jika Meyra menyukainya. Namun, Irfan tidak menyukai gadis yang terlalu agresif seperti Meyra.
Justru, dia lebih tertarik pada gadis yang sulit didapatkan. Yang menjaga diri, yang membuatnya harus berusaha lebih untuk menaklukkannya. Dan, bagi Irfan, itu merupakan tantangan yang cukup menyenangkan. Walaupun pada akhirnya, mereka akan bertekuk lutut di hadapannya.
Meski begitu, dalam kondisi sekarang, di saat ia dipermainkan, ia mulai berfikir lain. Mungkin, menerima Meyra bukan ide buruk. Meyra bisa jadi pelampiasan dan alat balas dendam yang sempurna.
"Mungkin, aku bisa memanfaatkannya untuk bersenang-senang," batin Irfan. Dia menangkap tangan Meyra, menggigit ujung telunjuknya dengan gerakan sensual. "Kau, mau melakukan apapun yang aku inginkan?" tanya Irfan.
Meyra menggigit bibir bawahnya, menatap cara Irfan menggodanya. "Ya, aku akan melakukan apapun untukmu, Fan. Asalkan, kau mau menerima ku."
"Baiklah, tapi tidak sekarang."
...****************...
Bel tanda pelajaran usai, menggema di seluruh penjuru sekolah. Para siswa bergegas membereskan buku pelajarannya dan keluar dari kelas masing-masing, tidak sabar untuk segera pulang.
Begitu juga dengan Elsa. Ia melangkah cepat ke luar kelas. Matanya sesekali melirik jam tangan di pergelangan kirinya, karena tidak ingin terlambat ke tempat kerjanya.
Di gerbang sekolah, Axel sudah berdiri menunggunya. Senyum hangat menghiasi wajahnya saat melihat Elsa keluar dari gedung. Namun, senyum itu memudar ketika ia melihat seseorang berjalan di belakang gadis itu.
"Tunggu, El! Aku ingin bicara!" seru Irfan lantang.
Elsa menghela napas panjang sebelum berbalik, menatap Irfan dengan malas. "Ada apa?" tanyanya.
Tanpa basa-basi, Irfan menyodorkan ponselnya. Di layar, terpampang jelas sebuah foto yang membuat mata Elsa membelalak tidak percaya.
"Dari mana kau mendapatkan foto itu?" tanya Elsa panik. Ia buru-buru merebut ponsel itu dari tangan Irfan. Tapi pria itu lebih sigap, dan dengan cepat menariknya menjauh.
"Tidak penting aku mendapatkan nya dari mana. Yang jelas, sekarang aku tahu alasan sikapmu berubah belakangan ini," ujar Irfan tajam.
Elsa mengepalkan tangan, mencoba menahan gejolak emosinya. "Aku seperti ini tidak ada hubungannya dengan foto itu. Ini semua karena sikapmu sendiri, Fan."
"Masih berani mengelak? Bukti sudah jelas di tanganku. Kau selingkuh dengan tukang kebun sialan itu, iya, kan?" sentak Irfan.
Melihat Elsa dibentak seperti itu membuat darah Axel mendidih. Dia mengepalkan tangannya, melangkah cepat menghampiri mereka. Tanpa banyak kata, ia mendorong tubuh Irfan menjauh dari Elsa.
"Cukup! Kau ini laki-laki. Apa kau tidak punya harga diri, membentak perempuan di depan umum? Memalukan," ujar Axel tegas, dengan sorot mata yang tajam menantang.
Irfan tertawa dengan nada mengejek. "Wah, ini dia pasangan mesum. Kira-kira, apa yang akan terjadi jika foto ini aku tunjukkan ke kepala sekolah, ya?" ucapnya sambil mengangkat ponselnya. "Atau, mungkin akan lebih menyenangkan jika aku sebarkan ke grup sekolah?"
"Kau gila, Irfan!" bentak Elsa geram.
Tanpa berpikir panjang, Axel merebut ponsel Irfan. Namun, Irfan hanya tersenyum santai melihatnya. "Percuma kau menghapusnya. Aku mempunyai salinan foto itu," ucap Irfan.
Axel tidak bereaksi. Ia justru membuka kamera depan dan mengarahkannya ke wajah Irfan.
"Hei, apa yang kau lakukan?" tanya Irfan, bingung.
Axel tersenyum tipis. "Aku hanya ingin menunjukkan, siapa pasangan mesum yang sebenarnya."
"Kau ... !" Irfan buru-buru merebut kembali ponselnya dan mematikan fitur kamera dengan kesal. "Jika kalian tidak ingin foto kalian tersebar, kalian harus menuruti semua perintah ku," lanjut Irfan, dingin.
"Kau mengancam kami sekarang?" Elsa menatap Irfan tidak percaya. Nafasnya memburu karena Irfan benar-benar melewati batas.
Namun Axel tetap tenang. Ia menatap Irfan tajam, lalu berkata, "Sebarkan saja kalau kau berani. Nanti, Aku tinggal lapor polisi, dan kau bisa dijerat UU ITE dengan hukuman penjara dan di denda puluhan juta."
DEG!
Mata Irfan membelalak, tubuhnya menegang saat mendengar kata 'penjara'.
"Kau mengancam ku? Kalian yang mesum, kenapa aku yang harus dipenjara?" sentak Irfan, tidak terima.
“Karena kau menyebarkan foto pribadi orang lain tanpa izin. Dan itu melanggar hukum," jawab Axel.
Irfan mengepalkan tangannya kuat-kuat. Rasa malu, marah, dan panik bercampur menjadi satu. Rencananya gagal. Axel ternyata lebih pintar dari yang ia kira.
"Ayo, El. Kita pulang," ajak Axel sambil menggandeng tangan Elsa.
Namun, sebelum benar-benar pergi, Axel menoleh dan menatap Irfan dengan senyum mengejek. Ia mendekat, lalu berbisik di telinga Irfan.
"Ngomong-ngomong, aku tidak menghapus foto itu. Dan, kau boleh memilikinya jika kau mau. Anggap saja itu kenang-kenangan dariku." Axel menepuk pundak Irfan pelan, lalu berjalan pergi bersama Elsa tanpa menoleh lagi.
"Dasar tukang kebun, sialan. Awas kau!" geram Irfan sambil menggertakkan gigi, menatap punggung Axel yang menjauh.
axel martin panik bgt tkut kebongkar
hayolah ngumpet duluu sana 🤭🤣👍🙏❤🌹
bapak dan anak sebelas duabelas sangat lucu dan gemesin....