Irene, seorang gadis cantik yang gampang disukai pria manapun, tak sengaja bertemu Axelle, pria sederhana yang cukup dihindari orang-orang, entah karna apa. Sikapnya yang dingin dan tak tersentuh, membuat Irene tak bisa menahan diri untuk tak mendekatinya.
Axelle yang tak pernah didekati siapapun, langsung memiliki pikiran bahwa gadis ini memiliki tujuan tertentu, seperti mempermainkannya. Axelle berusaha untuk menghindarinya jika bertemu, menjauhinya seolah dia serangga, mendorongnya menjauh seolah dia orang jahat. Namun anehnya, gadis ini tak sekalipun marah. Dia terus mendekat, seolah tak ada yang bisa didekati selain dirinya.
Akankah Irene berhasil meluluhkan Axelle? Atau malah Axelle yang berhasil mengusir Irene untuk menjauh darinya? Atau bahkan keduanya memutuskan untuk melakukannya bersama setelah apa yang mereka lalui?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sam Lee, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Talking with Stuart
"Jadi kamu tinggal disini bersama Axelle?" Tanya Stuart, saat Irene menaruh minuman dihadapannya.
"Hmm, nggak juga sih." Jawab Irene, pelan.
"Lalu, kemarin kamu tidur dimana? Kata Gisel, kamu pindah sejak kemarin." Ujar Stuart, membuat Irene terdiam. "Dia pacar kamu?"
"Ehh, bukan kok." Jawab Irene, buru-buru. "Kami gak sengaja ketemu, jadi..."
"Kenapa kamu bohong tentangnya, Irene?" Tanya Stuart, membuat Irene terdiam. "Kamu takut padaku? Kenapa? Biasanya kamu gak bersikap seperti ini, apa aku terlihat menakutkan sekarang?"
Irene terkesiap, ia menatap Stuart. "Ng-nggak kok, aku gak takut." Jawabnya, pelan.
"Apa yang sebenarnya terjadi padamu, Irene? Apa ini ada hubungannya dengan pria kemarin? Kau pindah ke sini, karna tau ada seseorang yang mengikutimu?"
Irene menatap Stuart, semudah itu ia terbaca.
"Sepertinya iya, pria itu benar-benar mengawasimu. Sebenarnya kamu ada masalah apa dengan mereka? Apa mereka berniat jahat padamu? Atau..."
"Aku tak bisa menceritakannya." Jawab Irene, pelan. "Aku takut, Kakak juga terlibat."
"Apa? Jadi kau takut padaku karna aku terlibat hal seperti itu? Untuk apa aku mengikutimu? Aku memiliki banyak urusan untuk kukerjakan, selain itu..."
"Kakak benar juga." Ujar Irene, pelan. "Aku gak perlu takut pada Kakak, karna Kakak tak memperhatikan aku sama sekali."
"Apa?"
Bel tiba-tiba berbunyi, membuat Irene segera beranjak dari kursinya. Ia berharap Axelle yang datang, karna itulah ia tak melihat interkom.
"Selamat malam, mbak!! Apa ini benar rumah Pak Axelle? Kami mengantar barang-barang yang harus beliau terima..."
"Ah, baiklah, saya yang terima saja..."
"Siapa, Rene?"
"Yang nganterin barang-barangku, Kak." Jawab Irene, ia menandatangani kertas itu. "Pak, tolong masukkan barang-barangnya ke sebelah ya?" Ujarnya sambil berjalan menuju apartemennya sendiri, lalu menekan beberapa pass disana. Pintu terbuka, orang-orang itu segera memasukkan beberapa kardus itu kedalam sana.
"Kamu yakin tinggal disini? Apartemennya kecil dan pengap, kamu gak mau pindah ke tempat yang lebih baik?"
"Aku gak bisa, Kak. Untuk sekarang aku harus ada disini, karna... Ada beberapa hal yang harus kukerjakan disini."
"Sepertinya kamu menyukai pria itu, benar kan?" Ujar Stuart, tersenyum.
"Dia juniorku, mana mungkin aku menyukainya." Ujar Irene, tapi dia langsung memegang bibirnya, kala teringat ciuman mereka waktu itu, wajahnya seketika memerah.
"Kenapa?"
"Gak papa, aku harus beres-beres..." Ujar Irene, kala mengingat orang-orang itu tengah berpamitan padanya. "Terimakasih, Pak!!"
Stuart terdiam, ia ikut masuk ke apartemen kecil itu. Ia akan membantu Irene beres-beres, itulah rencananya dari awal datang kesini. Tapi beberapa hal membuatnya curiga, haruskah ia menempatkan seseorang untuk menyelidiki semua yang terjadi pada gadis di hadapannya ini?
***
"Irene!!"
Irene terdiam, kala mendengar seseorang memanggil namanya. Sebelum ia menoleh, tiba-tiba seseorang memeluknya dari belakang.
"Loe gak papa?"
Irene menatap pria yang memeluknya itu, bingung. "Loe kenapa, Al?"
"Eh, ada apa nih?" Tanya Stuart, ia benar-benar tak mengerti situasinya.
Axelle segera mendorong Irene untuk berdiri di belakangnya, menjauhi Stuart yang makin bingung atas sikap Axelle yang tiba-tiba posesif.
"Maaf, Bang, ganggu." Sapa Andrew, membuat Stuart terdiam.
"Loe ngapain disini?" Tanya Stuart, kaget.
John menghela nafas, ia menatap Irene yang memasang raut wajah penuh tanya padanya. "Maaf, gw ganggu loe, Stuart, atau bisa gw panggil ketua EXO."
Stuart masih memasang raut wajah bingung, apalagi Irene yang tak tahu apa-apa soal ini. Stuart menatap Axelle dan John, dua orang asing yang tiba-tiba muncul di hadapannya.
"Ya, kenapa? Ada urusan apa loe sampe nyamperin gw kesini?" Tanya Stuart, tak ramah.
"Kayaknya kita perlu ruang untuk bicara, kita ke rumah Axelle aja." Ujar John, bijaksana.
"Tunggu dulu, ada apa ini sebenarnya? Loe tiba-tiba dateng meluk gw, posesif begini. Apa yang terjadi? Kenapa loe keliatan khawatir banget sama gw? Padahal loe yang ninggalin gw sama Kak Stuart, terus..."
"Kita gak punya banyak waktu, Nona Bae. Maaf, tapi kami memang harus bicara."
"Jelasin dulu!!" Ujar Irene sambil menahan tangan Axelle, membuat Axelle menatapnya.
"Loe tidur aja, gw gak akan libatin loe lebih jauh lagi." Ujar Axelle, pelan.
"Gw terlanjur terlibat masalah, Axelle. Loe gak bisa gitu aja ninggalin gw tanpa penjelasan,..."
"Loe nurut aja kenapa sih? Gw disini buat lindungin loe, semakin loe terlibat, semakin loe gak bisa keluar dari masalah gw."
"Masalah loe seserius apa emangnya? Gw juga perlu tau semuanya, biar gw ngerti posisi gw harus gimana."
"Loe diem aja deh, gw makin pusing kalo loe terus bersikap kayak gini!!"
"Tapi siapa tau gw bisa bantu, kan? Loe tau, sikap loe tadi aneh tau gak? Gw gak bisa diem aja kalo loe mulai aneh begini? Sembarangan meluk orang, loe pikir gw apaan?"
"Ok, gw gak bakalan ngulangin hal itu lagi. Puas? Sekarang loe tidur, jangan nguping, jangan nyamperin gw di rumah, loe disini aja." Ujar Axelle, tanpa bisa dibantah.
"Tapi Al..."
"Bukannya lebih baik kalo Irene tau ya, Winter?" Ujar Stuart, tiba-tiba.
Mereka semua menatap Stuart, Axelle langsung menoleh kearah pria itu sambil melindungi Irene.
"Loe tau?"
"Ya, baru saja Andrew bisikin ke gw." Ujar Stuart, Irene menghela nafas lega. "Jadi loe dikejar stalker itu karna Axelle, ya? Karna cowok ini? Karna Winter?"
"Loe cerita itu ke dia?" Ujar Axelle, tak percaya.
"Dia liat gw ketemu stalker itu, makanya dia tau." Ujar Irene, pelan.
"Ini ada hubungannya sama pindahnya Irene kemari, kan? Atau..."
Axelle menghela nafas, pelan. "Ya, mereka tau Irene. Gw udah berusaha nyembunyiin wajahnya, tapi tetep aja ketahuan."
"Ya, karna dompet itu." Ujar Stuart, ia menghela nafas pelan. "Ada baiknya kita bicara empat mata, biarkan mereka ngebantu Irene beres-beres barangnya."
"Axelle..."
"Loe harus tidur, gak boleh nggak. John sama Andrew ada di sini, gw di rumah kok."
"Tapi gw penasaran..."
Axelle terdiam, ia menatap Stuart yang berjalan terlebih dahulu. "Night, Princess..." Gumamnya sambil berjalan pergi, meninggalkan Irene yang menunduk sedih.
"Ayo kita beres-beres, loe duduk aja di sana, Rene!!"
"Sebenarnya apa yang terjadi sama dia, John?!!"