Ahmad Al Fatih Pranadipa adalah siswa SMA yang dikenal sebagai pembuat onar. Kenakalannya tak hanya meresahkan sekolah, tetapi juga keluarganya. Hingga akhirnya, kesabaran orang tuanya habis—Fatih dikirim ke pesantren untuk dididik langsung oleh seorang kyai dengan harapan ia berubah.
Namun, Fatih tetap menjadi dirinya yang dulu—bandel, pemberontak, dan tak peduli aturan. Di balik tembok pesantren, ia kembali membuat keonaran, menolak setiap aturan yang mengikatnya. Tapi hidup selalu punya cara untuk mengubah seseorang. Perlahan, tanpa ia sadari, langkahnya mulai berbeda. Ada ketenangan yang menyusup dalam hatinya, ada cahaya yang mulai membimbing jalannya.
Dan di saat ia mulai menemukan jati dirinya yang baru, hadir seorang wanita yang membuatnya merasakan sesuatu yang tak pernah ia duga—getaran yang mengubah segalanya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Gerimis Malam, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 16
Sudah empat hari kepergian Fatih dari pondok. Kyai Husain sudah memberi kabar pada kedua orang tua Fatih tentang kepergian remaja itu tanpa kabar. Mendengar hal itu Pranadipa sangat shock, dia bahkan sudah menghubungi teman-teman anaknya tapi tak satupun yang tahu tentang keberadaan Fatih. Tiga orang itu sudah di keluarkan oleh Paranadipa dari sekolah. Dia muak melihat remaja dengan kenakalan yang sudah tidak bisa di tolerir lagi.
Berhari-hari Pranadipa mencari keberadaan putranya, bahkan ibu Aminah jatuh sakit karena merasa khawatir pada Fatih. Karena terlalu sering menangis, tubuh ibu Aminah yang memang sering sakit-sakitan tak bisa lagi melawan rasa lemahnya dan kini dia terbaring di rumah sakit dengan menggunakan alat bantu oksigen. Wanita itu kini tak sadarkan diri. Tak ada yang bisa di lakukan oleh Pranadipa untuk mencari Fatih. Dia hanya bisa menunggu kabar dari pihak kepolisian, karena saat ini Fatih sudah masuk dalam pencarian orang hilang.
Pranadipa duduk di sebelah sang istri yang terbaring lemah, pria itu ikut merasakan rasa sakit di kepalanya karena masalah yang terus menerus di lakukan oleh putranya. Jika tidak kasihan melihat istrinya yang sangat merindukan putranya, Pranadipa tidak akan mencari Fatih. Dia sudah menyerah pada anak itu, terserah dia ingin melakukan apa saja di luar sana.
_________
Di masjid tempat Fatih menginap, remaja itu terlihat sedang membersihkan pekarangan masjid. Pengurus masjid membirkan Fatih menginap dengan alasan anak itu sangat rajin. Pengalaman menerima hukuman pada saat di pondok membuat Fatih menjadi seorang yang bisa berguna untuk dirinya sendiri.
Fatih sudah memutuskan hubungannya bersama teman-temannya, ternyata percaya pada orang yang hanya memanfaatkan kekayaannya selama ini adalah kesia-siaan semata. Fatih mengira bahwa mereka benar-benar menjadi seorang sahabat yang bisa di andalkan dan bisa menemaninya saat tak memiliki sepersen pun uang. Tapi, Fatih sangat salah mengenal mereka. Dia bagaikan seorang anak yang di buang dan tak diinginkan lagi.
Empat hari ini Fatih benar-benar merasa sendiri. Dia ingin pulang kerumah tak sifat angkuhnya membuat dirinya tak bisa meminta belas kasih pada orang lain. Untuk tinggal di masjid secara gratis saja, Fatih tak ingin. Dia ingin membayar biaya penginapannya dengan kerja kerasnya.
Perlahan-lahan, selama tinggal di masjid itu, tak sekalipun Fatih melewatkan sholat lima waktu. Terkadang, jika pengurus masjid terjebak hujan deras saat waktu subuh, dirinyalah yang membunyikan lantunan ayat Alquran pada speaker masjid. Itulah alasannya pengurus masjid sangat menyukai kehadiran Fatih, karena anak itu tidak memberatkan sama sekali.
Jam lima sore hari, Fatih terlihat duduk di serambi masjid. Pikirannya menyelam merindukan sosok ibunya. Tak ada yang menyayanginya dengan ikhlas kecuali sang ibu. Cinta seorang ibu kepada anak pun melebihi segala sesuatu yang ada di dunia. Seorang ibu tak akan pernah ragu membela anaknya dalam segala situasi. Ibu juga akan maju paling depan saat anaknya disakiti. Beberapa kali Fatih di marahi oleh ayahnya, Ibu Aminah pasti membela putranya walau dia tahu Fatih bersalah. Tapi, namanya seorang ibu yang tak bisa melihat anaknya sedang kesusahan.
__________
Di rumah sakit, Pranadipa bergegas memencet tombol panggilan yang menghubungkan pada meja perawat. Wajahnya berubah menjadi panik ketika melihat tubuh istrinya tersentak-sentak.
Perawat masuk beserta seorang dokter yang menangani ibu Aminah. Monitor yang memperlihatkan jantung ibu Aminah tidak stabil dan perlahan-lahan garis itu terus turun.
"Cepat ambilkan defribrilator!" kata dokter, gegas perawat berlari membuka pintu ruangan untuk keluar dan mengambil alat yang di perintahkan. Tak lama berselang, pintu terbuka dan menampilkan dua orang perawat yang masuk dengan membawa sebuah meja yang di atasnya sudah ada alat yang di minta oleh sang dokter. Dengan lihat kedua perawat bekerja dan mulai menyalakan tombol alat defribrilator tersebut kemudian menyerahkannya pada dokter pria yang sejak tadi berdiri dan merawat ibu Aminah.
"Tolong Bapak mundur sebentar!" kata dokter itu membuat langkah Pranadipa menjadi mundur dan menjauh dari sang istri. Alat pacu jantung yang sudah di beri gel elektrolit dengan energi yang berkisar 100 Joule. kini berada di kedua telapak tangan dokter dan siap untuk menjalankan aksinya. Alat itu akan mengatasi gangguan irama jantung atau aritmia yang dapat mengancam jiwa ibu Aminah karena irama jantungnya yang tiba-tiba melemah. Alat itu kemudian ditempelkan pada dada pasien untuk membantu pasien mengontrol ritme jantungnya yang tidak normal. Alat itu akan mengirimkan kejutan berupa listrik ke jantung ibu Aminah untuk membantu merangsang agar detak jantungnya dan otot jantungnya kembali berfungsi dengan normal.
Berkali-kali dokter mengejutkan jantung ibu Aminah menggunakan alat canggih tersebut hingga energi yang di pasang berkisar 200 Joule. Tapi jantung ibu Aminah tidak menunjukkan respon apapun. Bahkan, terlihat di layar, garis itu semakin lama semakin tampak lurus membuat dokter menghentikan kegiatannya.
"Dokter apa yang kau lakukan, kenapa berhenti? Tolong cepat selamatkan istriku. Istriku bahkan belum bertemu putranya." pinta Pranadipa seperti rengekan seorang anak kecil yang memohon pada ayahnya untuk di belikan mainan. Tak ada sahutan dari sang dokter, Pranadipa kembali memohon.
"Dokter, tolong selamatkan istriku." wajah yang semakin tampak menua semakin terlihat jelas dengan kerutan yang mulai menghias di wajahnya yang kusut dan tampak kelelahan. Tak ingin menyerah, dokter kembali melakukan CPR pada ibu Aminah, tapi takdir berkata lain.
"Maafkan kami Pak, harus mengatakan ini. Kamis 6 April jam 18.20 ibu Aminah telah meninggal dunia." kata dokter itu kemudian menunduk menyesal karena tak bisa menyelamatkan pasiennya.
Rasa tak percaya yang di rasakan Pranadipa semakin membuatnya merasa shock. Perlahan langkahnya semakin mendekat pada tubuh istrinya. Tetesan air mata ketika memegang tangan yang dingin itu dan wajah yang semakin tampak putih pucat.
Katakanlah: "Sesungguhnya kematian yang kamu lari daripadanya, maka sesungguhnya kematian itu akan menemui kamu, kemudian kamu akan dikembalikan kepada (Allah), yang mengetahui yang ghaib dan yang nyata, lalu Dia beritakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan. QS Al Jumuah ayat 8.
"Kamu bahkan tidak bertemu dengan putra kesayanganmu. Kenapa kamu tega meninggalkanku sendiri? Maafkan aku, maafkan aku selama ini tak bisa menjadi suami yang baik untuk kamu." lirih Pranadipa memeluk erat tubuh sang istri yang mulai terbujur kaku tak berdaya.
__________
Di mesjid, Fatih yang sudah melaksanakan sholat magrib terus mengingat ibunya. Air matanya bahkan jatuh tak di minta karena rasa rindu yang tiba-tiba membuncah. Dengan cepat dia menghapus air matanya, perasaannya kacau karena terus mengingat seseorang yang sangat dia sayangi di dunia ini. Remaja itu kemudian berdiri dan menghampiri pengurus masjid. Pria tua yang sudah beruban dan berjanggut putih.
"Ustadz..." panggil Fatih pada pria tua tersebut.
"Ada apa Nak?" jawab pria tua dengan lembut. Selama keberadaan Fatih di mesjid itu, tak sekalipun pria tersebut menunjukkan sikap ataupun kata kasar karena melihat Fatih. Wajahnya terus menerus teduh dan tutur katanya yang benar-benar lembut.
"Bisakah saya minta tolong di pinjamkan uang? Saya ingin pulang ke rumah. Saya janji Ustadz, saya akan kembali dan mengembalikan uang ustadz." kata Fatih memohon. Dia sudah melepas sifat arogannya yang selalu mempertahan bahwa dia tidak akan pernah memohon bahkan meminta tolong pada orang lain. Tapi karena desakan sehingga saat ini dia sudah melepaskan sifat buruknya tersebut
Ustadz itu tersenyum ramah. "Dari hari pertama aku sudah menunggumu mengatakan hal ini. Tidak apa-apa, tidak perlu mengembalikannya. Pulanglah dan kembali lagi memohon maaf pada orang tuamu. Jangan kabur yang akan membuat orang tuamu terus-menerus mencarimu." kata Ustadz tersebut seraya memberi Fatih dua lembar uang merah.
"Terima kasih ustadz. Saya janji atas namaku sendiri. Saya akan mengembalikan uang ustadz. Terima kasih. Saya mohon undur diri dulu." kata Fatih seraya mencium punggung tangan ustadz tersebut dan bergegas keluar dari bangunan besar itu dengan berlari. Rasa khawatir pada ibunya membuat Fatih ingin segera pulang tanpa memikirkan kemarahan dari ayahnya.