NovelToon NovelToon
Nalaya: Antara Cinta Dan Sepi

Nalaya: Antara Cinta Dan Sepi

Status: sedang berlangsung
Genre:cintapertama / Playboy / Diam-Diam Cinta / Harem / Angst / Bad Boy
Popularitas:9.8k
Nilai: 5
Nama Author: mooty moo

"Kak Akesh, bisa nggak pura-pura aja nggak tahu? Biar kita bisa bersikap kaya biasanya."
"Nggak bisa. Gua jijik sama lo. Ngejauh lo, dasar kelainan!" Aku didorong hingga tersungkur ke tanah.
Duniaku, Nalaya seakan runtuh. Orang yang begitu aku cintai, yang selama ini menjadi tempat ‘terangku’ dari gelapnya dunia, kini menjauh. Mungkin menghilang.
Akesh Pranadipa, kenapa mencintaimu begitu sakit? Apakah karena kita kakak adik meski tak ada ikatan darah? Aku tak bisa menjauh.
Bagaimana bisa ada luka yang semakin membuatmu sakit malah membuatmu mabuk? Kak Akesh, mulai sekarang aku akan menimpa luka dengan luka lainnya. Aku pun ingin tahu sampai mana batasku. Siapa tahu dalam proses perjalanan ini, hatimu goyah. Ya, siapa tahu.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon mooty moo, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 16 - Apa yang Sedang Terjadi?

"Gue orang yang percaya nggak ada yang namanya kebetulan sampai dua kali."

Lihat orang ini, bicara omong kosong ke orang yang nggak menganggapnya akrab. Nalaya menengok ke belakang setelah ditepuk pundaknya. Ia menyesal karena menoleh.

Setelah mendengar ucapan Marvin, yang entah bermuara ke mana, ia hanya menatapnya datar. Sementara Marvin

mengeluarkan smirk-nya.

Kening Nalaya lalu mengernyit karena ternyata Marvin tak sendirian. Ia bersama seorang kakek yang ia lihat di rumah sakit saat itu dan Ardhit si ketua KMSI.

Meski canggung karena ditatap oleh tiga orang itu, ia lantas tersenyum tipis.

"Halo Kak Ardhit. Lagi belanja mingguan ya?"

Nalaya melihat Marvin dan Ardhit yang masing-masing mendorong troli berisi penuh belanjaan.

Meski berusaha menahan tawa, toh suara itu tetap keluar. Hanya terdengar sedikit menyebalkan bagi Nalaya. Bagi Marvin, pertanyaan Nalaya terdengar agak dipaksakan.

Sementara itu, Ardhit tersenyum sambil menggelengkan kepala melihat tingkah Marvin.

"Iya nih, nemenin kakek dan sepupu gue."

"Sepupu?"

Nalaya menoleh ke arah Marvin yang membisikkan sesuatu kepada kakeknya.

"Oh jadi kamu yang menemukan gelang Marvin. Anak ini sudah berterima kasih dengan benar, kan?"

Si kakek menepuk pundak cucunya. Bingung harus menanggapi apa, Nalaya hanya tersenyum sambil mengangguk.

"Selanjutnya!"

Petugas kasir memanggil urutan selanjutnya. Sekarang giliran Nalaya. Ia pun segera berbalik dan mendorong trolinya ke depan.

Usai membayar, ia berpamitan kepada tiga orang di belakangnya. Kemudian bergegas pergi. Namun baru tiga langkah berjalan, Marvin memanggilnya.

"Ntar gue WhatsApp lo ya, jangan lupa bales lagi."

Nalaya yang hanya menoleh sekilas itu menenteng belanjaannya menuju tempat parkir. Namun sebelum membuka pintu mobilnya, ada suara perempuan memanggilnya.

Ternyata itu adalah Caca. Kenapa dia ada di sini?Nala membatin.

"Lho, Caca? Kok ada di sini?"

"Suprise! Ini kan lagi libur semester. Gue sengaja nggak ngasih tahu lo sama orang rumah. Gue kemarin nyampe rumah. Tapi ternyata nyokap lagi keluar kota."

"Jadi lo sekarang ke sini mau nyamperin Akesh?"

"Iya, gue udah dapet hotel yang deket dari kampus kalian. Ini lagi mau beli cemilan."

Tasya tertawa riang. Tawa itu menular ke Nalaya.

"Ya udah ayo gue temenin beli jajan. Gue taruh belanjaan ke bagasi dulu."

"Nggak jadi deh. Gue mau minta jajan yang lo beli aja."

"Hmm dasar."

Nalaya mengusap pucuk kepala gadis seumurannya ini. Rambutnya yang lurus kini dikeriting, membuat penampilannya lebih segar.

"Eh gimana kalau sekarang lo temenin gue beli baju? Gue pengen beli kaus lengan panjang & hoodie yang lucu."

"Berani bayar berapa, Bu Bos?"

"Anda minta berapa, Bu Pengawal?"

"Ya nggak sampai terlalu menguras isi dompet Anda, Nyonya."

"Apa sih, nggak jelas."

Keduanya tertawa terbahak-bahak. Setelah memasukkan belanjaan ke bagasi, mereka masuk ke sedan BMW E-46.

Mobil keluaran 2003 yang menjadi saksi kenangan manis Nalaya dan orang tuanya. Bukan seri terbaru BMW, tapi masih cukup modis untuk dikendarai anak muda.

Tasya diajak Nalaya pergi ke toko baju langganannya. Tempat yang menjual pakaian buatan lokal. Tentu saja harganya standar, tak terlalu mahal tapi kualitasnya bagus.

Nalaya sedikit kewalahan menemani Tasya yang berkeliling memilah baju. Akan tetapi pada akhirnya ia membeli pilihan pertamanya.

Ia membeli kaus lengan panjang bermotif boneka rajut dan hoodie polos berwarna sage. Namun akhirnya ia membeli satu lagi hoodie serupa dengan ukuran lebih besar.

Benar, hoodie itu untuk Nalaya. Ia ingin memiliki hoodie couple dengan kawan masa kecilnya itu. Bak saudara kandung yang akrab, setelahnya mereka bermain ke time zone, makan es krim, dan mampir ke kafe.

"Gue boleh mampir ke tempat lo nggak?

Tak terasa hari sudah sore. Meski awalnya sedikit ragu, akhirnya Nalaya mengajaknya mampir ke asrama.

Sesampainya di kamar, Tasya langsung merebahkan badannya di kasur. Bola matanya berputar mengamati seisi kamar. Matanya berhenti pada kaus putih lengan pendek yang nyantel di tiang gantungan baju.

"Eh baju itu punya lo, La?"

Nalaya yang sedang memasukkan bahan makanan ke kulkas pun berhenti sejenak. Ia menoleh sekilas kemudian kembali fokus pada barang-barang yang harus ia rapikan.

“B-bukan, punya temen gue,” gugupnya. Pasalnya baju yang sedang tergantung rapi itu adalah kemeja milik kakaknya, Akesh.

"Oh pantesan ukuran sama modelnya kaya bukan lo gitu "

Nalaya selesai dengan kegiatannya. Ia membawa dua botol minuman, berjalan ke arah gadis itu.

Keduanya kini duduk di pinggiran kasur, meneguk minuman yang melegakan tenggorokan mereka yang kering.

"Emangnya gaya fashion gue kaya gimana Ca?"

"Ya gitu, mungkin agak kurang feminim. Makanya jomblo sampai sekarang."

Ejekan seperti ini sudah biasa di antara mereka. Namun biasanya lewat pesan WhatsApp. Caca sering membayangkan saat sahabatnya itu mengenakan dress dan high heels, pasti sangat cantik. Padahal rambut anak itu panjang, namun selalu dikuncir. Wajahnya yang putih bersih itu gampang memerah termasuk saat kepanasan.

Meski dikritik seperti ini, Nalaya tak merasa terganggu karena sudah terbiasa. Hal-hal seperti ni tidak membuatnya tersinggung sama sekali. Sekarang ia malah menggelitik perut perempuan di sampingnya.

"Udah, udah. Ampun."

Tasya terengah-engah. Nalaya pun berhenti.

"Gue masak buat makan malam kita ya."

"Apa yang perlu gue bantu?"

"Nggak usah, lo rehat aja, pasti capek sehabis perjalanan."

Tasya akhirnya kembali rebahan sembari bermain ponsel. Ia melihat foto-fotonya bersama Nalaya tadi saat jalan-jalan.

Ada satu foto yang paling ia suka: saat mereka di toko baju dan mengenakan hoodie couple. Foto ia unggah di Instagram dengan caption "masih teman baik".

Tiga puluh menit berlalu. Tasya yang sempat terlelap terbangun mendengar notifikasi WhatsApp.

"Adek di Indonesia?"

"Oh iya seminggu yang lalu kan ngabarin sebentar lagi libur semester."

"Jadi sekarang ceritanya pulang diem-diem tanpa ngabarin Abang?"

Tasya menatap layar ponselnya dengan mengernyitkan kening. Bisa-bisanya dia lupa mengabari Akesh.

Sebenarnya tadi siang ia ingin mengirim pesan kepada abangnya, namun karena tak sengaja ketemu Nalaya di supermarket, tujuannya itu buyar.

Tak langsung mendapatkan balasan, Akesh menelepon adiknya. Setelah mengomeli Tasya, ia bilang ingin menyusulnya.

Sementara itu, Nalaya hampir selesai menyiapkan makanan di meja. Tasya membantunya setelah menutup telepon.

Tak lama kemudian, sesosok pria masuk. Ia langsung menatap tajam ke arah Nalaya yang telah menyiapkan banyak masakan. Nalaya yang ditatap demikian serasa tercekik. Rasanya seperti ia tertangkap basah sedang selingkuh. Pasalnya ia malah lebih dulu memasak untuk adiknya daripada Akesh.

Di meja makan, Tasya asyik mengobrol dengan Akesh. Nalaya lebih banyak diam.

"Karena gue nggak bantu masak sama sekali, biarin gue cuci piring. Eits, nggak ada penolakan!"

Ditinggal Tasya, dua sejoli itu saling bertatapan. Nalaya sangat kikuk ditatap tajam seperti ini. Entah kesalahan apa yang telah ia perbuat. Yang jelas, hal ini membuatnya khawatir.

"Ayo ke balkon sebentar."

Kalimat ini bukan ajakan, melainkan perintah. Orang yang lebih muda pun hanya mengangguk, menurut.

Mereka naik lift menuju lantai tiga. Balkon ini adalah ruang kosong. Hanya ada satu bangku. Kadang tempat ini dipakai untuk menjemur pakaian para mahasiswa.

Akesh memimpin jalan. Sesampainya di balkon, Akesh menarik tangan Nalaya dengan kasar. Ia menyudutkannya ke

tembok.

"Berani banget lo!"

Setelah mengeluarkan deep voice-nya, ia menempelkan bibirnya ke bibir Nalaya.

Nalaya masih bertanya-tanya: apa yang sedang terjadi?

1
Durrotun Nasihah
/Grimace//Grimace//Grimace//Whimper//Whimper/
piyo lika pelicia
Hem syulit
piyo lika pelicia
haa rebutan kan
piyo lika pelicia
semangat ☺️
piyo lika pelicia
woy akes gak boleh kasar
piyo lika pelicia
hts jangan Nala 😄
piyo lika pelicia
Hem bakal ada konflik nih
piyo lika pelicia
kasihan kamu dek
Durrotun Nasihah
setia menunggu updatemu kak
mooty moo: makasih Kak🥰
total 1 replies
Syiffitria
yahaaa, bersiap peranggg /Determined//Determined//Determined/
Syiffitria
hiyaaaaaaaa, hukumannya akesh /Sob//Sob//Sob/
Syiffitria
lah ya kann bener jadi gawaaaaaaattttt /Smile/
Syiffitria
waduh, si akesh nih diam-diam bikin meleleh /Facepalm/
Syiffitria
sahabat kek atas itu emang asyik bangetttt/Frown/
Syiffitria
haduh haduh bisa gawat iniiiiiii
ArlettaByanca
ya begitulah klo sdh suka skalipun watak org disukai aneh...
mooty moo: betulll
total 1 replies
Durrotun Nasihah
wah bakal perang dingin ..akesh m mavin/Facepalm//Facepalm//Facepalm/
mooty moo: hmm sepertinya 😂
total 1 replies
Bilqies
sabar dulu...
lihat apa yangs selanjutnya mereka lakuin
Bilqies
cemburu niih 🤣🤣
Bilqies
semangat terus kak menulisnya 💪
mooty moo: makasih kak
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!