"Aku tidak mau menikah dengannya, Bu!"
Ibram tidak mampu menolak keinginan ibunya untuk menikahi gadis pilihannya. Padahal Ibram sudah punya gadis impian yang ia dambakan. Ibu menolak alasannya, terpaksa Ibram menerima pernikahan itu meskipun sang istri berusaha mencintainya namun hatinya masih enggan terbuka.
Bagaimana kelanjutannya? Tetap ikutin cerita baru Mami AL. Jangan lupa like, poin, komentar dan vote. Mohon untuk memberikan komentar yang bijak.
Selamat membaca 😊
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mami Al, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 16 - Mimpi Buruk, Kebahagiaan Arumi
Arumi terbangun mendengar suara Ibram memanggil namanya, melihat suaminya dengan wajah penuh keringat dan terus mengigau. Arumi lantas membangunkannya, "Mas!"
Arumi menepuk lembut pipi suaminya, "Mas Ibram, bangunlah!" memanggilnya dengan suara berbisik.
Ibram membuka matanya, dengan cepat bangkit lalu memeluk erat Arumi penuh ketakutan. "Jangan pergi, Rum!"
"Mas, aku tidak ke mana-mana," bisik Arumi dengan lembut di telinga sembari mengelus punggung suaminya.
Ibram yang telah sadar, melepaskan pelukannya dan gegas bangkit dari tidurnya lalu mengedarkan pandangannya sekelilingnya.
"Mas Ibram, pasti tadi mimpi buruk?" tebak Arumi.
"Astaghfirullah!" Ibram mengusap wajah dengan telapak kanannya dan menunduk.
Tiba-tiba terdengar suara ketukan pintu dan teriakan kecil. "Arum, Ibram, kalian kenapa?"
"Ibu pasti terbangun karena mendengar suara Mas Ibram," Arumi lantas turun dari ranjang dan membuka pintu.
"Apa yang terjadi, Rum?" tanya Mayang.
"Mas Ibram hanya mimpi, Bu." Jawab Arumi tersenyum.
Mayang bernapas lega. "Alhamdulillah kalau hanya mimpi. Ibu pikir sesuatu terjadi padamu."
"Maaf, ya, Bu. Jadi mengganggu waktu tidurnya," kata Arumi.
"Bilang sama Ibram kalau mau tidur jangan lupa wudhu dan baca doa," ucap Mayang.
"Iya, Bu. Nanti aku sampaikan," janji Arumi.
"Ibu mau balik tidur!" Mayang lantas kembali ke kamarnya.
Setelah ibu mertuanya berlalu, Arumi menutup pintu kamarnya dan menguncinya kemudian naik ke atas ranjang.
"Sejak kapan kita di sini, Rum?" tanya Ibram.
"Sejak tadi sore, Mas." Jawab Arumi.
"Itu artinya aku sudah terlalu lama tertidur?" tanya Ibram lagi.
"Sehabis sholat isya Mas Ibram langsung tidur," jawab Arumi.
"Memangnya Mas mimpi apa sampai memanggil namaku?" Arumi penasaran.
"Aku lupa!" ucap Ibram sengaja. Jika dia menjelaskan tentang mimpinya pasti Arumi akan besar kepala.
"Ya sudah, kalau Mas Ibram tak mau cerita," Arumi tetap tersenyum. "Ayo tidur lagi!" Arumi kembali merebahkan tubuhnya.
Mereka berdua saling pandang sejenak, tak lama kemudian Arumi terlelap. Ibram menatap wajah istrinya, dia sangat takut jika Arumi pergi.
***
Selepas sholat Subuh, Arumi mencuci pakaian terlebih dahulu. Ibu mertua dan adik iparnya sedang menyiapkan sarapan. Sementara Ibram menyapu halaman dan menyiram tanaman. Setelah itu lanjut menikmati sarapan bersama.
Pukul 9 pagi, Ibram dan istrinya berangkat ke rumah salah satu kerabat Ibram. Mayang dan Dinda lebih dahulu pergi.
Begitu sampai, Ibram dan Arumi menyapa pemilik acara beserta beberapa orang tamu.
Arumi dan Ibram lantas berpisah, mereka menyempatkan waktu membantu si empunya rumah.
Arumi duduk di luar rumah bersama beberapa saudara dari pihak suaminya. Arumi memang tidak banyak bicara kecuali kepada orang-orang tertentu saja.
"Arum, kalian 'kan sudah lama menikah. Apa kamu sudah hamil?" tanya wanita merupakan kakak ipar dari ibu mertuanya Arumi.
"Belum, Bi. Doakan saja!" jawab Arumi tersenyum.
"Jangan lama-lama menunda momongan, nanti Ibram nikah lagi," ucap wanita itu lagi.
Arumi hanya balas tersenyum meskipun singkat.
"Kamu 'kan usianya lebih tua dari Ibram, sangat rentan melahirkan di usia rawan!" sahut wanita lebih muda dari Mayang, dia merupakan adik tirinya mendiang ayahnya Ibram.
"Insya Allah semua akan baik-baik saja, Allah mengetahui apa yang terbaik," kata Arumi tetap tersenyum.
"Memang semuanya kehendak Allah tapi jika kalian tidak berusaha bagaimana mendapatkan hasilnya," cetus kakak iparnya Mayang.
"Memang benar, Bi. Semua sudah diatur Allah, kita ikutin saja alurnya," ucap Arumi mematahkan perkataan kerabat suaminya padahal hatinya terasa perih.
"Kamu ini diberitahu jawab saja. Nanti Ibram meninggalkanmu bakalan nangis, deh. Mana ada pria yang mau menerima wanita tua, mandul lagi!" ledek adik tirinya ayahnya Ibram.
Arumi tak membalas dengan kata-kata melainkan senyuman. Ia coba menahan sesak di dadanya.
Selesai acara akad, seluruh keluarga menghampiri kedua mempelai untuk berfoto bersama dan mengucapkan selamat berbahagia.
Sedangkan Arumi berjalan ke arah mobil suaminya, di belakang kendaraan tersebut ia menyeka air matanya agar tak terlalu deras menetes. "Ya Allah, kuatkan hamba!" pintanya lirih.
Tepat jam 12 siang, Ibram berpamitan pulang lebih awal kepada pamannya. Mereka tidak sempat mencicipi makanan, walaupun begitu pemilik acara tetap membawakan makanan untuk mereka.
"Mas, acaranya belum selesai. Kenapa kita pulang?" tanya Arumi ketika berada di parkiran.
"Aku kurang enak badan, Rum!" jawab Ibram.
"Mas sakit? Kita ke dokter saja, ya?" ajak Arumi tampak khawatir.
"Aku hanya butuh istirahat di kamar saja, Rum!" kata Ibram sembari membukakan pintu buat istrinya.
Arumi mengangguk paham.
-
Sesampainya di rumah, Arumi dan Ibram lantas ke kamar hendak mengganti pakaian. Ibram lalu bertanya, "Kenapa kamu tidak bilang padaku tentang perlakuan mereka?"
Arumi mengernyitkan keningnya.
"Dinda memberitahu aku percakapan kamu dengan keluarga besar kami," kata Ibram.
"Oh, mereka hanya bertanya saja," ucap Arumi tersenyum dan tak ingin memperpanjang masalah.
"Jangan membohongiku, Arum. Aku melihatmu menangis!" Ibram menatap istrinya yang pura-pura tegar.
"Aku menangis karena mengingat acara tadi seperti pernikahan kita, Mas." Arumi terpaksa berbohong.
"Siapa yang mengajarkanmu berbohong?" tanya Ibram.
"Aku tidak bohong, Mas." Jawab Arumi lagi-lagi dengan senyuman menutupi luka hatinya.
"Arumi, apa yang mereka katakan semua karena salahku," Ibram mengakuinya.
"Mas, bicara apa, sih? Tak ada perkataan mereka yang menyakitiku," Arumi mendekati suaminya dan kembali tersenyum.
Ibram memegang lengan istrinya. "Kenapa kamu seperti ini, Arum?"
"Mas..."
"Kenapa terus menutupi luka hatimu, hah?" sentak Ibram.
Air mata Arumi tak terasa menetes.
"Apa kamu pikir dirimu sudah hebat, hah? Mereka melukai perasaanmu!" marah Ibram.
"Luka yang mereka goreskan tak separah dirimu, Mas!" ungkap Arumi menundukkan kepalanya.
Ibram melepaskan genggamannya.
"Aku hanya menutupi kekurangan kamu, Mas. Biar saja mereka menghinaku dan merendahkan ku asal Mas Ibram tidak meninggalkanku!"
Jantung Ibram serasa berhenti.
"Itu pantas aku terima karena aku mencintaimu, Mas!" Arumi menangis dengan menunduk.
Ibram yang sakit melihat istrinya dihina lantas memeluknya. "Maafkan aku, Rum!"
Tangis Arumi semakin kencang.
"Aku janji akan membahagiakan kamu!" ucap Ibram dengan mata berkaca-kaca.
"Terima kasih, Mas!" Arumi semakin membenamkan wajahnya yang basah di dada suaminya.
Ibram melepaskan pelukannya, menghapus air mata istrinya dengan jemarinya. "Jangan menangis lagi! Aku akan berusaha membuatmu bahagia. Ma'afin aku jika selama ini terus menyakitimu!"
Arumi mengangguk kecil sembari menahan air matanya agar tak kembali jatuh.
Ibram mengecup kening istrinya lalu berkata, "Aku akan menjadi suami seutuhnya untukmu!"
Arumi yang begitu bahagia kembali memeluk erat Ibram dan menangis. "Terima kasih sudah memberikan kesempatan, Mas!"
Ibram mendorong lembut istrinya, masih memegang kedua bahu Arumi. "Menangisnya cukup, ya. Aku sudah lapar!"
Arumi yang mendengarnya tertawa kecil sambil menghapus air matanya.
Ketika di tempat hajatan pamannya Ibram, Adinda melaporkan semua isi pembicaraan Arumi dengan kerabatnya. Adinda menjelaskan secara rinci. Hal itu membuat Ibram sakit hati, apalagi saat itu juga Ibram segera mencari keberadaan istrinya.
Dari jauh Ibram melihat istrinya berusaha menahan air matanya. Akhirnya Ibram memutuskan pulang lebih awal. Ia memberikan alasan yang tepat agar ibu dan pemilik acara percaya.
Sejak mimpi itu, Ibram semakin takut Arumi meninggalkannya dan perlahan melupakan ambisinya untuk mendapatkan Nadira.
Robi sm Anissa
biar sm² bs memperbaiki diri