Mengetahui pacarnya berselingkuh, membuat Diandra patah hati, tanpa sengaja malah meniduri keponakan pacarnya.
Karena kejadian itu, sang keponakan memaksa Diandra untuk memutuskan hubungannya, demi kedamaian keluarga, Diandra memilih meninggalkan kota itu bersama sahabatnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon hermawati, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Malam Terakhir
Denis mengeratkan pelukannya, dia baru saja melepaskan hasratnya pada wanita yang disukainya. Kini Dia dan Diandra berada di kamar hotel yang mereka sewa sejam lalu.
"Jadi kapan rencana kamu memutuskan pertunangan dengan Abang?" tanya Denis lagi, dua kali dia menanyakan di hari yang sama.
"Besok siang mungkin, aku udah bilang ke Bu Dewi, untuk makan siang bersama," jawab Diandra.
"Kenapa mesti besok siang sih?"
Diandra yang tadinya membelakangi Denis, berbalik badan, menghadap remaja dihadapannya, dia mengelus alis tebal yang menurutnya, merupakan salah satu pesona Denis, "Aku udah mau mempercepat, tapi kamu protes, aku lama, kamu nanya mulu, sampai mengancam aku segala, aku jadi bingung deh, apa mau dibatalin aja gitu?"
Denis memejamkan matanya, menikmati sentuhan jari lembut wanita yang disukainya, lalu membuka matanya dan mengambil tangan itu, mengecupnya, "Besok siang, aku harus pergi bersama mama, mungkin sore baru kembali, gimana kalau kamu datang malamnya, aku ingin lihat saat kamu memutuskan Abang,"
Diandra menggeleng, "Nggak bisa, aku udah janji dengan Bu Dewi," Dan Aditya untuk segera pergi dari sini.
Denis menghela nafas, "Baiklah tak apa, yang penting kamu putus dari Abang, lalu mengenai kuliah bagaimana?"
"Aku nggak bisa ikut kamu, pertama aku nggak punya paspor dan visa, belum lagi biayanya, pasti mahal,"
"Biaya tidak usah dipikirkan sayang, aku punya uang pribadi, yang jelas bukan dari mama, jadi mau ya!"
Diandra menggeleng, "Aku nggak mau, pokoknya aku minta kamu fokus sekolah, kejar cita-cita kamu,"
"Tapi kamu kuliah disini kan?"
Diandra menyentuh dada kurus lelaki dihadapannya, "Entahlah, aku belum tau,"
Denis menahan tangan itu, "Aku merasa kalau kamu mau pergi jauh, kamu mau ninggalin aku?"
Diandra terlentang menatap langit-langit kamar, dia menarik nafas dan menghembuskannya, lalu menatap pemilik alis tebal disebelahnya, "Denis, untuk sementara, bagaimana kalau kita berpisah dulu, tiga atau empat tahun, bukankah kamu bilang ingin menikahi aku selepas lulus SMA? Jadi ini sekaligus ujian kesetiaan buat kita berdua, kira-kira selama kita berpisah, bisa setia nggak sama aku, kamu tau bukan, kalau aku pernah di khianati, kamu tau bukan bagaimana terpuruknya aku saat itu, walau hanya semalam saja, tapi jelas luka itu menimbulkan ketakutan pada diriku, sekaligus hilangnya kepercayaanku pada lelaki, jadi bisakah kamu melakukannya untukku?"
Denis meraih sisi wajah Diandra, dia mengelusnya lembut, "Bagaimana jika aku merindukan kamu?"
"Tahan lah, kecuali kalau kamu ingin mencari wanita lain,"
"Itu mustahil, hanya kamu satu-satunya wanita yang akan bersamaku,"
Andai saja, Denis bukan keponakan Dimas, mungkin Diandra sudah menerimanya dengan tangan terbuka, apalagi dia sadar, jika dia memiliki rasa yang istimewa pada lelaki tampan dihadapannya.
"Buktikan kalau begitu," Setelah mengatakannya, Diandra beranjak dari ranjang, sembari memunguti pakaian yang tercecer di lantai.
Sekali lagi mereka melakukannya di kamar mandi, sebelum pergi dari sana, Diandra beralasan lelah dan ingin beristirahat di rumah saja.
Denis mengantarkannya hingga didepan pagar rumah wanitanya, dia meminta agar supir taksi menunggu sejenak.
Meski rasanya berat, Denis ingin membuktikan jika dirinya tidak sama dengan paman dan Daddy-nya, dia benar-benar mencintai dan akan setia.
"Walau kita berpisah untuk sementara, tapi aku minta kamu sering-sering telpon atau kirim SMS ke aku," pintanya penuh harap.
Diandra berdehem, dia memeluk lelaki yang tingginya hampir sama dengannya, "Jaga diri kamu baik-baik, kejar cita-cita kamu, aku sayang kamu,"
Denis balas memeluk wanitanya, dia juga memejamkan matanya, rasanya tak rela, dia ingin selalu bersama Diandra.
"Kamu juga ya, jaga jarak sama lelaki lain, termasuk temen laki-laki kamu itu, terus jangan cantik-cantik, entar banyak yang suka sama kamu," pintanya.
Diandra mengangguk, lalu melepaskan pelukan itu terlebih dahulu, dia mencium kening Denis, sedangkan Denis membalasnya dengan mencium bibir, menyesapnya, memasukan lidahnya.
Andai tak ingat tempat, mungkin dia akan membuat bibir itu membengkak, dia menyentuhnya dengan ibu jarinya, "Bibir ini punya Denis, tidak boleh ada seorangpun yang boleh menyentuhnya,"
Diandra tersenyum lalu mengangguk, rasanya menyenangkan ketika ada lelaki yang begitu menyukainya, rasanya berbeda dengan Dimas.
Sepeninggal Denis, Diandra menghela nafas, satu masalah teratasi, sejujurnya dia juga tak yakin akan bertemu lagi dengan remaja itu, dia memang menyukai Denis, tapi untuk bersatu, sepertinya dia tak yakin.
Tak usah dipikirkan, jalani hidup sebagaimana air mengalir.
Tinggal satu lagi masalah yang harus dia bereskan, mengembalikan cincin dan memutuskan pertunangannya dengan Dimas.
Sebelum tidur, dia menelpon Talita, kawannya itu sudah tiba di Semarang tadi sore, dengan diantar oleh sang ibu.
Diandra juga menghubungi Aditya, mengingatkan kembali, agar datang ke rumahnya besok jam sebelas.
***
Keesokan harinya, keluarga Firman datang, mereka sempat sarapan bersama, Diandra jadi ingat saat bapaknya belum meninggal, dia pernah merasakan kehangatan keluarga.
Mereka juga berbincang bersama usai sarapan, berbagai nasehat Firman dan Asih berikan pada Diandra.
"Pokoknya kalo ada apa-apa, kamu harus kabarin Om, jangan sungkan," ujar Firman.
Diandra mengangguk, "Oh ya kalo ada yang nanyain Dian, bilang aja rumah ini udah di jual dan kalian ga kenal Dian," pintanya.
"Iya Di, kamu hati-hati di sana, sering-sering kabarin Tante ya, entar kalo liburan, kami sempatkan untuk menjenguk kamu,"
Diandra memeluk wanita beranak satu itu, "Titip rumah ya tan, dan jaga kesehatan,"
Bara menyalami Diandra, sedangkan Firman memeluknya, "Jaga kesehatan kamu ya, Di,"
Diandra membalas pelukan itu, rasanya seperti saat memeluk ayahnya dulu, "Om juga, jangan capek-capek ngajarnya, kalau cape istirahat, jangan sampai telat makan,"
Mendiang bapak dari Diandra, meninggal karena kelelahan dan sering terlambat makan, alhasil jantungnya ikut bermasalah.
Diandra berangkat setelah Aditya datang, menghampirinya, Firman juga meminta Aditya untuk menjaga Diandra selama berkuliah di kota pelajar itu.
Aditya mengambil alih kemudi, dia baru membuat SIM sebulan yang lalu, "Udah siap belum Lo, mengahadapi nyokap nya Dimas?" Tanyanya.
"Siap nggak siap, gue harus mengakhiri, demi kedamaian keluarga ibu Dewi, gue harus enyah dari sini,"
"Nggak bakal damai lah, pasti Dimas disalahin gara-gara kejadian tempo hari,"
"Bodo amat lah, yang penting gue udah nggak ada hubungan apapun setelah ini,"
Beberapa saat kemudian, Aditya menghentikan mobil tak jauh dari pagar rumah keluarga Dimas.
"Doain gue ya dit," pinta Diandra, dia sedikit gugup.
"Iya gue doain, lo pasti bisa," Aditya memberikan semangat kepada sahabatnya.
Diandra menarik nafas, dan menghembuskan perlahan, "Gue gugup banget,"
Aditya menepuk pundak kawannya, "Pede Di, ini demi kebaikan lo,"
"Mesin mobil jangan sampai mati, jadi kalau Dimas ngejar gue, Kita langsung tancap gas,"
Aditya menunjukan kedua jempolnya.
aku skip yaaa thooor,. biar dimas jadi kenangan terindah buat Diandra,. ngg sanggup baca dialognya apalagi sama wanita lain 😫😩🤦
penasaran lanjutannya
terus siiii dimas simpen aja dulu 😫😩😣 aku thuuu suka sediiiiih ikut galauuu 🤦 ,. ..
SUGENG RIYADIN kakak
ditunggu up nya lagi kak