#TURUN RANJANG
Tiga tahun pasca sang istri meregang nyawa saat melahirkan putranya, Zeshan tetap betah menduda dan membulatkan tekad untuk merawat Nadeo sendirian tanpa berpikir sedikitpun untuk menikah lagi.
Namun, hal itu seketika berubah setelah Mommy-nya datang dan berusaha meluluhkan hati Zeshan yang telah berubah sebegitu dinginnya. Berdalih demi Nadeo, Amara menjanjikan akan mencarikan wanita yang pantas untuk menjadi istri sekaligus ibu sambung Nadeo.
Zeshan yang memang terlalu sibuk dan tidak punya kandidat calon istri pasrah dan iya-iya saja dengan siapapun pilihan Mommy-nya. Tanpa terduga, Mommy Amara ternyata merekrut Devanka, adik ipar Zeshan yang mengaku sudah bosan sekolah itu sebagai calon menantunya.
*****
"Ingat, kita menikah hanya demi Nadeo ... jangan berharap lebih karena aku alergi bocah bau ingus." -Zeshan Abraham
"Sama, aku juga alergi om-om bau tanah sebenarnya." - Devanka Ailenatsia
ΩΩΩΩΩΩΩΩΩ
PLAGIAT/MALING = MASUK NERAKA.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Desy Puspita, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 16 - Kue Cubit
Sudah tiga tahun lamanya, Zeshan tidak pernah merasakan kecupan seorang wanita. Mungkin terkesan berlebihan, tapi percayalah tiga detik yang Devanka berikan berhasil membuat Zeshan sumringah berjam-jam sampai rekan kerjanya mengira jika itu adalah dampak positif dari malam pertama.
"Kalau masih anget-angetnya ngapain masuk, Shan? Cuti saja dulu." ucap Arjuna, salah-satu sahabat sekaligus rekan kerjanya itu memulai pembicaraan.
"Ck, apanya anget?"
Raut wajahnya seketika berubah tatkala Arjuna bermaksud menyenggolnya. Padahal, sebelum ini memang Zeshan tak ubahnya bak pria kasmaran yang baru mengenal cinta.
"Ini, kue cubit bu Salma ... cobain deh, anget asli." Jika ada Arjuna yang mematik api, maka di sisi lain Claudya akan menenangkan Zeshan.
Sejak kepergian Talita, semua orang tahu seberapa sensitif Zeshan. Mungkin ini adalah kali pertama Arjuna berani bercanda, itu pun ternyata belum disambut baik oleh Zeshan.
"Kue cubit?"
"Hem, manis banget."
Zeshan menggeleng, semakin bertambah usia, seleranya berubah dan demi kesehatan, pria itu juga sudah tidak lagi asal makan. "Kalian saja, aku tidak suka ... alergi makanan manis."
"Si Claudya aneh nawarin kue cubit bu Salma ... Zeshan sudah punya kue cubitnya send_"
"Arjuna!!" Tajam sekali mata Zeshan menatap Arjuna lantaran tak suka dijadikan bahan bercandaan. "Kau mau masuk peti mati?" tanya Zeshan lagi hingga disambut gelak tawa.
Jika Zeshan berpikir dengan dia yang begitu maka akan terlihat seram, sama sekali tidak. Arjuna lagi-lagi terbahak setelah sekian lama bisa bercanda, akhirnya dia kembali dipertemukan dengan masa-masa dimana bisa menggoda Zeshan, dan percayalah hal itu amat menyenangkan.
"Hahaha galak amat, Bro ... santai dong."
"Perasaanmu saja, aku santai sejak tadi," tukas Zeshan kemudian menegak air mineral di botolnya hingga tandas.
"Ehm ngomong-ngomong gimana perasaannya? Tiga tahun nganggur terus dapat daun muda, apa tidak grogi, Shan? Jordan masih berfungsi dengan baik 'kan?" tanya Arjuna lagi, sedikit saja tidak peduli dengan wajah datar Zeshan sejak tadi.
Beruntungnya, Claudya sadar akan hal itu hingga kembali bersuara demi meminimalisir terjadinya baku hantam di antar dua pria dewasa itu. "Arjuna jangan mancing-mancing deh, sudah tahu Zeshan tidak nyaman masih dilanjutin."
"Ah iya? Apa benar tidak nyaman, Shan?" tanya Arjuna menatap Zeshan yang memang terlihat badmood pasca dirinya membahas perkara kehidupannya pasca menikahi Devanka.
Tanpa menjawab, Zeshan tiba-tiba beranjak pergi dan meninggalkan kedua temannya. Entah mengapa, hati Zeshan agaknya sensitif sekali. Padahal, candaan semacam itu wajar saja, terlebih lagi jika mereka sudah begitu dekat, jadi tidak ada masalah sebenarnya.
Akan tetapi, hal aneh justru terjadi dalam diri Zeshan hari ini. Mungkin hatinya yang salah hingga sama sekali tidak bisa diajak bercanda dan memutuskan untuk pulang lebih cepat dari biasanya.
.
.
Sepanjang perjalanan pikiran Zeshan sama sekali tidak terarah. Begitu tiba di kediamannya, pria itu sudah disambut dengan kehadiran Devanka di depan gerbang utama. Mata Zeshan seketika tertuju pada sang istri, senyumnya terbit tanpa disadari.
"Dia menungguku pulang?" batin Zeshan seiring dengan semakin dekatnya jarak mereka.
Hingga ketika Devanka benar-benar di hadapannya, dengan penuh kepercayaan diri Zeshan kembali bertanya. "Devanka kenapa di luar?" tanya Zeshan memandangi penampilan sang istri dari ujung kaki hingga ujung kepala, piyama satin dan rambut yang masih berbungkus handuk kecil itu membuktikan jika dirinya baru selesai mandi.
"Nunggu kurir, kakak masuk saja dulu," jawabnya seketika mengubah dunia Zeshan.
Begitu singkat jawaban yang Devanka berikan, tapi demi apapun ternyata berhasil membuat Zeshan sampai bungkam. Pria itu terdiam beberapa saat dengan wajah memerah, dia malu dan berusaha terlihat santai hingga mengusap kasar wajahnya.
"Oh, beli ap_"
"Mas di sini!!"
Jantung Zeshan agaknya benar-benar butuh diperiksakan dalam waktu dekat. Pergerakan Devanka yang sama sekali tidak terduga ini agaknya cukup membahayakan baginya.
Ingin marah, tapi mana mungkin bisa. Sementara, pria itu hanya memantau sang istri yang kini berinteraksi dengan pria berkumis tipis di depannya.
"Makasih ya, Mas," ucap Devanka terdengar begitu lembut, tidak lupa dengan senyum manis yang berhasil membuat pria di hadapannya menyahut tak kalah lembut.
"Sama-sama, Cantik."
Mata Zeshan sontak membola, bahkan sampai ketika pria itu sudah berbalik arah Zeshan masih memandangnya. Sementara Devanka masih sibuk memeriksa dan memastikan beberapa pesanan yang baru dia terima.
"Ehem, dia siapa?"
"Hah?" Devanka mendongak, sejenak mengalihkan perhatian begitu mendengar pertanyaan Zeshan.
"Temanmu?" tanya Zeshan lagi yang kali ini Devanka tanggapi dengan helaan napas pelan.
"Kakak nggak lihat seragamnya? Udah tahu kurir masih tanya," jawab Devanka agak sedikit menyebalkan, tapi tak membuat Zeshan jera.
"Mana tahu, bisa jadi temanmu ... dari interaksi kalian seperti sudah lama mengenal."
"Namanya Prasetyo," jawab Devanka yang membuat raut wajah Zeshan seketika menjadi masam.
Ngakunya hanya kurir, tapi sampai tahu namanya dan hal itu cukup mengganggu pikiran Zeshan. "Katamu cuma kurir, kenapa bisa tahu namanya?"
"Di aplikasi ada, tuh Prasetyo ... Kakak lihat," jawab Devanka mendekat dan memperlihatkan buktinya hingga Zeshan menggulum senyumnya.
Dia sedikit lebih tenang begitu mendengar pengakuan sang istri dan kini perhatiannya beralih pada makanan yang Devanka pesan. "Kamu jajan lagi?" tanya Zeshan menatap sang istri yang kini mengangguk pelan.
"Kenapa tidak bilang, kan bisa sekalian."
"Aku tidak tahu kakak pulangnya kapan, nanti ngerepotin."
Zeshan mengangguk mengerti, jawabannya masuk akal sekali. "Ehm kamu jajan apa memangnya?"
"Ini? Kue cubit, kakak mau?" tawar Devanka yang kemudian Zeshan angguki tanpa banyak bicara.
"Ih serius mau?"
"Hem, kenapa memangnya?" tanya Zeshan mengerutkan dahi.
"Aneh saja, setahuku sudah mengurangi makanan yang manis-manis begini."
Pria itu terdiam sesaat, entah dari mana Devanka tahu, karena seingatnya sang istri bukan tipe yang peduli pada banyak hal sejak dulu. "Sesekali tidak masalah."
.
.
- To Be Continued -