Kamu sepuluh aku sebelas. Kamu selingkuh, aku balas.
Ketika perselingkuhan menjadi sebuah permainan dan menjadi satu-satunya cara untuk membalaskan sakit hatinya akan pengkhianatan. Sanggupkah rumah tangga Theo dan Laura bertahan disaat pondasinya mulai runtuh perlahan?
Mengetahui Theo bermain api di belakangnya, tak lantas membuat Laura menuntut klarifikasi saat itu juga. Laura justru membalas permainan Theo dengan cara yang sama.
Diam-diam Laura pun bermain api di belakang Theo. Sampai akhirnya perselingkuhan Laura terbongkar ketika Laura menyatakan dirinya hamil.
Bagaimanakah kisah Theo dan Laura dalam menjalani biduk rumah tangganya? Ikuti kisah selengkapnya di sini.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Fhatt Trah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab. 15
BSM Bab. 15
Menghempaskan semua pikiran buruk yang sempat singgah di kepalanya semalam, Laura ingin membuang energi-energi negatif yang mungkin bisa mempengaruhi pikirannya. Bahkan mungkin saja akan mengikis kepercayaannya terhadap Theo, suaminya sendiri.
Memulai pagi ini dengan energi dan pikiran positif membuat Laura sedikit lebih tenang. Namun berbeda dengan pagi sebelumnya, pagi ini ia tidak menyiapkan sarapan. Percuma saja, sebab mungkin Theo juga tidak akan sempat menikmati sarapannya.
Dugaan Laura ternyata tidak keliru. Ia yang tengah duduk di meja makan sambil menikmati secangkir teh hangat itu terkejut dikala melihat Theo tergesa-gesa keluar dari kamarnya sambil menerima panggilan telepon. Kamera sudah menggantung di bahu kirinya.
Sebuah pemandangan yang kerap terpampang di depan mata Laura belakangan ini, sudah menjadi hal yang lumrah. Theo semakin disibukkan dengan pekerjaannya. Sehingga tak tersisa waktu lagi untuknya sekedar bercengkerama dengan sang istri.
“Iya, Fel. Aku segera ke sana. Kamu tunggu aku di situ, jangan ke mana-mana.” Theo berkata sembari terburu-buru, melangkah panjang hendak keluar rumah.
Laura tidak mencegat, atau memanggil untuk sekedar menikmati secangkir teh hangat. Dipandanginya saja Theo yang bahkan sudah melupakannya.
Theo sudah berada di ambang pintu, ayunan kakinya tiba-tiba terhenti. Menutup telepon, Theo kemudian menoleh ke belakang. Seolah ia baru menyadari sesuatu. Ia pun melangkah cepat kembali masuk ke dalam rumah. Dihampirinya Laura yang tengah menikmati teh hangatnya itu, lantas ia melabuhkan satu kecupan di ubun-ubun Laura.
“Aku harus pergi sekarang. Aku baru dapat kabar dari Feli, kalau hari ini Antonio akan pergi mengunjungi panti asuhan. Hari ini aku harus berhasil bertemu dengan laki-laki itu,” ujar Theo bersemangat.
Laura cukup memberikan senyum terbaiknya tanpa menanggapi ucapan Theo. Sepertinya si Antonio ini yang belakangan membuat Theo semakin sibuk. Dari semua narasumber yang diwawancarai Theo, hanya si Antonio ini yang paling susah ditemui. Sehingga membuat Theo kalang kabut mencari informasi tentang lelaki itu.
Laura menghela napas. Andai saja ia bisa membantu Theo, mungkin saja Theo bisa rehat sejenak. Bahkan kalau perlu, Theo ambil cuti beberapa hari saja. Agar mereka bisa menghabiskan waktu berdua.
“Doakan aku ya?” ujar Theo sambil berlalu meninggalkan Laura seorang diri di meja makan.
Lagi-lagi Laura hanya bisa menghela napas. Sembari ia berbisik ke hatinya, menyemangati dirinya sendiri, jika Theo bekerja keras juga untuk masa depan mereka berdua.
****
Di depan gedung AFECTO Grup, sejak tadi Feli mengamati keadaan gedung itu. Feli yang dalam penyamaran dengan menggunakan seragam petugas kebersihan itu tengah berpura-pura menyapu jalanan di depan gedung itu.
Tak berapa lama, Theo datang. Lekas Feli naik ke mobil Theo.
“Gimana?” tanya Theo tak sabaran.
“Bayarannya dulu, baru aku kasih tahu.” Dengan genitnya Feli malah bermain-main dengan Theo.
“Fel, aku sedang tidak ingin bercanda, Fel.”
“Sama, Theo sayang. Apa kamu kira aku sedang bercanda? Coba kamu lihat aku.” Feli menunjukkan dirinya dalam balutan seragam petugas kebersihan itu. Membuka topi, lalu membuka kunciran rambutnya. Wajahnya tampak polos, tanpa pulasan make up sedikitpun. Namun tetap terlihat cantik.
“Kamu pikir aku suka memakai seragam ini? Aku melakukan ini untuk kamu Kak Theo tersayang, untuk membantu kamu. Mana tanda terima kasihnya dong,” sambungnya mulai merayu. Feli ini tak pernah sekali pun melewatkan kesempatan setiap kali sedang bersama Theo. Jiwa muda Feli terus bergejolak.
“Iya, iya. Terima kasih aku ucapkan setulus hatiku atas bantuan kamu.” Theo pun akhirnya hanya bisa mengalah. Ia tak pernah bisa berkutik jika bersama Feli. Satu kecupan ia labuhkan ke bibir ranum Feli kemudian.
Theo mengira hanya satu kecupan singkat ya g diinginkan Feli. Tetapi tidak. Feli justru meraih tengkuk Theo, membalas kecupan Theo dengan sesapan penuh gairah.
Sejujurnya, Theo menyukai Feli yang seperti ini. Yang selalu menggebu-gebu. Gadis yang satu ini bahkan tak kenal waktu, tempat dan situasi. Jiwanya liar hampir tak terkendali. Berbanding terbalik dengan Laura. Entah malu atau masih gengsi dalam mengekspresikan dirinya. Terkadang Theo suka membandingkan Feli dengan Laura.
“Kalau begini kan aku senang,” pungkas Feli sembari mengusap bibir Theo dengan jempolnya begitu mengakhiri kecupan. Theo pria yang tampan, membuat Feli tergila-gila semenjak dari bangku kuliah. Theo adalah kakak tingkat yang ia kagumi. Ia tak peduli dengan status Theo saat ini.
“Sekarang katakan, info apa yang kamu punya,” pinta Theo kemudian.
Feli berdehem sebentar. “Beberapa menit lalu aku melihat Antonio masuk ke gedung itu. Tadi aku sempat mendengar, asistennya bilang kalau hari ini mereka punya jadwal kunjungan ke panti asuhan.
“AFECTO akan memberikan sumbangsi berupa perabotan rumah tangga. Seperti tempat tidur dan meja belajar untuk anak-anak panti asuhan,” bebernya dengan semangat empat lima. Tidak sia-sia ia berkorban demi bisa membantu Theo menyelesaikan tugasnya. Dengan begitu, ia bisa memanfaatkan saat-saat bersama Theo ini semaksimal mungkin. Kesempatan ini tidak akan ia sia-siakan.
“Kamu yakin?”
“Yakin, dong. Nah, tuh orangnya.” Feli menunjuk ke luar. Theo pun mengikuti arah pandang dan telunjuk Feli.
Di luar sana, di gedung AFECTO, tampak seorang pria yang diyakini Theo dan Feli adalah Antonio sedang berjalan tergesa-gesa bersama asistennya keluar dari gedung tersebut. Menuju mobil berwarna putih yang terparkir tepat di depan pintu masuk gedung itu.
Sejurus kemudian mobil putih itu pun mulai bergerak meninggalkan gedung. Tak ingin kehilangan kesempatan ini, Theo mengikuti mobil itu dari belakang secara diam-diam.
Tanpa sepengetahuan Theo, seseorang tengah mengamati dari balik jendela mobil berwarna hitam yang terparkir di seberang, tak jauh dari gedung itu.
“Sekarang sudah aman, Tuan Ryan. Wartawan itu sudah pergi.” Edrick berkata setelah dua mobil itu berlalu dan menghilang dari pandangannya.
Sejak tadi Edrick dan Ryan berdiam diri di dalam mobil. Mereka menunggu situasi aman dari pantauan wartawan. Sebab Ryan tidak menyukai dirinya diburu seperti ini hanya demi sebuah berita. Ryan tidak suka kehidupan pribadinya menjadi konsumsi publik. Sehingga ia menugaskan Kevin untuk memancing Theo agar menjauh dari tempat ini.
“Kita ke toko kue sebentar,” titah Ryan.
“Tapi, Tuan. Bukankah hari ini Tuan harus mengunjungi pabrik? Saat ini pabrik sedang kekurangan bahan baku. Hal itu bisa menghambat proses produksi, Tuan. Nantinya Tuan juga yang akan dirugikan. Apa tidak sebaiknya kita ke pabrik dulu, Tuan Ryan?” Edrick mengingatkan kondisi yang sedang dihadapi AFECTO saat ini.
“Aku tahu, Edrick. Aku tidak mungkin akan mengabaikan hal itu. Tapi sekarang, kita ke toko kue dulu. Setelah itu kita ke pabrik. Jangan banyak tanya dan turuti saja apa kataku.”
Edrick tak kuasa membantah perintah. Edrick pun patuh, kemudian mulai mengemudikan mobil menuju arah yang berbeda.
Edrick pun hanya bisa melongo melihat di mana mereka berada ketika ia menepikan mobil tak jauh dari LaRisa Bakery. Toko kue kecil itu sudah buka. Mata Edrick langsung menangkap sosok Laura yang sedang mengelap kaca depan toko itu.
“Loh, itu bukannya...”
“Tidak usah heran. Dan jangan tanyakan apa pun. Cukup diam dan dengarkan saja apa kataku.” Ryan langsung memotong ucapan Edrick. Sebab ia tahu apa yang hendak diucapkan asistennya itu.
Ryan mengambil ponsel. Ia membuka kamera ponsel, lalu mengarahkan ponsel itu ke toko kue LaRisa. Ia hendak mengambil gambar toko kue tersebut beserta Laura.
Setelah berhasil mengambil satu gambar, kemudian ia membuka aplikasi hijau. Lalu mengirim sebuah pesan beserta foto itu kepada seseorang.
Namanya Laura. Cari informasi sedetail mungkin tentang dia. Lalu cepat kabari aku.
Begitulah isi pesan yang dikirimkan Ryan kepada seseorang yang dipercayainya.
★
ttng pengusaha tsb 🤦🤦 Feliii sadar gak kamu,klo Theo ngumpankan kamu utk diapa2in laki2 hidung belang *menurut rumor 🙈