Bagaimana jika sikap baik dan penuh perhatian sang suami ternyata adalah sebuah sandiwara untuk menutupi kesalahannya?
Dara Jelita tidak pernah menyangka kalau Raditya Pratama, suami yang sangat dicintainya ternyata menyimpan banyak rahasia. Cinta yang ditunjukkan oleh suaminya ternyata hanyalah sebuah topeng untuk menutupi kebohongan yang selama ini disembunyikannya selama bertahun-tahun.
Akankah Dara tetap bertahan dalam pernikahannya setelah tahu rahasia yang disembunyikan oleh suaminya?
Yuk, simak kisahnya di sini. Jangan lupa siapin tisu karena cerita ini mengandung banyak bawang.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon nazwa talita, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
PERMINTAAN MAAF PRATAMA
"Jadi Papa sudah tahu?" Dara tampak terkejut mendengar ucapan papa mertuanya.
"Maafkan papa, Nak. Papa tidak berdaya. Papa sangat takut kamu terluka saat mengetahui kalau Raditya menikah lagi. Papa tidak sanggup melihat kamu hancur karena pengkhianatan putra papa. Maafkan papa." Kedua mata Pratama berkaca-kaca. Tetesan bening mengalir di pipinya.
"Maafkan papa karena papa terlalu pengecut. Papa dan Monika berkali-kali ingin memberitahumu,️ tetapi, saat melihat kamu begitu mencintai Raditya, papa kembali mengurungkan niat. Begitupun dengan Monika," jelas Pratama sambil mengusap air matanya.
Sementara itu, Dara sungguh merasa terkejut karena ternyata, pengkhianatan Raditya sudah diketahui oleh seluruh keluarga lelaki itu. Terutama ibu mertuanya dan juga adik iparnya.
Pantas saja Monika selalu menghindariku. Gadis itu pasti merasa bersalah padaku.
Dara menarik napas panjang. Mencoba meredam rasa sakit yang kembali menyerang.
"Maafkan papa, Nak." Pratama merasa sangat bersalah pada menantunya. Dara adalah perempuan baik. Bodohnya Raditya menyia-nyiakan wanita sebaik Dara.
"Papa tidak salah, Kenapa harus minta maaf?" Dara melepaskan tangan Pratama yang mengatup memohon maaf padanya.
"Raditya yang bersalah, kenapa Papa yang harus minta maaf?" Dara menatap lelaki paruh baya itu.
"Karena dia bodoh! Bahkan setelah kamu mengetahui tentang perselingkuhannya, dia pun tidak datang padamu untuk meminta maaf." Pratama menatap menantunya yang tampak sedikit terkejut.
"Papa juga tahu soal ini?" Dara menatap tajam ke arah ayah mertuanya.
"Mira mengancam akan membocorkan perselingkuhan Raditya padamu jika aku tidak mau mengantarkan dia ke rumah Raditya. Papa tidak pernah sekalipun menginjakkan kaki di rumah itu sejak papa tahu kalau anak bodoh itu membelikan rumah untuk wanita itu." Pratama terlihat mengepalkan tangannya. Merasa marah saat mengingat kembali bagaimana putra satu-satunya itu langsung membelikan rumah mewah untuk istri barunya.
"Akan tetapi, karena Mira mengancam, papa akhirnya menurut."
"Kenapa Papa tidak membiarkan mama memberitahukan semuanya padaku, Pa?" Dara tidak mengerti dengan jalan pikiran Papa mertuanya.
"Papa tidak sanggup melihatmu terluka. Papa–"
"Tapi, apa yang Papa takutkan tetap terjadi juga bukan? Tanpa Papa memberitahuku, aku justru mengetahuinya sendiri."
"Maaf!" Pratama menatap Dara yang terlihat sangat kecewa.
Dara mengumpulkan sisa kewarasan untuk tidak berteriak memaki laki-laki paruh baya di hadapannya. Dia sungguh sangat marah. Bagaimana Dara tidak marah? Semua orang mengetahuinya tetapi mereka diam saja.
Diam berarti sama saja dengan mendukung apa yang sudah dilakukan oleh Raditya. Suami brengsek yang tega mengkhianatinya sampai tiga tahun belakangan.
"Tiga tahun bukan waktu yang sebentar, Pa. Seharusnya, Papa menceritakan semuanya padaku bukan malah ikut menutupi perselingkuhan mereka." Dara menatap mertuanya dengan kedua mata berkaca-kaca. Air matanya kembali menetes saat rasa sakit menderanya.
Pratama terdiam. Lelaki itu membenarkan ucapan Dara. Seharusnya dirinya memang memberitahukan Dara tentang kelakuan Raditya, bukan malah menyimpannya sampai bertahun-tahun.
"Apa Papa tahu, selama empat tahun aku seperti orang bodoh karena selalu saja percaya pada Raditya. Aku tidak pernah curiga sedikitpun meski terkadang Raditya pulang terlambat tanpa alasan yang jelas. Aku sungguh tidak menyangka kalau Raditya ternyata mempunyai tempat lain untuk pulang." Dara mengusap air matanya dengan kasar.
Tidak lagi, Dara. Kamu tidak boleh menangis lagi. Lelaki itu tidak pantas untuk ditangisi.
Pratama terdiam sambil menghela napas panjang. Merasa tidak tega melihat keadaan menantunya yang terlihat sangat kecewa.
"Lakukan apa yang ingin kamu lakukan pada Raditya, Nak. Papa akan selalu mendukungmu," ucap Pratama akhirnya. Dia sudah pasrah. Meskipun berat harus kehilangan menantu baik seperti Dara. Namun, Dara berhak bahagia.
Wanita itu masih sangat muda. Setelah berpisah dengan Raditya, Pratama sangat yakin, kalau Dara tidak akan kesulitan menemukan pria yang akan menjadi pendampingnya kelak.
"Aku akan segera mengurus perceraianku dengan Raditya. Maafkan aku karena aku tidak bisa terus bersama Raditya, Pa."
Pratama tersenyum menatap Dara.
"Papa akan mendukungmu. Kamu berhak bahagia, Nak. Maafkan papa karena tidak bisa mendidik Raditya agar menjadi suami yang baik untukmu."
***
Mengabaikan rasa sakit pada wajah dan sekujur tubuhnya akibat pukulan Davin dan anak buahnya, Raditya bergegas keluar rumah dan mengendarai mobilnya.
Setelah mengantarkan Kinara kemudian mengobati lukanya, lelaki itu pulang untuk menemui Dara. Rasa gelisah menyerang hatinya. Apalagi, saat kalimat perceraian yang diucapkan oleh istrinya kembali terngiang.
Tidak, Dara. Aku tidak akan menceraikanmu.
Raditya memukul setir mobil. Pikirannya mendadak kacau. Beberapa tahun ini, dia memang seringkali mencari-cari alasan untuk menceraikan Dara karena Raditya sangat mencintai Kinara.
Namun, saat kata-kata perceraian itu keluar dari mulut Dara, Raditya justru tidak terima."
BERSAMBUNG ....
seru banget
makasih thor dah buat novel sebagus ini. semoga sampai akhir ya bagusnya