Bagaimana jika sahabatmu meminta mu untuk menikah dengan suaminya dalam bentuk wasiat?
Dara dan Yanti adalah sahabat karib sejak SMA sampai kuliah hingga keduanya bekerja sebagai pendidik di sekolah yang berbeda di kota Solo.
Keduanya berpisah ketika Yanti menikah dengan Abimanyu Giandra seorang Presdir perusahaan otomotif dan tinggal di Jakarta, Dara tetap tinggal di Solo.
Hingga Yanti menitipkan suaminya ke Dara dalam bentuk wasiat yang membuat Dara dilema karena dia tidak mencintai Abi pria kaku dan dingin yang membuat Yanti sendiri meragukan cinta suaminya.
Abi pun bersikukuh untuk tetap melaksanakan wasiat Yanti untuk menikahi Dara.
Bagaimana kehidupan rumah tangga Dara dan Abi kedepannya?
Follow Ig ku @hana_reeves_nt
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hana Reeves, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pamit
Edo dan Dara berlari di koridor rumah sakit PKU Muhammadiyah menuju ruang IGD. Sesampainya disana, Edo bertanya pada suster yang berada di meja penerimaan pasien, sedangkan Dara mengedarkan pandangannya mencari Abi atau Antasena.
"Rara!"
Dara menoleh dan melihat Antasena berlari ke arahnya dan langsung memeluk dirinya. Wajah Antasena tampak muram dan Dara melihat air mata di ujung mata pria tampan itu.
"Dimana Yanti?" bisik Dara yang membuat Antasean melepaskan pelukannya.
Antasena menarik tangan Dara, namun Dara menahannya.
"Sebentar, Edo masih di..."
"Dara, di kamar nomor dua..." suara Edo terhenti ketika melihat Dara digenggam tangannya oleh seorang pria tampan.
"Ayo Do, aku dah ketemu ma adik iparnya Yanti" ajak Dara lalu keduanya berjalan terburu-buru diikuti Edo yang masih bertanya-tanya apa hubungan Dara dengan adik iparnya Yanti.
Ketiganya masuk ke dalam ruangan dan tampak Abi memegang tangan Yanti yang berbaring dengan banyak alat selang dan kabel dari infus, monitoring dan ventilator. Wajah ayunya tampak pucat dengan perban di kepalanya.
"Mas Abi..." bisik Dara dan pria dingin itu menoleh.
"Dara..." suara lirih Abi tampak terdengar sedih.
"Yang sabar ya mas. Yanti kuat kok". Dara mengelus punggung Abi dengan lembut.
Abi hanya mengangguk dan kembali menatap Yanti sedangkan dua pria lainnya disana hanya menatap wanita yang terbaring lemah.
"Rara..." panggil Antasena. "Kita keluar dulu". sambil mengedikkan kepalanya mengajak keluar.
"Aku keluar sebentar dengan mas Sena dan Edo dulu mas" pamit Dara dengan berbisik yang dijawab anggukan Abi.
Ketiga orang itu keluar ruang perawatan Yanti. Dara segera mencecar Antasena.
"Apa yang terjadi mas? Bukannya tadi Yanti sudah ngabari kalau sampai Semarang beli oleh-oleh dulu. Kenapa sekarang Yanti disini?"
Antasena mengusap tengkuknya kasar.
"Menurut info dari kepolisian, pada saat di jalan tol Kartasura, sebuah truk mengalami pecah ban lalu mengalami selip dan itu berada di depan mobil Yanti. Pak Harto, sopir mas Abi tidak bisa mengelak dan terjadilah kecelakaan itu. Pak Harto meninggal dunia, sedangkan mbak Yanti mengalami luka parah." suara Antasena menjadi pelan.
"Mas Abi tadi seharian merasa tidak enak hatinya dan kami pun terbang kemari dengan pesawat sore. Setibanya di Adi Soemarmo, mas Abi baru saja menghidupkan ponselnya dan sudah ada banyak pesan dan Miss call masuk" lanjutnya. "Karena ponsel mbak Yanti dikunci, polisi menemukan ponsel pak Edy yang tidak dikunci dan menemukan nama mas Abi."
"Sekarang kondisi Yanti gimana?" tanya Edo.
"Eh mas Sena, perkenalkan ini Edo teman SMA kami. Edo ini mas Antasena adik mas Abi." Dara memperkenalkan keduanya yang saling mengangguk tanpa berjabat tangan.
"Hasil pemeriksaan tadi, limpa mbak Yanti pecah, kaki mengalami patah tulang, tulang rusuk patah...dan aku tidak tahu apalagi karena dokter tadi bilang butuh lama dan mukjizat mba Yanti sehat." Antasena menatap langit-langit rumah sakit.
Dara terisak, terbayang bagaimana horornya kecelakaan itu. Tanpa ia sadari sebuah lengan memeluknya.
"Saling menguatkan ya Ra" bisik Sena sambil memeluk gadis itu. Edo sendiri merasa kesal dia kalah start dari Antasena namun dia tidak mau membuat keributan di kondisi seperti ini.
Tak lama kedua orang tua Yanti pun sampai ke rumah sakit dan mereka semua menangis bersama Dara. Apalagi sang ibu yang tampak begitu shock.
"Ya ampun Ra... Yanti Ra... Yanti! Tadi bis telpon Tante katanya bawain lumpia kok malah kecelakaan ki piyeee" Raung mama Yanti.
"Tante yang sabar ya" hibur Dara sambil memeluk Bu Darmanto yang sudah seperti ibunya sendiri.
Pak Darmanto kemudian masuk ke ruangan Yanti yang disambut pelukan dari Abi. Tampak tubuh Abi bergetar karena menangis. Bu Darmanto menyusul suaminya lalu memeluk menantunya. Ketiganya saling bertangisan. Ketiga orang yang berada diluar ruangan saling terdiam hingga Abi memanggil Dara dan mereka semua masuk ke dalam ruangan Yanti.
"Dia mencarimu Ra" bisik Abi ke Dara yang kemudian menatap Yanti yang masih terpejam.
Pelan-pelan Dara mendekati tempat tidur sahabatnya. Bapak dan Ibu Darmanto tampak saling berpelukan menguatkan satu sama lain. Edo dan Antasena menunggu di depan pintu, sedangkan Abi berjalan ke seberang Dara.
"Yanti..." panggil Dara.
Yanti membuka matanya dan tersenyum. "Halo...sahabat durjana ku".
Dara tersenyum diantara air matanya. "Kamu tuh! Kondisi begini masih saja nistain aku".
Yanti tertawa kecil namun segera mengerenyitkan dahinya menahan sakit.
"Apa yang sakit Yan?" tanya Abi cemas.
"Tidak...kok mas" jawab Yanti pelan. Lalu dia menatap Dara. "Ra, aku minta tolong padamu boleh?"
"Apapun untukmu Yan".
Yanti menghela nafas panjang. "Aku titip mas Abi ya".
Dara dan Abi saling berpandangan. "Maksudmu apa Yan?" tanya Dara.
"Iyaaa, aku...titip mas Abi. Sayangi mas Abi...dia pria...baik. Kamu sahabat ku... terbaik dan sudah... sepantasnya mendapatkan yang terbaik..."
"Yan, jangan bercanda deh. Memang kamu mau kemana kok nitipin mas Abi ke aku. Nggak pantes ah" oceh Dara.
Yanti hanya tersenyum lalu dia menatap Abi.
"Mas Abi... titip Dara ya. Aku ada... surat di pengacara Joko yang sudah aku...berikan sebelum pergi kemarin. Nanti kalau... aku sudah pergi... dibaca ya" ucap Yanti sambil tersenyum.
"Maksudmu apa Yan!" suara Abi terdengar keras.
Yanti menatap kedua orangtuanya. "Mama, papa... terimakasih sudah menjadi orangtuaku. Terima kasih sudah memberikan semuanya... kasih sayang, pendidikan... termasuk suami yang baik... Yanti pamit ya ma, pa." Ibu Yanti semakin menangis keras.
"Sayang, dengerin mama! Dengerin mama! Kamu akan sembuh! Kamu akan sehat! Jangan bikin Mama ketakutan begini! Yanti, dengerin mama!" Raung Bu Darmanto histeris.
"Iya sayang. Jangan seperti ini Yan!" pak Darmanto pun membuka suara sambil memegang kaki Yanti.
"Mas Abi... mana tangannya" Yanti mengacuhkan orangtuanya yang histeris. Abi menyerahkan tangan kanannya. "Dara...kesinikan tangan mu". Dara pun menyerahkan tangannya ke Yanti yang kemudian membuat tangan Abi berada diatas tangan Dara.
"Kalian berdua harus...bersatu ya. Aku sudah...membuatkan surat untuk...kalian berdua. Tolong jangan sampai...kalian berpisah apapun...badai yang menerjang. Kalian...adalah orang yang sangat...aku sayangi dan cintai... selain papa mama." suara Yanti makin melemah dengan nafas yang memendek.
Air mata Dara semakin deras membasahi pipi mulusnya. "Yanti... don't be like this"
"Kamu sahabatku... kalian pasti bisa...saling mencintai." Yanti terpejam. "Aku...sudah lega sekarang... aku tidur dulu."
Tak lama suara di mesin monitoring berbunyi Tut panjang dan tampak garis lurus dilayarnya. Abi langsung bangkit dan mengguncang tubuh Yanti. Edo segera mencari dokter melihat situasi seperti itu.
"Yanti! Bangun! Jangan bercanda!" teriaknya histeris. "Yanti! Bangun sayang! BANGUN!!!"
Kemudian dokter dan perawat datang, Abi ditarik oleh Antasena dan Edo agar membiarkan dokter memeriksa Yanti. Dara menangis sambil menutup mulutnya dengan wajah memucat dan tak percaya sahabatnya sudah pergi.
"Dok! Istri saya cuma tidur kan dok? Istri saya tidak apa-apa kan?" seru Abi emosi.
Dokter itu menatap Abi dengan wajah sendu.
"Maaf pak Abimanyu, istri bapak sudah tiada."
Sontak kedua orang tua Yanti berteriak histeris kehilangan putri satu-satunya sedangkan Abi melorotkan tubuhnya duduk di lantai ruangan, wajahnya sangat shock. Antasena menangis begitu pun Edo yang menatap nanar melihat temannya meninggal.
"Harusnya dia nggak naik mobil! Harusnya dia naik pesawat. Kenapa kamu harus ngeyel Yan. Kenapaaaa" teriak Abi histeris.
Dara yang melihat Abi tampak berantakan langsung memeluk pria itu.
"Mas Abi" bisik Dara sambil sesenggukan.
Abi hanya menangis di pelukan Dara. Wajahnya tampak kosong.
***
lega
Dara selamat