"Puas lo udah ngehancurin hidup gue. Inikan yang lo mau? gue tahu lo bahagia sekarang?" Ucap Delmar setelah dia sah menjadi suami Killa.
"Kenapa aku yang disalahin? disini yang korban itu aku apa dia? Aku yang diperkosa, aku yang hamil, tapi kenapa aku yang salah?" Killa bertanya dalam hati.
Siapa sih yang gak mau nikah sama orang yang dicintai? Begitupun Killa. Dia pengagum Delmar sejak dulu. Tapi bukan berarti dia rela mahkotanya direnggut paksa oleh Delmar. Apalagi sampai hamil diusia 16th, ini bukanlah keinginannya.
Cerita ini sekuel dari novel Harga sebuah kehormatan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yutantia 10, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
SULIT, BUKAN TIDAK MUNGKIN
Killa mengetuk ngetuk kepalanya menggunakan bolpoin. Bukan tanpa sebab, melainkan kepalanya terlalu pusing saat ini. Fisika salah satu matpel kelemahannya. Sudah lebih dari satu jam dia berusaha menyelesaikan 10 soal. Tapi baru 4 soal yang berhasil dia temukan jawabannya.
Killa tak akan mengalami kesulitan ini jika bukan karena ayahnya. Ayahnya menuntut dia menjadi seorang bidan, makanya dia harus masuk IPA. Padahal kalau disuruh memilih, Killa lebih tertarik pada jurusan Bahasa.
Killa meletakkan kepalanya diatas meja belajar berbantalkan lengannya. Rasanya matanya sudah panas menatap soal yang itu itu saja tapi tak tahu penyelesaiannya.
"Kalau cara belajar lo kek gitu, kapan pinternya?" Ledekan Del membuat Killa kembali mengangkat kepalanya.
Sekarang ada dua meja belajar dikamar itu. Letaknya berjejer dan hanya berjarak sekitar 1 meter. Satu milik Delmar dan satunya Killa.
"Sulit." Ucap Killa dengan suara lemas.
"Makanya belajar." Delmar sengaja menekan kata belajar untuk menyindir Killa yang dianggapnya terlalu malas.
"Ajarin." Pinta Killa dengan nada suara memohon.
"Lo gak liat gue lagi belajar? Besok gue ada try out. Lagi pula Gue gak ada waktu buat ngajarin lo yang otaknya pas pasan." Sarkas Del.
Killa mendengus, tapi mau gimana lagi. Memohon untuk diajari? rasanya percuma, karena Del bukan tipe cowok yang mudah luluh dengan bujuk rayu ataupun wajah melas.
Killa heran melihat cara belajar Del. Padahal tadi jam 7 hingga jam 9, Del les privat. Dan sekarang cowok itu masih lanjut belajar sendiri.
Killa kembali melihat rumus fisika, tapi tetap saja dia tak bisa menyelesaikan tugasnya. Tanpa dia sadari, ternyata Del memperhatikannya.
"Lo udah gak ikut bimbel lagi?"
Killa menggeleng pelan.
"Kenapa? gak ada buat bayar? nanti biar gue bilangan mama kalau lo mau ikut bimbel."
"Killa gak mau."
"Kenapa?" Del menautkan alisnya. "Tempat bimbel lo itu bagus. Temen temen gue banyak yang bimbel disana."
Tempat bimbel Killa dulu memang populer dikalangan pelajar. Selain cara pengajarannya yang bagus. Banyak anak dari bimbel itu yang jadi juara kelas dan lulus tes masuk perguruan tinggi negeri. Dilan dan Cea juga bimbel ditempat itu.
Killa hanya bergeming.
"Mau gue bilangin ke mama?"
"Gak usah kak, Killa gak mau masuk sana lagi."
"Kenapa?"
Killa menghela nafas, menurutnya Del terlalu tidak peka untuk memahami alasannya tak mau ketempat bimbel itu lagi.
"Kenapa? males belajar lo?"
"Bukannya malas, hanya merasa tak nyaman. Killa takut masuk kesana lagi."
Deg
Del mulai paham alasan Killa. Tentu saja cewek itu tak mau ketempat dimana dia pernah dilecehkan. Sedikit banyak, dia pasti merasa trauma. Hati Del mulai terketuk, ada perasaan bersalah yang menggelitiknya.
Del beranjak lalu mendekati meja belajar Killa.
"Mana yang sulit?"
Senyum Killa seketika mengembang. Lalu dia menujuk soal fisika yang menurutnya paling sulit.
Del menarik kursinya lalu mengajari Killa cara memecahkan soal itu. Killa mendengarkan sambil menggut menggut. Menurutnya penjelasan Del jauh lebih mudah dimengerti daripada guru sekolahnya.
"Yang ini juga." Killa menunjuk soal dibawahnya.
Huft, Del mendengus kesal. Sudah 3 soal yang dia selesaikan. Tapi Killa masih minta diajari lagi.
"Banyak sekali yang lo gak bisa?" Del mulai ngegas. "Emangnya fisika sesusah itu buat lo?" Killa menjawabnya dengan anggukan.
"Kalau semuanya sulit, apa yang mudah buat lo?"
"Mencintai kamu."
"Damn, gue gak lagi dalam mood pengen becanda ya Kill." Delmar meletakkan bolpoin milik Killa dan berdiri dari duduknya.
"Killa gak becanda." Ucap Killa sambil manatap Del dan menahan pergelangan tangan cowok itu.
"Bagi Killa, hal termudah dalam hidup Killa adalah mencintai kakak. Bahkan tanpa belajarpun, Killa bisa."
"Dan apa lo tahu, hal yang tersulit dalam hidup gue adalah____MENCINTAI KAMU." Del sengaja menggunakan kata kamu agar jawabnya dengan Killa terdengar sama.
"Kenapa jawaban kita sama untuk dua hal yang bertolak belakang?" Gumam Killa dalam hati.
Killa menghela nafas lalu tersenyum.
"Hanya sulitkan kak? bukan tidak mungkin. Itu artinya Killa masih ada harapan." Sekuat tenaga Killa berusaha menahan sesak didadanya. Dia tak mau sampai menangis.
Delmar melepaskan cekalan tangan Killa lalu memegang kedua pundak cewek itu.
"Berhenti berharap, atau lo akan sakit sendiri."
"Killa gak lemah kok kak. Killa yakin bisa kuat nahan sakit itu sampai kakak membalas cinta Killa."
"Sampai kapan? sampai kapan lo bisa kuat? Gimana kalau seumur hidup gue gak bisa cinta sama lo? Berhenti buang waktu lo buat hal yang percuma. Gue udah ada Laura, dan gue gak ada niatan buat gantiin posisi Laura dengan cewek manapun termasuk lo."
Benar, Killa hanya omong kosong, pura pura kuat. Sekarang aja air matanya udah mulai menetes. Gimana mau kuat, kalau ucapan Del sangat terang terangan seperti itu.
"Buka mata lo, ada banyak cowok diluar sana yang mungkin lebih baik dari gue. Yang bisa mencintai lo dengan tulus. Gue bukan cowok baik Kill. Inget, gue cowok yang udah merusak lo. Lebih baik benci gue daripada mencintai gue. Karena jujur, gue merasa terbebani dengan perasaan lo ke gue. Gue merasa menjadi cowok paling bamsat, udah merusak tapi gak bisa tanggung jawab dengan membalas perasaan lo."
Killa memegangi dadanya yang makin sesak. Air matanya bak air terjun yang sama sekali tak bisa dibendung. Terus mengalir tanpa bisa ditahan lagi.
"Maaf, maaf karena udah membebani kakak dengan perasaan Killa."
"Berhenti minta maaf sama gue Kill. Semakin sering lo minta maaf, semakin gue merasa bersalah." Del membuang pandangannya ke arah lain. Dia tak tega melihat Killa berurai air mata.
"Jangan siksa diri lo sendiri Kill. Jang___"
Tok tok tok
Suara ketukan pintu menghentikan ucapan Del. Killa buru buru menghapus air matanya dan ingin berdiri untuk membuka pintu.
"Biar gue aja." Del mendorong pelan tubuh Killa agar tetap duduk.
Ceklek.
"Ada apa?" Tanya Del saat melihat Dilan berdiri didepan kamarnya.
"Gue nyari Kak Killa. Ada perlu sebentar dengannya."
"Ada apa Dil?" Sahut Killa sambil berjalan menuju pintu.
"Dilan ada sesuatu buat kakak. Ikut ke bawah bentar yuk." Ucap Dilan dengan wajah berseri seri.
Killa mengangguk lalu mengikuti Dilan turun ke bawah dan berjalan menuju halaman belakang.
"Surprise." Teriak Cea sambil merentangkan tangannya ke arah sebuah gitar yang berdiri disamping meja.
"Buat Kak Killa." Ucap Dilan sambil menarik pergelangan tangan Killa ke arah tempat gitar itu.
"Beneran ini buat kakak?" Mata Killa membulat sempurna, seakan tak percaya. Dia kembali menagis. Tapi bukan tangis sedih seperti tadi, tapi tangis haru.
"Kak Dilan sengaja beliin gitar ini buat Kak Killa. Biar kak Killa makin rajin mengcover lagu dan mengupload di sosmed." Ujar Cea.
"Makasih banyak." Killa memeluk Dilan hingga cowok itu merasa canggung.
Ternyata Del memperhatikan interaksi itu walau dari jauh. Dia ikut turun karena penasan.
"Nyanyi yuk kak." Ajak Cea sambil menarik tangan Killa. "Duet sama kak Dilan. Cea bagian memvidioin aja." Cea mengeluarkan ponselnya dari saku hoodi yang dia pakai.
"Eh, kak Del, kesini dong. Yuk ikutan nyanyi." Cea melambaikan tangannya ke arah Del yang berdiri agak jauh dari sana.
"Gue sibuk, mau belajar." Del membalikkan badan dan berlalu pergi menuju kamarnya.
Sejenak Killa bisa melupakan kegalauannya dengan bernyanyi dan bermain gitar bersama Dilan dan Cea. Ternyata Dilan juga sudah menyiapkan keyboardnya, jadi mereka bisa collabs dengan alat musik yang lebih lengkap.
Waktu berjalan begitu cepat hingga tak terasa jam sudah menunjukkan pukul 11 malam. Cea yang sudah mengantuk minta ijin untuk tidur lebih dulu. Dan sekarang, tinggalah Killa dan Dilan berdua.
"Kakak udah ngantuk?" tanya Dilan dan hanya dijawab dengan gelengan kepala oleh Killa.
"Duduk disana Yuk kak." Dilan menujuk pinggiran kolam. Killa hanya mengangguk dan mengikuti langkah Dilan.
Dilan duduk ditepian kolam sambil menceburkan kakinya ke dalam kolam.
"Gak dingin?" Killa mengerutkan keningnya.
"Enggak, coba aja. Duduk sini kak." Dilan menepuk tempat kosong disisinya.
Killa duduk disebelah Dilan dan ikut menceburkan kakinya dikedalam kolam. Tubuh Killa seketika bergidik merasakan dinginnya air kolam. Dilan menyeringai karena berhasil mengerjai kakak iparnya.
"His, jahat banget sih, katanya gak dingin." Killa melotot sambil menepuk lengan Dilan. Dilan hanya terkekeh melihat Killa yang kedinginan.
"Kakak habis nangis?" Tanya Dilan tanpa menatap Killa. Pandangannya lurus kebawah, menatap kakinya dan kaki Killa yang menendang nendang air.
"Enggak kok."
"Enggak salah maksudnya?" Dilan menyeringai sambil menoleh ke arah Killa. "Kak Del nyakitin kakak?"
"Enggak." Killa menggeleng sambil melengkungkan senyum.
"Gak usah maksain senyum saat ingin nangis. Bahu Dilan siap kok jadi sandaran." Dilan menepuk bahunya sambil mengulum senyum yang terlihat begitu tulus.
"Kakak gak selemah itu kali." Sangkal Killa.
"Baguslah, jadi baju Dilan gak perlu basah basah menampung air mata kakak." Ujar Dilan sambil terkekeh.
Untuk beberapa saat mereka hanya diam. Yang terdengar hanya suara kecepakan air kolam akibat ulah kedua kaki remaja itu.
"Mencintai itu gak salah kak Dil?" Killa bertanya dengan tatapan mata tertuju pada tengah tengah kolam.
"Ya gak lah kak. Cinta itu sesuatu yang muncul secara tiba tiba dan gak bisa kita tolak."
"Tapi jika perasaan kita membebani orang lain? apa kita salah?"
"Huft, cinta memang rumit. Lebih rumit dari Matematika. 2 ditambah 2 sama dengan 4, dan hal itu tak akan berubah sampai kapanpun. Sedangkan cinta, dua orang yang hari ini saling mencintai, tidak ada jaminan besok atau lusa masih memiliki perasaan yang sama. Kita tak akan pernah tahu isi hati seseorang. Bahkan saat orang itu mengatakan mencintai kita, bisa saja dia berbohong. Cuma dia dan Tuhan yang tahu isi hatinya."
"Kak Del bilang, sesuatu yang paling sulit buat dia adalah mencintaku. Apakah mungkin besok atau lusa, dia bisa berubah mencintaiku?" Dada Killa terasa sesak saat mengingat ucapan Delmar tadi. Air matanya mulai menetes dan sesegera mungkin dia hapus.
"Kadang menangis bisa membuat kita lebih lega."
Ucapan Dilan membuat Killa makin ingin menangis. Ya, dia ingin mengurangi sesak didadanya dengan menangis.
"Tawaranku tadi masih berlaku."
Killa menggeser tubuhnya makin mendekat ke arah Dilan lalu menyandarkan kepalanya dibahu adik iparnya itu. Dia menangis dibahu Dilan tanpa peduli air matanya membuat kaos cowok itu basah.
"Sulit bukan berarti tidak mungkin. Kadang pertanyaan pertanyaan yang sulit, mempunyai jawaban yang sangat sederhana. Mungkin saja, apa yang Kak Del anggap sulit, ternyata sangat mudah."
Tanpa mereka sadari ada seseorang yang menatap mereka dari jauh.
"Lo bilang cinta sama gue, nyatanya kek gini kelakuan lo dibelakang gue." Delmar menarik ujung bibirnya lalu kembali kekamarnya.
🥹😭😭dada aq Thor sesak juga baca chapter ini
belajar dri sikapnya Del yg terdahulu, awalnya manis berakhir dengan kata2 yg bener2 GK masuk di akal saking sakitnya.