NovelToon NovelToon
Bukan Istri Kedua

Bukan Istri Kedua

Status: sedang berlangsung
Genre:Poligami / Lari Saat Hamil / Cinta Terlarang / Kehidupan Manis Setelah Patah Hati / Obsesi / Cinta Seiring Waktu
Popularitas:3.3k
Nilai: 5
Nama Author: Fitri Widia

Hidup tak berkecukupan, memaksakan Alana mengubur impiannya untuk berkuliah. Dia akhirnya ikut bekerja dengan sang ibu, menjadi asisten rumah tangga di sebuah rumah cukup mewah dekat dari rumahnya. Namun masalah bertubi-tubi datang dan mengancam kehidupan dirinya dan sang ibu. Dengan terpaksa dirinya menerima tawaran yang mengubah kehidupannya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Fitri Widia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Perasaan Alana

Alana datang menjenguk ibunya yang gagal bebas karena kejadian Marni. Gadis itu merasa bersalah, apalagi melihat wajah ibunya yang semakin lemah dan lusuh karena harus mendekam di penjara atas kesalahan yang tak di perbuatnya.

"Aku berjanji akan segera membebaskan ibu dari sini, setelah itu kita akan menjalani kehidupan baru," ucap Alana yang tak di gubris oleh ibunya.

"Pulanglah Alana, kau pasti lelah karena baru pulang dari pekerjaanmu."

"Bu... "

"Cukup antarkan makanan saja, tak perlu merepotkan dirimu seperti ini," ketus ibunya sambil berlalu pergi dari hadapan Alana. Wanita itu pun membaringkan tubuh di atas kasur bisa kecil dan memejamkan mata.

Dika hanya melihat saja dari kejauhan, seolah tahu apa yang di alami oleh Ira. Namun, dia tak mau mencampuri urusan yang tak berhubungan dengannya. Setidaknya gadis itu batal menikah dengan pak tua yang mengambil keuntungan dari kemalangan dari hidup seseorang.

Beberapa hari berlalu, Alana tak bisa lagi menemui ibunya karena permintaan Ira. Dika hanya bisa menyampaikan itu pada Alana tanpa tahu alasannya.

Alana tak mengerti dengan sikap sang ibu, namun sekarang dia tak ingin ambil pusing. Apalagi Bara sudah tak mengganggu hidupnya setelah kedatangan Marni. Gadis itu berharap pria tua itu tak lagi berhubungan dengan hidupnya.

"Hai," sapa Revan yang melihat Alana sedang melamun.

"Eh, Pak Revan," jawab Alana yang agak terkejut karena dia sedang melamun saat bekerja. Pelanggan yang datang tak banyak, jadi Alana dan rekannya cukup santai. Gadis itu pun berpura-pura merapikan tempat resepsionis agar tak terlihat berleha-leha.

"Santai saja, lagipula tak ada pelanggan. Malam ini apa kau sibuk?"

Alana menggelengkan kepala, lalu mengambil sapu yang ada di gudang. Diam-diam Revan mengikutinya, refleks tangannya menangkap tubuh Alana yang terpeleset karena menginjak tutup bekas cangkir kopi.

"Kau tidak apa-apa?" Tanya Revan yang berhasil merengkuh tubuh Alana. Gadis itu tak berbicara sepatah katapun, tatapan Revan membuat gadis itu seolah tenggelam ke dalam kolam berwarna coklat.

Revan kemudian tersenyum, memalingkan wajahnya yang bersemu karena salah tingkah. Begitu pun Alana yang ikut salah tingkah karena tak sadar menatap pria itu terlalu lama.

"Lain kali hati-hati, dan lihat apa yang kau injak," ucapnya tak berani menatap wajah gadis itu.

"Aku hanya menganggapnya adik, tak lebih," gumamnya mencoba melawan perasaan yang seharusnya tak tumbuh.

Begitupun Alana, yang sadar jika antara dirinya dan Revan mempunyai jarak yang jauh terlebih lagi status sosial mereka.

Malam hari tiba, salon tutup dan semua pegawainya telah pulang kecuali Alana yang tinggal di sana.

Gadis itu mulai merapikan salon, dan mematikan lampu agar biaya listrik tak banyak.

"Aku bantu," ucap Revan yang belum pulang dari tempat itu.

"Ah iya, Terima kasih."

Keduanya pun saling membantu, merapikan dan menutup salon. Tanpa sadar tangan mereka saling menggenggam saat keduanya mencoba mengunci pintu.

"Bagaimana kalau kita menghabiskan waktu berdua, sebentar saja."

Keduanya sampai di pusat kota, Alana turun dari mobil berbarengan dengan Revan. Pria itu mengajak Alana ke tempat jajanan pinggir jalan yang selalu di penuhi pengunjung.

"Pilih jajanan sepuasmu," tawar Revan yang membuat Alana menggelengkan kepala.

"Aku tak terbiasa jajan banyak. Jadinya bingung kalau Pak Revan memintaku memilih sepuasnya."

"Kalau begitu pilih saja semuanya!"

•••

Aravind terlihat duduk di kursi foodcourt sambil memainkan ponselnya, di mejanya terdapat beberapa tas belanja yang sepertinya milik sang istri.

Namun, pandangannya tertuju pada seorang pria yang sedang membawa makanan pada meja seberang miliknya.

"Revan!" Panggilnya yang membuat Revan menoleh padanya.

"Aravind, wah suatu kejutan bertemu denganmu yang introvert di tempat seperti ini."

"Seperti biasa, menemani istri belanja. Apapun untuk istriku akan kulakukan," ucap Aravind yang membuat Revan tercengang.

"Kau sudah menikah? Wah, selamat. Bagaimana bisa aku tak mendengar kabar itu?"

"Intimate wedding, dan istriku juga tak ingin semua di umbar di sosial media."

Revan menganggukan kepalanya, lalu Aravind berpamitan padanya karena mendapat pesan dari Jeselyn. Dari kejauhan Jeselyn seperti bersembunyi dari Aravind yang sedang berbincang dengan Revan. Bahkan wanita itu tak berani menghampiri keduanya, dan meminta Aravind menghampirinya di depan toilet mall.

Sementara itu, Alana yang juga baru keluar dari toilet, melihat Aravind dan Jeselyn dari kejauhan yang sedang berjalan berdampingan menuju luar mall. Tampak serasi dan membuat Alana ingin segera memiliki pasangan hidup.

Gadis itu pun berjalan menuju tempat Revan. Pria itu melambaikan tangan menunjukan posisinya pada Alana.

"Cobalah ini," tawar Revan menyodorkan semangkuk mie seafood yang sengaja dia pesan untuk Alana.

Gadis itu dengan senang hati menyantap makanan yang di tawarkan untuknya. Baginya, makanan enak adalah obat bagi hati dan juga jiwa. Dirinya bisa menolak apapun kecuali makanan.

"Ini sangat enak," ucap Alana dengan mulut penuh.

"Mulut penuh jangan bicara, dasar bocah!"

"Aku bukan bocah, aku sudah 19 tahun dan punya ID Card. Jadi aku sudah legal," jawab Alana yang membuat Revan tersedak.

"Legal? Ya, kau sudah legal. Tapi karena usiamu terpaut jauh denganku, ku tetap anggap kau anak kecil."

Alana tersenyum mendengar ocehan Revan, dia tak menyangka jika hubungannya dengan sang atasan akan sedekat ini.

"Aku penasaran, apa yang membuat Pak Revan begitu baik padaku?" Tanya Alana penasaran.

Revan menelan makananannya, lalu meneguk air dan mengelap sudut bibir dengan serbet. Pria itu mulai mengatakan alasan di balik kebaikannya pada Alana.

"Aku merasa kita senasib. Hidupku yang sebatang kara membuatku merasakan kesulitan dan kesepian tanpa ibu. Aku hanya ingin kau tak merasakan apa yang kurasa," jawab Revan yang membuat Alana tersentuh.

Matanya menatap wajah tampan pria di hadapannya. Pria yang nyaris sempurna dan tanpa cela itu, dengan kerendahan hati mau dekat dengan gadis miskin yang keluarganya bahkan tak jelas sepertinya.

"Terima kasih, tapi perhatianmu bisa membuatku salah paham. Bagaimana kalau semua kebaikan Pak Revan malah menjadi keserakahan bagiku? Bagaimana jika aku ingin hubungan ini lebih dari sekedar atasan dan bawahan?"

Revan ternganga mendengar penuturan Alana yang tanpa sadar terucap dari mulutnya. Kalimat yang seharusnya dia simpan di hati, malah terucap mengikuti kata otak.

Pria itu tiba-tiba menggenggam tangan mungil Alana, sambil menganggukan kepala. Seolah memberi harapan pada gadis miskin yang harusnya hidup dalam batasan.

Dalam perjalanan pulang, tangan Revan tak sesekali menggenggam tangan Alana. Dia mengisyaratkan bahwa perasaan yang dimilikinya bukan sekedar rasa kasihan. Seakan semua yang di rasakan Alana tervalidasi atas sikap yang Revan tunjukan malam ini.

"Sebentar," ucapnya menahan Alana yang baru turun dari mobil.

Revan ikut turun dari mobilnya lalu mengantar gadis itu ke depan pintu mess.

"Aku akan pergi setelah kau mengunci tempat ini," ucap Revan yang tak ingin meninggalkan Alana dalam kekhawatirannya. Di rasa Alana dalam keadaan aman, Revan pun pergi meninggalkannya.

Dalam perjalanan pulang, kedua sudut bibirnya terus terangkat. Tanpa di sangka jika gadis yang dia anggap adik kecil, membuatnya berdebar hebat. Anggapannya sebagai adik kecil hanya sebuah sangkalan, atas perasaan yang sebenarnya sudah tumbuh di awal perjumpaan.

1
Randa kencana
Ceritanya sangat menarik
Fitri Widia: Terima kasih 🥺🙏
total 1 replies
partini
waduh waduh imbalannya tempik
partini
ibunya lagi main kah
partini
good
Fitri Widia: terimakasih 😊
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!