Naomi harus menjalani hari-harinya sebagai sekretaris di perusahaan ternama. Tugasnya tak hanya mengurus jadwal dan keperluan sang CEO yang terkenal dingin dan arogan yang disegani sekaligus ditakuti seantero kantor.
Xander Federick. Nama itu bagai mantra yang menggetarkan Naomi. Ketampanan, tatapan matanya yang tajam, dan aura kekuasaan yang menguar darinya mampu membuat Naomi gugup sekaligus penasaran.
Naomi berusaha keras untuk bersikap profesional, menepis debaran aneh yang selalu muncul setiap kali berinteraksi dengan bosnya itu.
Sementara bagi Xander sendiri, kehadiran Naomi di setiap harinya perlahan menjadi candu yang sulit dihindari.
Akan seperti apa kisah mereka selanjutnya? Mari langsung baca!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Senja, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab. 15 Cium4n Pertama
Setelah mencoba menenangkan diri di pantry, mencuci muka beberapa kali, dan mengambil napas dalam-dalam, Naomi memutuskan untuk kembali ke ruangannya
Naomi melangkah dengan hati-hati, ia mengendap seolah takut membuat suara sekecil apa pun. Ia bahkan berjinjit agar hak sepatunya tidak beradu dengan lantai marmer.
Dia berharap bisa kembali ke mejanya tanpa menarik perhatian siapapun.
Namun, harapannya pupus begitu ia sampai di ambang pintu. Xander sudah berdiri di sana, menyandarkan tubuhnya di pintu, dengan tangan terlipat di dada.
Tatapannya lurus, seolah sudah tahu bahwa Naomi akan kembali.
“Darimana saja kamu” tanya Xander, suaranya terdengar dingin dan menuntut. “Kenapa baru kembali?” Alisnya terangkat, menandakan ia tidak suka dengan kepergian Naomi.
Naomi tersentak, sedikit terkejut dengan kehadiran Xander yang seolah sudah menunggunya. Dia menundukkan kepalanya, menghindari tatapan tajam pria itu.
“Maafkan saya, Tuan. Saya hanya ingin memberikan waktu pada kalian untuk berduaan,” Jawab Naomi, bibirnya membentuk senyum kikuk yang dipaksakan.
Mendengar itu, Xander melotot ke arah Naomi. Matanya memancarkan kekesalan yang mendalam.
Benar dugaannya, gadis itu sudah salah paham. Dia menghela nafas kasar, seolah tak percaya betapa naif nya pemikiran Naomi.
“Tenang saja, Tuan. Saya tidak akan memberitahu pada siapapun.” Naomi melangkah mendekati Xander, suaranya merendah menjadi bisikan. Dia bahkan berjinjit sedikit agar bisa lebih dekat ke telinga Xander.
“Anggap saja saya tidak melihat apa yang kalian berdua lakukan. Saya akan kembali ke meja saya sekarang.” Ia memutar tubuhnya, hendak melangkah masuk.
“Tunggu!” Xander dengan sigap meraih tangan Naomi, menghentikan langkahnya. “Hubunganku dan James tidak seperti yang kamu lihat!” ujarnya, nadanya sedikit lebih tinggi.
Naomi mengerjap, menoleh kembali ke arah Xander. “Saya sangat mengerti, Tuan. Saya bisa menjaga rahasia kok. Saya bukan tipe orang yang suka menggosip. Saya pastikan, semuanya aman sentosa!”
Frustasi Xander mencapai puncaknya. Entah dorongan apa yang membimbingnya, dia tiba-tiba menarik pinggang Naomi, membuat tubuh gadis itu menabrak tubuhnya.
Tubuh Naomi menegang, terkejut dengan sentuhan yang tiba-tiba dan tak terduga itu. Netra mereka bertemu, saling menatap dalam.
Mata Xander memancarkan sesuatu yang sulit dibaca, namun cukup untuk membuat jantung Naomi berdebar kencang.
“Andaikan saja dia tidak belok, aku pasti akan—” Pikiran Naomi terpotong begitu saja. Seketika, matanya membelalak kaget saat sebuah benda kenyal nan lembut menempel di bibirnya.
Sensasi aneh menjalar ke seluruh tubuhnya. Jantungnya berdebar tak karuan, bergemuruh seperti genderang perang di dalam dadanya.
Ya, Xander menciumnya.
Ciuman yang awalnya biasa saja, seperti kecupan singkat, kini berubah menjadi lebih menuntut. Bibir Xander bergerak lebih dalam, menekan bibir Naomi dengan hasrat yang jelas.
Dan sialnya, Naomi malah terbuai, tubuhnya lemas tak bertenaga. Ia merasa semua sistem sarafnya mati rasa. Ia bahkan menikmati ciuman itu, otaknya seolah berhenti berfungsi.
“Emph!” Naomi mencoba memukul dada Xander, namun tangannya terasa begitu ringan, nyaris tak bertenaga. Dia ingin menghentikan ini, dia tahu ini salah, tapi tubuhnya tidak mau patuh.
Xander sendiri tak peduli dengan perlawanan kecil itu. Ia masih terus membungkam bibir gadis itu, ciumannya semakin dalam, semakin memabukkan.
“T-tuan, lepas…” ucap Naomi, suaranya teredam di sela ciuman mereka. Ia berusaha mendorong, namun cengkeraman Xander pada pinggangnya terlalu kuat.
Xander malah mencengkeram erat kedua tangan Naomi, menahannya agar tak bergerak.
“Kenapa? Tidak suka?” Xander melepaskan ciumannya, namun hanya untuk menundukkan kepalanya. Dia membenamkan wajahnya ke leher Naomi.
Napas hangatnya menyapu kulit sensitif gadis itu, membuat Naomi menggigil.
“Kumohon hentikan... Saya hanya ingin memastikan, ah…” Lenguh Naomi saat li dah Xander membelai kulit lehernya, memberikan sensasi geli yang aneh sekaligus memabukkan.
Sentuhan itu turun, bibir Xander menyusuri tulang selangka Naomi. Dan entah sejak kapan, dua kancing kemeja Naomi sudah terlepas dari tempatnya, memperlihatkan sedikit kulit da danya yang putih mulus.
“Apa yang ingin kamu katakan, hm?” Bisik Xander, suaranya serak dan berat, dipenuhi has rat.
Sentuhan itu turun semakin rendah, dan kini Xander membenamkan wajahnya di dada Naomi, nafasnya terasa panas di sana.
“Ini tidak benar, Tuan!” ucap Naomi, ia merasakan sesuatu menusuk perutnya di bawah sana, sebuah sensasi yang asing. Tubuhnya bergetar, antara takut dan geli yang tak diinginkan.
Xander tak menghiraukan ucapan gadis itu. Tangannya menelusup masuk ke punggung Naomi, jemarinya membelai kulit lembut di sana, bergerak naik-turun dengan perlahan namun pasti.
“Apa anda punya kelainan ganda?” tanya Naomi, sebuah ide gila melintas di kepalanya. “Dimana anda menyukai lelaki sekaligus wanita secara bersamaan?”
What?
Seketika, pertanyaan itu bagai guyuran air dingin. Xander yang tadinya terbakar has rat, seketika membeku.
Xander Junior yang sedang tegang-tegangnya, langsung menciut, seolah malu dengan pertanyaan telak itu.
“Fuck!!!!” maki Xander dalam hatinya, kemudian sedikit menjauh dari Naomi, ekspresi terkejut dan sedikit kesal terpancar di wajahnya.
Xander menatap Naomi dengan mata memicing, tak percaya dengan apa yang baru saja dia dengar.