Sebelum ada bintang, sebelum Bumi terbentuk, dia sudah ada.
Makhluk abadi tanpa nama, yang telah hidup melewati kelahiran galaksi dan kehancuran peradaban. Setelah miliaran tahun mengembara di jagat raya, ia memilih menetap di satu tempat kecil bernama Bumi — hanya untuk mengamati makhluk fana berkembang… lalu punah… lalu berkembang lagi.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ahmad Taufik, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Keraguan Leng Yuran
Di dalam perut pesawat militer, suara mesin yang bergetar lembut menjadi latar dari suasana hening dan tegang. Kursi-kursi logam berjajar di kedua sisi, para anggota pasukan elit duduk mengenakan sabuk pengaman, lengkap dengan perlengkapan tempur modern dan senjata di pangkuan mereka. Lampu merah menyala redup, menandakan pesawat masih dalam fase lepas landas.
Di hadapan mereka, seorang wanita berdiri tegak dengan penuh wibawa. Seragam tempurnya terpasang rapi, rambut panjangnya diikat kencang, dan sorot matanya tajam bagaikan pisau. Kapten Leng Yuran — anak jenderal dan salah satu perwira termuda di Divisi Naga Hitam — dikenal luas karena dedikasinya, ketegasan, dan prestasi tempurnya di usia muda.
“Dengarkan baik-baik,” ucapnya dingin namun jelas. “Misi dibagi dalam tiga tim. Tim Satu bertugas mengamankan perimeter. Tim Tiga menjadi cadangan taktis di belakang. Tim Dua adalah inti infiltrasi — kalian masuk ke dalam kompleks utama, netralkan target, dan pastikan data rahasia yang kita kejar tidak sempat dimusnahkan.”
Semua kepala mengangguk. Tatapan mereka serius, fokus. Sebagian besar adalah prajurit terlatih yang telah melewati neraka pelatihan dan medan perang berkali-kali.
Namun, di sudut belakang kabin, satu sosok tidak memberikan reaksi apa pun.
Alex Chu.
Duduk menyender pada dinding pesawat, kepala miring sedikit ke samping, mata tertutup rapat. Seolah-olah yang sedang dibicarakan bukan dirinya. Seolah misi hidup-mati yang dipaparkan hanya semacam dongeng tidur yang membosankan.
Kapten Leng Yuran melirik ke arahnya. Alisnya mengernyit.
Dia telah diberi briefing sebelumnya — bahwa orang ini akan masuk sebagai bagian dari timnya. Tapi tidak satu pun dari informasi itu menjelaskan kenapa pria itu terlihat… seperti bukan bagian dari dunia ini.
Diam. Tidak hormat. Tidak mencatat. Bahkan tidak membuka mata ketika instruksi dibacakan.
Ia mengetuk lantai dengan sepatu tempurnya dan menatap lurus ke arah Alex. Suaranya tajam, seperti cambuk.
> “Hey, kamu. Bersikaplah serius. Ini bukan ruang santai.”
Tak ada reaksi.
Tak ada gerakan sekecil apa pun dari tubuh Alex Chu. Tidak membuka mata, tidak mengangkat kepala. Nafasnya tetap pelan, ritmis. Seolah-olah teguran itu hanyalah angin sepoi lewat.
Beberapa prajurit yang duduk di sekitarnya menoleh, menunggu respon. Bahkan beberapa yang belum pernah melihat Alex sebelumnya mulai meragukan, siapa sebenarnya orang ini? Apa dia tidak paham betapa pentingnya misi ini? Atau dia hanya seorang pembeban yang disisipkan karena koneksi di atas?
Kapten Leng menggertakkan giginya. Ia tidak terbiasa diabaikan. Terlebih lagi, oleh seseorang yang tampaknya tak jauh berbeda usia darinya. Dan ia tidak pernah menyukai sikap sembrono.
Namun…
Sebelum ia melangkah lebih jauh, seorang letnan berpengalaman yang duduk tak jauh menyentuh lengannya pelan dan berbisik, “Kapten… mungkin biarkan saja. kita harus percaya penilaian Jenderal zhang”
Leng Yuran menoleh tajam. “Aku tahu siapa dia. Tapi sikap seperti itu—” semakin meragukan bahwa dia bukan prajurit misterius yang di ceritakan ayah, dengan umur dan wajah seputih itu pasti bukan dia"
“Bukan itu maksudku,” potong si letnan pelan. “tapi kita harus tenang, sudahlah.
Leng Yuran terdiam sejenak. Hatinya masih mengeras, rasa jengkelnya belum reda. Tapi… tatapannya kembali mengarah pada Alex Chu. Sekilas, wajah itu — begitu muda, tenang, dan nyaris tanpa ekspresi — tak menggambarkan apa-apa.
Namun justru karena itu… membuatnya semakin aneh.
Dia tahu nama Alex Chu. Siapa yang tidak? Dari kecil ia sering mendengar cerita tentang "bayangan tak dikenal" yang menyelamatkan unit militer dari kepungan musuh dalam satu malam, tentang “hantu tak terlihat” yang menyelinap ke pangkalan musuh dan membawa pulang data rahasia ketika semua pasukan telah gagal. Nama itu… disebut-sebut bahkan sebelum ia masuk akademi militer.
Tapi orang itu kini duduk di hadapannya. Diam, muda, tidak seperti legenda sama sekali.
Dan itulah yang membuat pikirannya… tak tenang.
Akhirnya, tanpa berkata apa-apa lagi, Leng Yuran kembali melanjutkan briefing. Namun nada suaranya sedikit berubah — tidak selembut sebelumnya, tapi juga tidak setegas tadi. Ada campuran amarah yang ditahan dan rasa ingin tahu yang belum terjawab.
Dan di sudut pesawat, Alex Chu tetap memejamkan mata. Tenang. Hening. Dunia di sekitarnya seolah tidak ada.
Namun satu hal yang tidak disadari oleh siapa pun di sana:
> Dia telah mendengar semuanya.