Seorang gadis muda yang memilih untuk mengakhiri hidupnya dengan terjun ke dalam laut lepas. Tetapi, alih-alih meninggal dengan damai, dia malah bereinkarnasi ke dalam tubuh putri buangan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nfzx25r, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Sembuh
Siluman kecil itu mengendus tubuh Putri Minghua, membuat Sanghyun merasa geram. Ia segera meraih kerah baju siluman itu dan mengangkatnya dengan kasar.
"Apa yang akan kau lakukan padanya, hah, siluman kecil?" tanyanya dengan nada tajam penuh kemarahan.
Siluman itu justru menatapnya polos. "Kau siapa?" tanyanya polos, matanya yang merah menyala menatap Sanghyun, warna yang sama dengan mata Sanghyun sendiri.
"Seharusnya aku yang bertanya. Siapa kau sebenarnya? Kenapa wajahmu begitu mirip dengannya?" tanya Sanghyun sambil menyipitkan mata, menatapnya tajam penuh curiga.
Ketegangan di antara mereka seketika buyar saat terdengar suara lemah dari ranjang.
"Sanghyun..." panggil Putri Minghua lirih.
Tanpa pikir panjang, Sanghyun segera menurunkan siluman kecil itu ke atas kasur. Matanya tetap waspada, menatap siluman itu tajam seolah memperingatkan agar tidak mengganggu.
"Aku di sini," ujarnya lembut sambil kembali menggenggam tangan Putri Minghua dengan penuh kasih.
"Sanghyun, kenapa kamu ada di sini?" tanya Putri Minghua dengan suara yang begitu lirih, hampir tak terdengar di antara keheningan ruangan.
"Aku menunggumu bangun," jawabnya pelan, nyaris berbisik. "Sejak kemarin kau tak juga membuka mata. Aku takut kau tak akan pernah bangun lagi..." ucapnya, suaranya pecah di akhir kalimat, menunjukkan kepedulian yang tak mampu ia sembunyikan.
Putri Minghua perlahan mengangkat tangannya, menyentuh pipi Sanghyun dengan sentuhan lembut. Senyum tipis menghiasi wajah pucatnya, seolah ingin menghapus semua kekhawatiran yang ada.
"Terima kasih karena telah menungguku..." bisiknya tulus. Namun ekspresi di wajahnya perlahan berubah, matanya menyiratkan ketakutan yang tiba-tiba menyeruak.
"Tapi... apa tidak ada yang akan memergokimu jika kamu tetap di sini?" tanyanya, suara cemas menggetarkan kata-katanya.
Sanghyun menatapnya dalam, seolah ingin meyakinkan gadis itu bahwa tidak ada satu pun bahaya yang bisa menyentuhnya.
"Tenang saja," ucapnya lembut, suaranya dalam dan mantap. "Aku bisa mengendalikan semuanya."
Dan hanya dengan kalimat sederhana itu, Putri Minghua merasa seluruh ketakutan yang menggantung di dadanya perlahan sirna, digantikan oleh rasa hangat dan aman yang tak bisa ia jelaskan.
Putri Minghua berusaha mendudukkan dirinya dengan susah payah, tubuhnya masih lemah dan gemetar. Melihat itu, Sanghyun segera sigap membantunya duduk.
“Kau mau ke mana?” tanyanya pelan, penuh perhatian.
Putri Minghua memegangi lengan Sanghyun untuk menyeimbangkan tubuhnya, lalu mencoba berdiri meski dengan langkah goyah. “Aku ingin ke kamar mandi,” jawabnya lirih, wajahnya menahan rasa tidak nyaman.
Tanpa menunggu jawaban lebih lanjut, Sanghyun langsung mengangkat tubuh Putri Minghua dalam gendongannya. Langkahnya hati-hati, seolah sedang membawa sesuatu yang sangat berharga. Ia mengantarkannya menuju kamar mandi, memperlakukannya persis seperti seorang suami yang penuh kasih sedang menjaga istrinya yang sakit.
Tiba-tiba, siluman kecil itu menghampiri Sanghyun dari samping. Ia menarik ujung celana Sanghyun pelan, seakan mencari perhatian. Tatapan matanya yang indah menatap Sanghyun dengan penuh rasa ingin tahu, seperti bertanya-tanya siapa sebenarnya pria itu yang begitu perhatian pada Putri Minghua.
Sanghyun tidak menghiraukannya sama sekali. Sebenarnya, ia merasa sangat tidak nyaman dengan kehadiran siluman kecil yang tiba-tiba muncul dan terus mengganggu Putri Minghua.
Begitu Putri Minghua selesai, Sanghyun segera menggendongnya kembali dan membaringkannya di atas kasur dengan hati-hati, memastikan tubuh gadis itu tetap nyaman.
Namun, siluman kecil itu masih terus menempel di celana Sanghyun, enggan melepaskan genggamannya seolah tak ingin jauh darinya.
“Aku baru sadar kalau kalian itu sedikit mirip,” ucap Putri Minghua tiba-tiba. Tatapannya berpindah-pindah dari wajah Sanghyun ke siluman kecil itu, sementara senyum kecil muncul di wajahnya yang pucat.
"Tidak!" sangkal Sanghyun dengan tegas. Raut wajahnya menunjukkan ketidaksenangan yang jelas, seolah merasa sangat tersinggung disamakan dengan orang lain. "Dia yang meniruku, bukan sebaliknya," tambahnya dengan nada dingin.
Putri Minghua tertawa pelan, menatap Sanghyun dengan mata yang berbinar. "Sepertinya dia memang sedikit cocok jika menjadi anakmu," godanya sambil menahan tawa.
Tiba-tiba, pintu kamar terbuka dan Mei masuk dengan langkah tergesa. Begitu melihat Putri Minghua duduk sadar, wajahnya langsung berseri. "Nona!" serunya bahagia.
Tanpa pikir panjang, Mei segera berlari dan memeluk Putri Minghua erat-erat. Tangisnya pecah di pelukan itu, air mata mengalir deras di pipinya. Seolah harapan yang sempat padam kini menyala kembali dengan terang.
"Bagaimana keadaan Nona? Apakah ada yang sakit atau terasa tidak nyaman?" tanya Mei cemas. Wajahnya tampak benar-benar khawatir, matanya tak henti meneliti kondisi Putri Minghua.
Putri Minghua menggeleng pelan sambil tersenyum tipis. "Tidak ada, aku sudah merasa jauh lebih baik sekarang," ucapnya, berusaha menenangkan.
"Aku akan memanggil tabib kekaisaran," ujar Mei, hendak bangkit dari duduknya.
Namun, tangan Mei segera ditahan lembut oleh Putri Minghua. "Besok saja ya, sekarang sudah malam," pintanya pelan sambil menarik Mei agar tetap duduk di sampingnya.
"Baiklah... Saya akan menemani Nona malam ini," jawab Mei dengan lega dan senang, lalu segera duduk di tepi ranjang.
Sementara itu, Sanghyun dan siluman kecil itu hanya bisa menatap percakapan hangat antara Putri Minghua dan Mei. Mereka tampak seperti terlempar keluar dari momen itu dan hanya bisa memperhatikan tanpa diajak sedikit pun.
Akhirnya, Sanghyun memutuskan untuk pergi. Dalam benaknya, kehadirannya sudah tak dibutuhkan lagi.
"Ada urusan yang harus aku selesaikan," ucapnya datar.
Namun, tak seorang pun menanggapi. Suara itu seakan menguap begitu saja di udara.
Putri Minghua dan Mei masih larut dalam perbincangan hangat yang diiringi tawa ringan, begitu alami dan menyenangkan. Pemandangan itu membuat dada Sanghyun terasa sesak. Ia benar-benar marah, tapi memilih bungkam, menelan kemarahannya sendiri.
Ia berdiri di ambang pintu, menunggu, berharap Putri Minghua akan menyadari kepergiannya, menahannya, atau setidaknya menoleh sejenak. Tapi yang ia dapatkan hanyalah punggung yang sibuk, bahu yang berguncang pelan karena tawa, dan suara yang tak pernah memanggil namanya.
Akhirnya, ia melangkah pergi. Dengan hati yang terasa berat, ia meninggalkan ruangan itu dalam senyap, membawa perasaan tak terlihat dan diabaikan.
Di sudut ruangan, siluman kecil hanya menatap kepergian Sanghyun dari kejauhan. Wajahnya yang polos menampilkan kebingungan, seolah bertanya-tanya dalam diam: ada apa sebenarnya?
Matanya berpindah-pindah, bergantian menatap Sanghyun dan Putri Minghua. Namun tetap saja, dunia orang dewasa terlalu rumit untuk dimengerti olehnya.
Ia mendekati Putri Minghua yang tengah duduk di atas ranjang, lalu tanpa ragu memanjat dan duduk tepat di atas pahanya, seolah tempat itu adalah posisi ternyaman baginya.
Putri Minghua tidak menunjukkan keberatan sedikit pun. Sebaliknya, ia justru tersenyum lembut dan membiarkannya tetap di sana, menerima kehadiran siluman kecil itu dengan penuh kehangatan.