NovelToon NovelToon
Lentera Jelita

Lentera Jelita

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Anak Genius / Kehidupan Manis Setelah Patah Hati / Dokter Genius / Romansa / Penyelamat
Popularitas:730
Nilai: 5
Nama Author: Alfianita

Meminta Jodoh Di Jabal Rahmah?
Bertemu Jodoh Di Kota Jakarta?


Ahtar Fauzan Atmajaya tidak menyangka jika ia akan jatuh cinta pada seorang wanita yang hanya ia temui di dalam mimpinya saja.


“Saya tidak hanya sekedar memberi alasan, melainkan kenyataan. Hati saya merasa yakin jika Anda tak lain adalah jodoh saya.”


“Atas dasar apa hati Anda merasa yakin, Tuan? Sedangkan kita baru saja bertemu. Bahkan kita pun berbeda... jauh berbeda. Islam Agama Anda dan Kristen agama saya.”

Ahtar tersenyum, lalu...

“Biarkan takdir yang menjalankan perannya. Biarkan do'a yang berperang di langit. Dan jika nama saya bersanding dengan nama Anda di lauhul mahfudz-Nya, lantas kita bisa apa?”


Seketika perempuan itu tak menyangka dengan jawaban Ahtar. Tapi, kira-kira apa yang membuat Ahtar benar-benar merasa yakin? Lalu bagaimana kisah mereka selanjutnya? Akankah mereka bisa bersatu?


#1Dokter
#1goodboy
#hijrah
#Religi

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Alfianita, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Siapa Namamu Bidadari?

...Tolong jangan pergi! Tolong! Ana uhibbuki fillah... ...

...****************...

Di dalam ruangan bernuansa putih itu Bunda Khadijah, Abi Yulian dan Hafizha berdiri di sisi brankar. Dilihatnya Akhtar yang masih terpejam rapat, tapi mereka sekilas mendengar suara Akhtar dengan lirih. Nyaris tak terdengar, karena suara itu telah kalah dengan suara bedside monitor.

"Apa tadi katanya? Ana uhibbuki fillah? Dia bilang sama siapa?" tanya Abi Yulian dengan alis saling bertaut. Sekadar memastikan indra pendengarannya tak salah menangkap.

Namun, Hafizha dan Bunda Khadijah hanya mengedikkan bahu, karena mereka juga kurang jelas mendengar suara Akhtar yang samar.

Tatapan sendu terlihat jelas dari mata Bunda Khadijah saat melihat wajah pucat Akhtar. "Tadi... Akhtar sudah sempat sadar, atau memang di bawah alam sadarnya yang membuatnya mengigau, ya, Hubby?" tanya Bunda Khadijah seraya menatap Abi Yulian.

Abi Yulian yang berdiri di sisi Bunda Khadijah memejamkan mata sejenak, seakan mencoba mengingat sesuatu.

“Tadi sih belum, Neng. Tapi, kok ada yang aneh ya, rasanya, " jawab Abi Yulian sambil mengalihkan pandangannya ke sekitar. "Apa waktu Hubby keluar tadi ya, mungkin Akhtar sempat sadar. Terus ada perempuan yang masuk, lalu... Akhtar mengira kalau itu—"

"Bidadari. Itu maksud Abi?" sahut Hafizha dengan menunjuk Abi Yulian. Gadis itu berdiri di depan Abinya.

"Mungkin..." jawab Abi Yulian sembari mengedikkan bahunya.

"Ha..., ha..., ha...," Hafizha sontak saja tertawa. "Mana ada begitu sih, Bi. Tapi aku rasa... Saat ini Bang Akhtar hanya mengigau saja, karena pengaruh obat bius mungkin. Tak usah berpikir macam-macam, deh!” Hafizha menggeleng-geleng saja melihat tingkah Abinya yang sungguh absurd.

"Iya nih, Hubby. Masih ngantuk kali, jadinya begitu. Tidak fokus." Mata Bunda Khadijah menyipit, menatap Abi Yulian dengan tatapan yang seakan mengintimidasi.

Ruangan bernuansa putih itu kembali hening. Hanya terdengar suara bedside monitor yang berbunyi lirih memantau kestabilan pasien.

Hafizha memutuskan untuk duduk di kursi sisi brankar, sedangkan Bunda Khadijah dan Abi Yulian keluar sebentar, mereka mau menemui om Tristan dan tante Arumi yang sudah menunggu di lobi rumah sakit.

Hafizha tersenyum tipis, mencoba menghibur diri agar Akhtar tidak tahu jika kesedihan masih menyelimuti hatinya. Bangga, iya. Tapi Hafizha juga takut kehilangan Akhtar yang sangat dekat dengannya.

"Bang, sadar dong!” oceh Hafizha lirih sembari menatap Akhtar yang terlihat pucat dan lelah. “Aku sudah tidak sabar mau cerita banyak sama Bang Akhtar loh, terutama tentang kak Zuena yang super keren." Dalam hatinya ingin sekali kembali bertemu dengan Zuena.

Namun, Hafizha tidak tahu kapan itu akan terjadi lagi. Sedangkan dia sendiri juga tidak tahu di mana tempat tinggal Zuena.

"Bang, aku sangat khawatir sama kondisi Abang. Semoga Abang segera sadar ya," bisiknya pelan sambil menggenggam tangan Akhtar yang sedang tidak diinfus.

“Lusa... Aku harus kembali ke asrama, Bang. Aku harap Bang Akhtar sudah sembuh. Aku benar-benar minta maaf karena kesalahanku Bang Akhtar jadi korban mereka.” Hafizha menunduk, menyembunyikan air mata yang hampir melesak.

Ingatan malam itu seakan kembali menghimpit dada. Hafizha menarik napas dalam, lalu dihembuskan perlahan agar sesak itu perlahan menghilang.

Kring... Kring...

Om Abdullah, itulah nama kontak yang tertera di layar ponsel Hafizha seraya nada dering yang mengalun. Hafizha tidak segera mengangkat panggilan itu, dia berusaha untuk menenangkan hatinya sebentar.

'Ada apa Om Abdullah menelepon ya? Apa ada sesuatu yang penting?' gumam Hafizha sembari mengernyitkan keningnya.

Hingga akhirnya panggilan itu pun diterima. Hafizha takut ada hal penting yang ingin disampaikan, sekaligus takut kualat pada orang yang lebih tua karena mengabaikan.

“Halo, assalamualaikum, Om. Ada apa ya?” tanya Hafizha pada akhirnya.

“Waalaikumussalam. Tidak, hanya saja Om mau bilang kalau Om mau pulang dulu sebentar. Nanti kalau sudah mau pulang telepon saja Om.” Meskipun hanya sahabat dan berprofesi sopir di keluarga Abi Yulian, tetapi mereka menganggap Om Abdullah sebagai keluarga dekat.

“Baik, siap! Om.” Hafizha mengubah nada suaranya lebih ceria.

Tak lama obrolan telah berakhir, Hafizha kembali fokus menunggu Akhtar sadar. Kurang lebih dua menit saat Hafizha kembali menatap Akhtar, pintu ruangan itu terbuka, Abi Yulian masuk bersama rombongan.

“Assalamu'alaikum...” Om Tristan mengucap salam bersamaan dengan tante Arumi.

“Waalaikumussalam...” Hafizha menjawab seraya menoleh ke arah pintu.

‘Mbak Humaira...kenapa dia tak ikut ya? Kok bisa ya?' gumam Hafizha penuh dengan curiga.

Karena Hafizha tahu bagaimana sosok Humaira yang menyimpan rasa suka pada abangnya—Akhtar.

“Aku turut perihatin sama musibah yang menimpa Akhtar. Aku do'akan semoga Akhtar segera sadar,” ucap Tristan tulus. Tatapan itu terlihat begitu dalam dan menyimpan sedih.

“Aamiin,” jawab semuanya serempak.

Sambil menunggu Akhtar sadar obrolan ringan pun menemani mereka yang sedang duduk di sofa. Hanya Hafizha saja yang masih setia menemani Akhtar, duduk di kursi dekat brankar.

Sesekali Hafizha tersenyum tipis, terkadang Hafizha juga menatap sedih karena Akhtar tak kunjung sadar. Namun, tidak lama dari itu Akhtar menggerakan jarinya pelan. Hafizha yang bisa melihat sebentar, seketika mengembangkan senyum, lalu memanggil Abi dan Bundanya.

Mendengar ucapan Hafizha Abi Yulian dan Bunda Khadijah seketika mendekat. Ditatapnya jemari Akhtar, tapi tak ada pergerakan apapun.

“Apa kamu yakin, Nak? Kalau Abang kamu tadi sempat menggerakkan jarinya?” tanya Bunda Khadijah memastikan.

Hafizha menatap Bundanya, “Yakin, Bun, tadi aku lihat. Ya... walaupun sebentar,” ucap Hafizha yakin. “Mungkin itu pertanda Banga Akhtar akan segera sadar.”

Ketiganya menatap wajah Akhtar, dengan harapan apa yang diucapkan Hafizha itu benar. Tapi, mereka justru mendengar samar suara Akhtar yang kembali mengigau.

Tolong jangan pergi! Tolong! Ana uhibbuki fillah...

Napas Akhtar terlihat menderu, kadang berjarak dan kadang cepat...

“Tolong...!” teriak Akhtar dengan keras seraya membuka mata dengan lebar.

“Akhtar, istighfar, Nak. Astaghfirullahaldzim...” bisik Abi Yulian di telinga Akhtar.

“Astaghfirullahaladzim...” lirih Akhtar mengikuti seraya menarik napas dalam, seakan mengatur kembali napas yang menderu.

Sejenak Akhtar memejamkan mata, tak lama dari itu Akhtar kembali membuka mata secara perlahan.

“Abi.” Satu kata pertama yang diucapkan Akhtar.

“Iya, Nak. Ini Abi, dan kamu jagoan Abi.” Abi Yulian mengulas senyum sambil mengusap kepala Akhtar lembut.

Akhtar tersenyum untuk membalas senyuman Abinya. Tatapan itu beralih ke sisi lain, “Bunda...”

Bunda Khadijah mengangguk pelan, “Iya, Nak. Ini Bunda... Bundanya Akhtar.” Ada rasa bahagia dari sosok Ibu sambung itu.

Tatapan Akhtar beralih ke sisi lain, “Dek, kamu tidak apa-apa kan?” tanya Akhtar dengan rasa khawatir.

Bahkan, Akhtar berusaha untuk bangun agar bisa menggapai tubuh Hafizha. Namun, rasa nyeri di perutnya tiba-tiba menusuk.

“Argghhh,” rintih Akhtar sambil memegang perut kanannya.

“Jangan bergerak dulu, Nak!” ucap Abi Yulian, lalu membaringkan Akhtar kembali.

Akhtar masih merasa kesakitan, tapi dia berusaha untuk menahannya.

“Maaf! Akhtar lupa kalau Akhtar terluka. Tapi—”

“—Sudah! Jangan terlalu banyak memikirkan hal lain. Lebih baik istirahat saja, sebentar lagi dokter akan datang memeriksa kondisimu.” Abi Yulian mengusap pelan lengan Akhtar.

...****************...

Zuena berdiri di depan kaca untuk memastikan penampilannya sempurna, “Cukup. Tak usah membuat pandangan orang menaruh curiga.” Zuena mengulas senyum, merasa puas dengan penampilannya pagi ini.

Adam memanggil Zuena seraya mengetuk pintu pelan. Tidak lama kemudian Zuena pun membukanya. Seketika itu Adam terdiam, tatapannya menelusuri penampilan Zuena dari ujung kaki sampai ujung kepala.

“Apa kau... Tak berlebihan seperti ini?” tanya Adam sambil mengernyitkan keningnya. “Kita mau ke rumah sakit untuk menjenguk orang.”

“Nah! Justru itu, aku harus berpenampilan seperti ini. Jika tidak semua orang akan curiga,” ucap Zuena sambil menunjuk wajah Adam.

“Tapi ini berkesan kalau kamu mau bermain biola. Kemeja putih lengan panjang yang dipadukan dengan rompi hitam dan rok abu-abu. Ditambah pula topi baret. Penampilan aneh.” Adam Menggeleng-geleng saja.

“Tak apa. Yang pasti topinya bikin aku cantik, tak seperti seragam militer. Karena topinya tidak didesain dengan pinggiran, jadi enak langsung pakai. So, penampilanku lebih berkesan santai dengan gaya western. Apalagi kalau sedikit miring begini,” sahut Zuena membela diri.

“It's up to you whatever it is. Sekarang kita pergi.”

Mereka akhirnya meninggalkan rumah sederhana itu dan menuju ke rumah sakit. Sengaja mereka tidak menggunakan mobil pribadi, menurut mereka memesan taksi online jauh lebih baik agar mereka tidak akan diikuti lagi.

Tidak membutuhkan waktu lama untuk sampai di rumah sakit Royal Infirmary, sekitar lima belas menit mereka pun tiba di sana.

“Zuena, aku tinggal sebentar ya. Aku mau ke toilet dulu, kebelet ini...” bisik Adam sambil mengapit kakinya.

Tanpa menunggu persetujuan Zuena Adam pergi begitu saja. Membuat Zuena merasa kesal harus menunggu lagi, “Tadi ngapain coba tidak pipis dulu.” Zuena menggerutu sambil berdecak pinggang.

‘Itu... Kak Zuena.’

Hafizha yang melihat Zuena berdiri di lobi rumah sakit seketika menghampiri.

“Kak Zuena,” panggil Hafizha lirih.

Merasa namanya dipanggil Zuena pun menoleh, “Iya...” Seketika Zuena terkejut melihat Hafizha mengenalinya.

“Kak Zuena mau jenguk Bang Akhtar ya? Ayo aku antar,” ucap Hafizha, lalu menarik lengan Zuena begutu saja.

Zuena terpaksa menurut, malu saja kalau Zuena harus mengaku yang sejujurnya di depan Hafizha. Ia berusaha menjaga attitudenya sebagai perempuan. Namun, memang itu adalah tujuan Zuena datang ke rumah sakit.

Klek...

Pintu terbuka, Akhtar yang sedang berbaring seketika mengarahkan pandangannya ke depan. Terkejut, satu kata yang mewakili tatapan Akhtar saat ini.

Tiba-tiba jantungnya berpacu cepat seiring langkah kaki Zuena yang semakin mendekat ke arahnya. Nervous, itulah yang dirasakan Akhtar saat ini.

'Tolong jangan salahkan cinta! Cinta tak pernah salah, cinta itu tak pernah tahu akan berlabuh di hati siapa, karena cinta itu datang dengan sendirinya. Cinta yang tulus pun tidak meminta syarat, karena cinta menerima apa adanya. Dan cinta itu pun tidak bisa dipaksa.'

Kalimat itu tiba-tiba mengingatkan Akhtar saat tadi belum sadarkan diri. Seakan kalimat itu diucapkan Akhtar pada seorang perempuan. Tapi Akhtar tak yakin jika Zuena adalah orang yang mengobrol dengannya di dalam alam bawah sadarnya.

‘Tidak mungkin.' Akhtar menggeleng pelan.

‘Abi pasti merestui hubunganku dengannya, jika aku mengajukan khitbah saat ini. Khitbah yang menunjukkan keseriusanku padanya... Gadis pemain biola.'

‘Siapa sebenarnya namamu... Bidadari?'

Bersambung...

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!